Bullying atau perundungan acap menjadi premis dalam manga bertema balas dendam atau bunuh diri. “Revenge Game” (リベンジ・ゲーム) pun termasuk di antaranya.
Mengangkat permainan maut yang bisa berujung kematian, serial komik ini ditulis dan didesain sendiri oleh Komachi Kurokawa.
Secara keseluruhan hanya ada 8 chapter, yang dibukukan dalam 1 volume saja.
Cocok untuk jadi bacaan di kala tidak banyak waktu senggang.
Kendati demikian, layakkah Revenge Game untuk dibaca?
Temukan jawabannya dalam sinopsis beserta review singkatnya di bawah ini.
WARNING! Tulisan di bawah ini mengandung SPOILER!!!
Sekilas Tentang
Suatu hari, Matsui Sakura menerima undangan ke “Game Balas Dendam”, dan memutuskan untuk hadir. Di lokasi yang ditunjukkan, dia akhirnya terkunci di gedung seperti asrama bersama empat teman sekelasnya. Tampaknya Revenge Game dijalankan oleh teman sekelas yang kaya raya, Saionji, yang diganggu begitu parah oleh beberapa siswa sehingga menghancurkan hidupnya. Sekarang dia membalas dendam, dalam permainan brutal yang memungkinkan dia membunuh salah satu mantan penyiksanya setiap pagi.
Namun, Sakura — seorang gadis yatim piatu yang kesepian, pendiam — tidak mengerti mengapa dia ada di sana, kecuali itu karena kelambanannya dalam menghentikan intimidasi orang lain. Dia juga satu-satunya yang menerima undangan, sementara yang lain diculik atau ditipu untuk hadir. Apa tujuan akhir dari permainan ini?
Penulis: Komachi Kurokawa
Artis: Komachi Kurokawa
Publikasi: 8 Agustus – 26 September 2014
Penerbit: LaLa Melody Online
Genre: Horor, Misteri, Romansa
Status: Komplit (1 volume / 8 chapter)
Sinopsis Singkat / Alur Cerita
Matsui Sakura mendapat surat undangan mengikuti Revenge Game. Ada sebuah kunci disertakan dalam surat tersebut.
Walau tidak tahu artinya, ia tetap memutuskan untuk datang ke alamat yang dituju. Lantai 1 sebuah bangunan.
Setibanya di sana, sudah ada 4 orang teman SMP-nya dahulu. Mereka adalah Hosokawa Ikumi, Shirai Momoka, Ikeda Tatsuya, dan Kakita Shougo.
Anehnya, yang lain menerima undangan dalam bentuk email. Bukan surat seperti Matsui.
Pintu ruang tiba-tiba terkunci dan sebuah tembok beton turun dari langit-langit.
Menyusul televisi di ruangan menyala dengan sendirinya.
Seorang wanita dengan mata ditutup perban muncul di layar. Ia memberitahu bahwa mereka semua adalah peserta dari permainan yang diselenggarakan oleh Saionji.
Aturannya sederhana. Mereka harus mencari orang di antara mereka yang telah membuat perjanjian Saionji dan membunuhnya.
Selama belum berhasil melakukan itu, setiap pukul 8 pagi, salah satu di antara mereka akan dipilih untuk dibunuh oleh Saionji.
Saionji sendiri adalah teman SMP mereka yang dulu acap dirundung oleh Ikeda, Hosokawa, dan Shirai.
Baik Matsui maupun Kakita memang tidak ikut mem-bully Saionji. Namun Matsui menyadari saat itu ia melakukan pembiaran. Ia pun merasa apa yang ia alami sekarang adalah buah dari perbuatannya itu.
Mereka lantas memutuskan untuk memeriksa ruangan demi ruangan.
Tak disangka, mereka justru menemukan jasad Taniguchi, guru kelas mereka.
Saionji kemudian muncul di layar dan menyatakan bahwa itu adalah bukti bahwa ia bersungguh-sungguh dalam permainan Revenge Game yang ia buat ini.
