Review The Mantle (2015)

Kebanyakan orang mengenal Image dari seri komik The Walking Dead (yang untuk saat ini agak membosankan story arc-nya). Tapi sebenarnya mereka juga banyak merilis seri komik yang patut untuk disimak. Bahkan untuk saat ini berada di posisi ketiga daftar penerbit komik terpopuler, setelah raksasa Marvel dan DC Comics. Dibandingkan kedua kompetitor utamanya itu, Image memang memiliki formula yang berbeda dan mampu membuat orang tertarik. Selain genre dan tema cerita yang lebih bervariasi, mereka tidak memiliki “dunia komik” sendiri (seperti Marvel Universe atau DC Multiverse) sehingga masing-masing seri komik memiliki set karakternya sendiri tanpa bergantung dengan seri komik lainnya. Bagi yang benci tie-in dan cross-over, jelas komik terbitan Image menjadi obat dahaga tersendiri.

So, let’s talk about The Mantle, salah satu komik terbaru rilisan Image. Ditulis oleh Ed Brisson, ini adalah sebuah cerita superhero yang ramuannya sedikit berbeda dari biasanya. Siapa saja bisa menjadi The Mantle, asalkan ia, si kekuatan The Mantle itu sendiri, menghendaki. Mirip seperti konsep Green Lantern dimana ketika pemilik cincin meninggal, maka magic ring tersebut akan pergi mencari host yang lain (baca: kandidat Green Lantern selanjutnya). Demikian pula di komik ini, hanya media kekuatan tidak berbentuk suatu benda, melainkan semacam gelombang listrik yang hanya dapat dilihat oleh si kandidat superhero itu sendiri. Yang membuatnya berbeda? Di komik ini si pahlawan alias The Mantle sering mati 😀

curcol_themantle1

Mari kita mulai masuk ke bagian review dan ulasan (baca: spoiler) dari masing-masing edisi seri komik The Mantle.

The Mantle #1 (13 Mei 2015)

Tanpa bertele-tele, hanya melewati 3 halaman pembuka, cerita akan langsung masuk ke pemilik kekuatan The Mantle terbaru, Robbie. Segera setelah ia mendapatkan kekuatannya, muncul tiga orang (calon) partnernya: Kabrah (pemimpin dan ‘otak’ mereka), Necra (mampu berbicara dengan orang mati), dan Shadow (mampu melakukan teleport). Sekilas mereka menjelaskan tentang The Mantle dan keberadaan musuh besarnya, The Plague, yang akan selalu berusaha mencari dan membunuh siapapun yang mengemban tugas menjadi The Mantle. Selanjutnya mereka membawa Robbie (dan Jen, pacarnya, yang ikut terbawa serta) ke sebuah pulau terpencil untuk mengajarkan Robbie mengenai kemampuan-kemampuan The Mantle, dimana pada dasarnya ia dapat melakukan APA SAJA yang ia imajinasikan. Berhasil atau tidaknya realisasi kemampuan tersebut tergantung dari kekuatan pikirannya.

Belum apa-apa tiba-tiba The Plague datang menyerang. Dengan kemampuan seadanya Robbie berusaha mempertahankan diri dan… gagal 😐 Ia mati dan kekuatan The Mantle tanpa diduga berpindah ke Jen.


Brisson jelas tidak mau membuat pembaca bosan dengan latar belakang karakter yang bertele-tele. Toh faktanya, siapapun yang menjadi The Mantle tidak akan bertahan hidup lama. Dan memang langsung terbukti di edisi ini, dalam beberapa halaman pertarungan melawan The Plague saja ia sudah kalah. Yang masih bikin penasaran adalah siapa sebenarnya ketiga orang partner The Mantle itu (karena selain membantu men-training the next The Mantle, mereka sepertinya tidak berdaya sama sekali melawan The Plague) dan apa sebenarnya tujuan The Plague memburu The Mantle (hanya ada petunjuk bahwa perseteruan mereka sudah berlangsung sejak lama dan bahwa sudah takdir The Mantle untuk mati).

Yang sedikit membuat saya terganggu di edisi ini adalah bahwa Jen terlihat sangat tenang menyikapi kekasihnya Robbie yang tiba-tiba berubah jadi superhero dan segala kejadian yang terjadi setelahnya. Di awal memang terlihat bahwa Jen memiliki kepribadian yang tegar dan agak cuek, tapi saya yakin secuek-cueknya orang, kalau orang dekatnya tiba-tiba bisa terbang ya pasti ada kaget-kagetnya juga lah.

But overall, ini sebuah edisi pembuka yang lumayan apik dan setidaknya mampu memberi semangat untuk membaca edisi berikutnya.

