Review Manga Jisatsutou (Hakusensha, 2009)

Manga atau komik tentang survival atau perjuangan untuk bertahan hidup memang sudah tidak terhitung lagi jumlahnya. Ada yang menonjolkan sisi psikologi, tehnik-tehnik bertahan hidup, persahabatan, tragedi, dan lain sebagainya. Tapi di antara itu semua, jarang yang memiliki premis unik. Seperti manga besutan Kōji Mori berikut, “Jisatsutou” (自殺島) atau lebih dikenal dengan judul “Suicide Island”. Hal itu yang kemudian membuat saya betah membaca keseluruhan 168 chapter yang telah dibukukan ke dalam 17 volume. Nah, seperti apa sebenarnya ceritanya? Layakkah untuk dibaca? Simak sinopsis dan review singkatnya berikut ini.

WARNING! Tulisan di bawah ini mengandung SPOILER!!!

Sinopsis Singkat

jisatsou1 3

Maraknya kasus bunuh diri di Jepang membuat pemerintah mengambil sebuah kebijakan. Bagi mereka yang berhasil diselamatkan nyawanya oleh pihak medis, pemerintah memberi dua pilihan: hendak melanjutkan hidup atau mati. Orang-orang yang memilih opsi kedua, tanpa sepengetahuan mereka, dikirim ke sebuah pulau terpencil yang diberi nama “Suicide Island”. Tidak ada hukum maupun konsekuensi apapun atas segala yang terjadi di sana. Dengan demikian, mereka bebas untuk melakukan apa yang mereka mau. Termasuk lanjut bunuh diri jika diinginkan.

Sei, seorang remaja berusia 19 tahun, adalah salah satu pelaku bunuh diri yang dikirim ke pulau. Melihat beberapa orang yang melakukan bunuh diri tepat di depan matanya membuat Sei mulai berpikir ulang dan memutuskan untuk bertahan hidup di pulau tersebut. Keputusannya didukung oleh beberapa orang di sana. Seperti Ryou, Ryuu, Cap, dan Liv. Dengan menyatukan keahlian serta menahan ego masing-masing, pada akhirnya mereka bisa beradaptasi dengan kehidupan mereka yang baru.

Selama di pulau, mereka banyak belajar tentang arti kehidupan. Termasuk saat harus menghidupi kelompok lain yang pemimpinnya menghalalkan segala cara untuk berkuasa. Atau ketika ada seseorang yang justru berupaya mendorong orang-orang lain untuk mengakhiri hidup mereka ketimbang hidup bahagia di pulau.

Bisakah Sei dkk bertahan hidup? Akankah mereka keluar dari pulau tersebut dengan selamat?

Penulis: Kōji Mori
Artis: Kōji Mori
Publikasi: Young Animal Comics
Penerbit: Hakusensha
Genre: Drama, Mature, Psychological, Seinen, Tragedy
Status: Completed (17 Volume, November 2008 – Agustus 2016)

Review Singkat

Manga “Suicide Island” membungkus cerita mengenai usaha sekelompok orang bertahan hidup dengan sebuah premis yang menarik, yaitu mengenai pulau yang dihuni oleh orang-orang yang telah bosan hidup. Dari sini sudah bisa ditebak bahwa plot demi plot yang dihadirkan akan berkutat dengan hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan.

Dan memang benar.

Mulai dari apa arti kehidupan, tujuan kita hidup, dilema yang dihadapi saat akan / telah menghabisi nyawa seseorang, hingga perjuangan seorang ibu di saat melahirkan anaknya. Semua bisa ditemui dalam ketujuhbelas volume “Jisatsutou”. Pada intinya, dengan caranya sendiri, mangaka Kōji Mori berusaha untuk ‘mengajarkan’ pada kita betapa berharganya kehidupan yang kita miliki dan apapun yang kita alami kita harus tetap bersyukur bahwa kita masih bisa hidup.

Bagaimana dengan unsur survival atau bertahan hidupnya? Saya sih yes, tidak ada masalah. Masih lebih realitis ketimbang “Dr. Stone” misalnya. Cerita fokus pada tehnik-tehnik bertahan hidup yang mendasar sehingga terasa tidak lebay. Tapi bukan berarti sempurna.

Keberadaan sejumlah karakter yang memiliki kemampuan atau pengetahuan yang dibutuhkan untuk bertahan hidup rasanya terlalu kebetulan. Tidak mungkin terjadi. Apalagi karakter utamanya, Sei, yang juga kebetulan membaca buku-buku tentang berburu beberapa waktu sebelum ia bunuh diri. Saya yakin sebagian besar orang yang mengikuti ekskul panahan di sekolahnya tidak serta merta membaca buku-buku tentang berburu rusa dan babi hutan.

Perdebatan psikologis mengenai bunuh membunuh pun terasa terlalu bertele-tele. Seperti di-ping-pong. Di satu chapter si A tidak mau membunuh, di chapter berikutnya bertekad untuk membunuh, di chapter berikutnya lagi balik mempertanyakan kenapa ia harus membunuh. Benar-benar melelahkan. Seperti yang saya ungkapkan dalam sinopsis-sinopsis komik seri Injustice: God Among Us, saya tipe orang yang setuju bahwa membunuh untuk melindungi orang-orang yang kita cintai dan/atau dalam keadaan terdesak adalah tidak salah. Yang jelas kata kuncinya adalah kalimat yang di belakang, dalam keadaan terdesak.

Melihat sosok Sei baru menyadari semua itu pada chapter ke 167 jelas bikin kesel beud.

Untuk endingnya antara suka dan tidak suka. Sukanya, Kōji Mori meluangkan beberapa halaman untuk menceritakan kondisi akhir para tokoh utamanya setelah akses ke Pulau Bunuh Diri tidak lagi dibatasi. Tidak sukanya, pembukaan akses ke pulau terasa tiba-tiba. Tidak dibarengi dengan alasan yang kuat.

Oh ya, banyak adegan 17 tahun ke atas dalam manga ini. Kendati demikian, menurut saya hampir semuanya disematkan pada porsi yang sewajarnya. Tidak sekedar sebagai fans service untuk memuaskan nafsu pembaca. Ada dasar cerita yang kuat mengapa adegan-adegan tersebut eksis.


“Jisatsutou” a.k.a “Suicide Island” jelas masuk ke dalam daftar 10 manga bertema survival yang pernah saya baca. Paketnya lengkap. Ada percintaan, perang psikologis, persahabatan, pertikaian, dan tentu saja, perjuangan untuk bertahan hidup itu sendiri. Memang tidak sepenuhnya sempurna. Keberadaan karakter-karakter dengan skill serta pengetahuan yang berguna untuk bertahan hidup di dalam satu kelompok yang hanya berjumlah puluhan orang saja terasa sangat kebetulan. Kecil kemungkinan terjadi di dunia nyata. Begitu pula dengan sebagian karakter yang tarik ulur / plin plan dalam mengambil keputusan. Di awal bilang A, nanti berubah jadi B. Gak lama berubah lagi jadi A. Terasa agak dragging di saat momen itu terjadi. But still, this is one of the best survival theme manga and I highly recommend it!

rm jisatsutou 4

Leave a Reply