Ia sengaja membunuh Taniguchi karena dulu tidak melakukan apa-apa saat ia melaporkan perundungan yang dialami.
Hosokawa, Shirai, dan Kakita rupanya sama-sama mendapat email undangan dari Ikeda.
Ikeda sendiri mengaku tidak tahu apa-apa. Ia diserang secara tiba-tiba di jalan, kemudian tersadar sudah berada di ruangan tersebut bersama yang lain.
Matsui lalu menunjukkan surat yang ia terima. Ia hendak memberitahu soal kunci yang ia terima, namun lantas mengurungkannya.
Seolah tidak peduli, yang lain kemudian memutuskan untuk pergi tidur.
Mereka bahkan biasa saja mengetahui jasad Taniguchi sudah tidak ada lagi di sana.
Tidak bisa tidur, Hosokawa mengajak Matsui menemaninya memasak dan makan malam bersama.
Hosokawa mengaku lega Taniguchi sudah mati. Terungkap bahwa ia dan Ikeda sama-sama punya masalah dengan Taniguchi.
Hosokawa juga mengaku tidak setuju dengan perundungan terhadap Saionji.
Pun begitu, mereka melakukannya karena Saionji melakukan sesuatu terhadap adik Ikeda.
Tidak mau menjelaskan lebih lanjut, Hosokawa lalu mengajak Matsui untuk kembali tidur.
Pagi harinya, tepat pada pukul 8, wanita dengan mata diperban mengumumkan bahwa orang yang akan dibunuh adalah Hosokawa.
Ia beralasan Hosokawa tega melakukan apa saja demi orang yang ia cintai, Ikeda.
Tanpa bisa dicegah, sebuah peluru tiba-tiba melesat dan membunuh Hosokawa.
Kakita mengajak Matsui berbicara empat mata. Ia rupanya curiga Ikeda dan Shirai menyimpan sesuatu.
Jika tidak ingin terjadi sesuatu, mereka harus bertindak terlebih dahulu.
Kakita juga berjanji bakal melindungi Matsui.
Shirai menemukan kunci Matsui. Ia menggunakannya untuk membuka pintu ruang Staff yang terkunci.
Entah apa yang ada di sana, namun Shirai terlihat mendapat sebuah ide.
Beberapa saat kemudian, sembari berpura-pura menangis, Shirai mengajak Kakita masuk ke dalam ruang Staff.
Shirai lalu mengaku melihat sesuatu yang berhubungan dengan Matsui.
Esok harinya, Matsui tidak sengaja melihat foto seorang anak perempuan sedang menangis di saku jas Kakita. Kakita sendiri langsung merebut foto tersebut.
Ia lantas diam-diam mengambil pisau dari dapur.
Seperti sebelumnya, wanita dengan perban muncul dan memberitahu siapa yang akan dibunuh. Ia adalah Kakita.
Kakita rupanya suka membuntuti anak kecil dan menakut-nakuti mereka sebelum kemudian memotretnya.
Salah satu korbannya adalah adik Ikeda.
Sejak mengetahui hal itu, setiap hari Ikeda menghajar Kakita.
Tidak tahan lagi, Kakita lalu berpura-pura mengaku semua itu ia lakukan atas perintah Saionji.
Dan akibatnya, Ikeda ganti mem-bully Saionji.
Tak disangka, Kakita merespon dengan menarik Matsui dan menyatakan Matsui sebagai otak di balik Revenge Game.
Di saat Kakita hendak menusuk Matsui dengan pisau, sebuah peluru lebih dulu melesat dan membunuhnya.
Shirai menjebak Ikeda dan Matsui ke dalam sebuah ruangan dan menguncinya.
Tak lupa ia meninggalkan sebilah pisau di sana.
Ia mempersilahkan otak permainan di antaranya kedua mengaku dan dibunuh, sementara ia menunggu dengan santai di luar.
Berada dalam ruangan tertutup ternyata mengingatkan Matsui pada kematian orangtuanya.
Terungkap bahwa Ikeda juga pernah menolongnya di masa lalu.