The Mantle #2 (10 Juni 2015)

Shok dengan kematian Robbie, Jen membawa tubuhnya ke sebuah rumah sakit. Tak lama kemudian The Plague hadir untuk membunuhnya. Trio supporter juga muncul dan kemudian berusaha membawa Jen (yang mendadak pingsan ketika melihat kesadisan The Plague) kabur dari tempat tersebut. Untungnya mereka berhasil melakukannya.

Di sebuah markas rahasia, muncul karakter (pendukung) baru lagi bernama CCTV. Sesuai julukannya, ia mampu melihat dan mengetahui segala sesuatu yang terjadi di muka bumi. Dan satu fakta mengejutkan, bahwa semakin lama kemampuan The Plague untuk memburu The Mantle semakin meningkat. Jika dulu untuk bisa menemukan The Mantle ia membutuhkan waktu berbulan-bulan, sekarang hanya dalam hitungan jam saja. Wew.

Atas perintah Kabrah, Necra dan Jen menggunakan sleeping pod untuk menuju purgatory dan menemui para penyandang gelar The Mantle terdahulu yang kini sudah almarhum, terutama orang yang pertama kali menjadi The Mantle alias the O.G. Mantle. Dan tanpa diduga ternyata Jen bertemu dengan Robbie.


See? Kepribadian Jen semakin lama semakin membingungkan. Sebelumnya tampak tegar dan cuek, tapi shok berat saat Robbie meninggal. Mendadak pingsan hanya dengan melihat hadirnya The Plague, lalu kembali cuek dan tegar saat berada di markas. Jika Jen direncanakan untuk lama berperan sebagai The Mantle, Brisson sepertinya harus memastikan terlebih dahulu kepribadian seperti apa yang bakal disandangnya. Atau jangan-jangan sebentar lagi juga bakal koit si Jen ini?

The Mantle #3 (15 Juli 2015)

Setelah menemukan The O.G. Mantle — seorang pria bernama Hank — ia pun menceritakan asal usulnya kepada Jen. Berawal dari OB sebuah sekolah di tahun 1950, kekuatan The Mantle yang datang tiba-tiba merubahnya jadi seorang pahlawan yang dielu-elukan. 8 tahun kemudian The Plague muncul dan langsung menyerangnya. Kegigihannya saat itu berhasil membuatnya memenangkan pertarungan. Tapi karena tetap ingin menjadi orang baik, ia memilih untuk tidak membunuh The Plague dan membiarkannya ditangkap oleh pihak militer. Kesalahan fatal karena kemudian dengan mudah The Plague meloloskan diri dan membunuh istri dan anak Hank. Hank yang tidak lagi punya semangat juang pun dikalahkan dengan mudah oleh The Plague.

Yang menjadi masalah adalah, ketika Hank berhasil mengalahkan The Plague, ia sedang dalam kondisi mabuk. Alhasil, sampai sekarang ia tidak ingat bagaimana cara mengalahkan si musuh bebuyutan itu. Tidak adanya harapan untuk menang, ditambah dengan Robbie yang khawatir akan Jen dan memintanya untuk bersembunyi, membuat Jen mempertimbangkan hal tersebut. Ketiga supporternya pun memberikan petunjuk, bahwa dengan tidak berubah menjadi The Mantle akan membuat The Plague sulit untuk mencarinya. Tapi sebagai pelampiasannya, ia akan membunuh orang-orang tak berdosa untuk membuat The Mantle datang kepadanya.

Usai mengantarkan Jen kembali ke rumahnya, Shadow kembali ke markas dan dikagetkan oleh keberadaan The Plague di sana yang telah mengalahkan rekan-rekannya.


Belum ada info lebih lanjut tentang The Plague, tapi alasan kenapa Necra, Kabrah, dan Shadow hingga sekarang masih setia membantu The Mantle mulai terungkap. Demikian pula awal mula The Mantle serta adanya kemungkinan untuk mengalahkan The Plague. Cerita sepertinya mulai masuk ke fase serius, can’t wait for the next issue.

PS: gambar yang berubah menjadi old-style comic saat flashback ke masa lalu di edisi ini benar-benar brillian.

The Mantle #4 (5 Agustus 2015)

Coming soon. Dari covernya keliatannya bakal heboh, dengan ada buanyak karakter The Mantle tergambar di sana.

Jen yang sedang galau memutuskan untuk hangout bersama teman-temannya. Tapi salah satu temannya terus saja mengoceh mengenai kejadian sebelumnya di rumah sakit, sehingga ia pun memutuskan untuk meninggalkan mereka dan membeli narkoba.

Di markas Shadow, The Plague berusaha untuk mencari tahu dimana The Mantle alias Jen berada saat ini. Tiba-tiba CCTV yang dikira sudah mati berhasil menyerangnya dari belakang dengan senapan listriknya dan tampaknya itu adalah salah satu kelemahan The Plague. Sayangnya, senapan tersebut butuh waktu untuk di-recharge, sehingga saat The Plague pulih, dengan mudah ia membunuh CCTV (for real this time).

Kembali ke Jen. Saat berjalan menyusuri danau (atau sungai), mendadak muncul tubuh Casper, kucingnya, dalam bentuk raksasa. Ia mencoba memotivasi Jen untuk terus berjuang karena meskipun ia menghindar tidak akan bisa mengubah keadaan. Motivasinya sukses dan Jen pun berubah menjadi The Mantle untuk mengkonfrontasi The Plague. Merasakan energi The Mantle sudah kembali, The Plague pun bergegas menuju ke arahnya. Sepeninggal The Plague, Necra mengungkapkan rasa frustrasinya terhadap perjuangan mereka selama ini dan memutuskan untuk meninggalkan grup Kabrah dan Shadow.

Jen menunggu The Plague di tengah hutan. Ia mengerahkan seluruh energinya agar The Plague dapat segera menemukannya. Dan akhirnya ia pun hadir.


Final fight? Entahlah, sepertinya sih iya. Konflik antar ‘sidekick’ yang memuncak, Casper yang mulai menunjukkan jatidirinya, Jen yang sudah mantap menanggung beban sebagai The Mantle, dan The Plague yang juga sudah mulai muak dengan aksi kucing-kucingan di antara mereka yang telah berlangsung selama ini. Semoga aksi pertarungan di edisi mendatang tidak mengecewakan.

The Mantle #5 (30 September 2015)

Shadow dan Kabrah tiba di lokasi pertarungan Jen dan The Plague. Keduanya sempat kesal dengan Jen yang bertarung sambil ngefly. Tapi Jen tidak peduli karena hal terpenting baginya saat ini adalah menghadapi musuh bebuyutannya itu tanpa berpikir untuk kabur. Ia kemudian mendapat ide untuk memanfaatkan kemampuan Shadow untuk menteleport dirinya dan The Plague ke dalam alam kegelapan. Setelah berhasil, ia meminta Shadow untuk mencari Necra dan membawanya ke tempat tersebut.

Shadow kemudian berbagi tugas dengan Kabrah dimana Kabrah membantu Jen melawan The Plague sedang ia mencari Necra. Ternyata Necra masih berada di dalam markas mereka. Setelah beradu argumen, ia pun akhirnya mau membantu Jen melawan The Plague. Sayangnya saat mereka berdua tiba di alam kegelapan, Jen dan Kabrah sudah dalam keadaan terdesak dan The Plague berhasil membunuh Kabrah.

Keluar dari alam kegelapan, Jen buru-buru memanfaatkan skill Necra untuk mengeluarkan arwah para The Mantle terdahulu dimana mereka kemudian mengeroyok The Plague. Cara ini berhasil dan The Plague pun dapat ditaklukkan! Jen lalu menanyakan alasan The Plague memburu mereka selama ini. Ia curiga bahwa sebenarnya The Plague ingin agar The Mantle membunuhnya dan kecurigaan tersebut benar. Ternyata The Plague terserang penyakit parah yang membuatnya tersiksa setiap saat. Namun karena tubuhnya immortal, maka penyakit tersebut tidak dapat membunuhnya. Ia pun memutuskan untuk memancing The Mantle untuk melawannya agar suatu saat ada salah satu dari mereka yang bisa membunuhnya.

Mendengar alasan tersebut Jen pun tanpa pikir panjang langsung menghabisi nyawa The Plague.


Wah, bener tamat ternyata, hehehe. Kaget juga kalau yang mati ternyata Kabrah. Dan sayangnya, masih ada sedikit celah cela dalam cerita di edisi penghabisan ini. Di akhir cerita, Jen bercerita bahwa ia sengaja menggunakan narkoba karena merasa bahwa kekuatan The Mantle akan bisa keluar secara maksimal dalam keadaan ngefly. Padahal di edisi #4, pada saat ia menggunakan narkoba, Jen masih belum memutuskan untuk bertarung melawan The Plague. Nah loh. But overall, lumayan lah seri komik The Mantle ini. Simak deh review keseluruhannya di box di bawah.

curcol themantle
Review The Mantle (2015)
  • Story
  • Art (Pencil, Ink, Colors)
  • Element of Surprise
  • Recommended Reading
3.6

Summary

Meski konsep cerita tidak sepenuhnya orisinil, tapi sepanjang perjalanan lima edisi seri komik The Mantle bisa dibilang lumayan. Ada momen-momen dimana cerita terasa membosankan, tapi untung bisa segera dikembalikan tensinya ke titik normal. Cukup seru juga melihat adegan pertarungan akhir dimana The Plague dikeroyok oleh para almarhum The Mantle, sayang gak terlalu banyak framenya, hehehe. Secara keseluruhan, poin penilaian saya tidak berubah dari saat membaca edisi perdananya. Not a bad story dengan berbagai kejutan di sana sini, tapi seharusnya bisa dipoles menjadi lebih baik lagi.

Sending
User Review
4 (1 vote)

Leave a Reply