Pada akhirnya baik Ikeda dan Matsui sama-sama menghabiskan malam di ruangan tersebut tanpa melakukan apa-apa.
Esok harinya giliran Shirai yang dibunuh. Alasannya seperti apa yang barusan dilakukan olehnya terhadap Ikeda dan Matsui. Yaitu memaksakan perundungan kepada orang lain.
Saionji muncul dan memberitahu bahwa Ikeda dan Matsui adalah otak di balik permainan balas dendam miliknya.
Ia ternyata menculik adik Ikeda dan memaksa Ikeda untuk mengikuti perintahnya.
Sementara itu, tak disangka Saionji rupanya jatuh hati pada Matsui. Ia bahkan memaksa Matsui untuk tetap tinggal dan menemaninya di sana.
Ikeda tidak tinggal diam. Walau nyawa adiknya ada di tangan Saionji, ia tetap memilih untuk menyelamatkan Matsui terlebih dahulu.
Tidak terima, Saionji lantas menghajar Ikeda habis-habisan.
Wanita yang membantu Saionji tiba-tiba muncul. Ia ternyata adalah adik Ikeda, Misaki. Ia mengancam untuk membunuh Matsui jika Saionji tidak berhenti memukuli kakaknya.
Terlanjur kesal, Saionji justru lanjut menyekap Matsui dan Ikeda.
Setelah meninggalkan Ikeda dalam kondisi terikat di kursi dan memberikan sebilah pisau pada Matsui, dari luar ruangan Saionji memberitahu bahwa yang telah membunuh orangtua Matsui sebenarnya adalah ayah Ikeda.
Matsui syok mendengarnya. Ia awalnya tidak percaya. Namun melihat reaksi Ikeda dan Misaki, sepertinya yang dikatakan Saionji adalah fakta.
Sempat terbawa emosi, pada akhirnya Matsui bisa menahan diri untuk tidak membunuh Ikeda.
Sayang keputusannya sia-sia. Di luar dugaannya, Saionji merespon dengan membunuh Ikeda dan Misaki.
Ia lalu masuk ke dalam ruangan dan mengajak Matsui pergi.
Melihat semua teman-temannya mati, Matsui memutuskan untuk membunuh Saionji.
Apes, Saionji lebih gercep menembakkan peluru dan membunuhnya.
Sebuah kejutan terjadi. Ikeda tiba-tiba bangkit dan menusuk Saionji dari belakang.
Dengan sisa-sisa energinya, ia kemudian mendatangi Matsui, meletakkan pisau di tangan Matsui, lalu menusukkannya ke tubuhnya sendiri.
Review Revenge Game
Satu hal yang bisa saya simpulkan di akhir manga ini, jatah 8 chapter atau 1 volume untuk sebuah cerita bertema balas dendam adalah tidak cukup.
Walau “Revenge Game” punya twist mengejutkan di babak terakhir, efeknya terbilang lemah bagi pembaca. Setidaknya bagi saya.
Dengan keterbatasan halaman, para karakter diperkenalkan secara singkat, jelas, dan padat. Baru mulai bersimpati, eh tahu-tahu karakter yang bersangkutan meninggoy.
Juga ada yang alasan membunuhnya sangat dipaksakan. Shirai misalnya.
Ikeda yang bisa bangkit kembali padahal sudah tertembak oleh peluru yang diklaim tidak pernah meleset juga membingungkan.
Secara keseluruhan, manga ini seperti batu permata yang baru diketemukan dalam lumpur. Diangkat sebentar untuk dilihat keindahannya. Dan berujung terjatuh ke kawah gunung berapi.
Punya potensi namun tidak ter-eksplorasi akibat tidak cukup durasi.
Penutup
Tak disangka, kesimpulan akhir rupanya sejalan dengan apa yang saya tulis di awal. Padahal saya menulisnya sebelum membaca “Revenge Game” hingga tuntas.
Manga “Revenge Game” ini cocok untuk jadi bacaan di kala tidak banyak waktu senggang.
Penuh kejutan tapi tidak usah berharap terlalu banyak. That’s it.
Leave a Reply