Sejak ditayangkannya serial TV The Walking Dead pada tahun 2010 silam, popularitas cerita zombie menanjak sadis. Tidak hanya yang berupa media TV maupun film layar lebar, melainkan juga komik, mengingat The Walking Dead sendiri berasal dari serial komik, yang edisi perdananya dicetak pada tahun 2003 (Image Comics). Saya sendiri mengikuti komiknya setelah edisi ke 50-an, atau pada sekitar tahun 2007-2008, sehingga termasuk golongan penonton yang gemes ketika ada beberapa adegan keren di versi komik malah dihilangkan di versi TV-nya.
Kembali ke topik.
The Extinction Parade adalah salah satu komik yang temanya tidak jauh-jauh dari zombie. Tapi Max Brooks, sang penulis yang juga pengarang novel best-seller World War Z (sudah diadaptasi ke layar lebar tahun 2013 lalu dengan dibintangi oleh Brad Pitt), cukup cerdas dan kretif dalam mengolah cerita, sehingga komik ini tidak terjebak dalam label ‘TWD clone’.
Tokoh utama dari komik The Extinction Parade adalah dua orang wanita vampir bernama Laila dan Vrauwe. Selama cerita berlangsung, narasi berasal dari sudut pandang Vrauwe. Tidak jelas asal usul keduanya, tapi yang pasti mereka sudah lama berubah menjadi vampir dan saat orang-orang berubah menjadi zombie (yang mereka namakan subdead), mereka sedang berada di Malaysia. Jadi, jangan kaget kalo nemu gambar zombie yang pake kerudung atau kupluk, hehehe.
Selain menemukan fakta bahwa zombie sama sekali tidak merasakan kehadiran vampir — bahkan apabila diserang pun mereka tidak akan membalas –, keduanya mulai ingat perkataan rekan-rekan vampir lainnya, bahwa wabah subdead ini sudah terjadi di negara-negara lain.
Laila sendiri tidak merasa khawatir dengan hal itu dan malah girang karena akhirnya ia bisa melakukan apa saja sesukanya. Berbeda dengan Vrauwe yang sedikit khawatir. Oh ya, perlu diketahui juga bahwa di dunia komik ini, kebanyakan vampir memiliki caretaker atau pendamping yang merupakan manusia biasa. Tugas mereka yang utama adalah untuk membantu melakukan hal-hal tertentu yang membutuhkan interaksi dengan manusia (membayar pajak misalnya) atau menyembunyikan / menyelamatkan bosnya dari kejaran manusia. Untuk caretaker Laila dan Vrauwe sendiri bernama Willem, yang kalau saya tidak salah memahami penjelasannya, adalah keturunan kaum Rohingnya, yang lagi heboh di Indonesia.
Melihat perkembangan situasi zombie, Willem mencoba mengajak Vrauwe berbicara. Tapi ia selalu menolaknya dengan alasan sibuk. Hingga kemudian mendadak Willem mengundurkan diri, dengan sebelumnya menyiapkan hal-hal yang perlu dilakukan oleh Vrauwe dan saudaranya apabila terjadi sesuatu di dalam amplop-amplop terpisah. Laila yang emosi mengetahui hal tersebut langsung mengajak Vrauwe untuk pergi dan ‘bersenang-senang’, tanpa sempat membuka dan membaca amplop-amplop instruksi dari Willem.
Bersama dengan teman-temannya yang lain, keduanya kemudian berpesta pora menghabisi nyawa manusia. Di atas atap sebuah gedung mereka menemukan Willem, yang sebelum loncat dari gedung tersebut mengatakan bahwa mereka tidak akan bisa mengurusi diri mereka sendiri (terkait dengan masalah zombie). Salah seorang vampir bernama Nguyen kemudian membenarkan pernyataan Willem tersebut, mengatakan bahwa menurut perhitungannya, dengan populasi zombie yang bertambah dengan cepat, maka lama kelamaan jumlah manusia akan habis. Sedangkan vampir butuh darah manusia untuk tetap hidup (karena darah zombie akan meracuni tubuh mereka dan jika kemasukan dalam jumlah banyak dapat membuat mereka mati).
We hunt humans, they consume humanity.
Sebagian kelompok vampir mulai merenungi kata-kata Nguyen, termasuk Vrauwe dan Laila. Namun Vrauwe-lah yang akhirnya pertama bertindak, setelah menyadari bahwa manusia benar-benar tidak berdaya melawan para zombie. Ia mulai membantu mereka menghadapi serbuan zombie, yang kemudian diikuti oleh Laila. Peristiwa ini terjadi di (kalau tidak salah) Jembatan Penang, dimana pulau Penang sendiri menjadi persembunyian terakhir bangsa manusia.
Serbuan pertama kaum zombie berhasil dihentikan oleh Laila dan Vrauwe. Namun efeknya, karena terkena banyak darah zombie, tubuh mereka menjadi sekarat. Untung vampir Nguyen menyadari bahwa darah manusia dapat menetralisir darah zombie dalam tubuh mereka, sehingga mereka bisa selamat dan pulih seperti semula. Nguyen juga mengatakan, bahwa apa yang baru saja mereka lakukan telah menginspirasi bangsa vampir untuk melakukan hal yang sama. Ya, kini mereka mulai aktif menyerang zombie demi mencegah habisnya populasi manusia di muka bumi.
Banyak yang ingin mendomplang kesuksesan The Walking Dead dan sekedar membuat komik tentang zombie tanpa ada dasar cerita yang kuat. Brooks termasuk di antara mereka yang berhasil untuk menciptakan sesuatu yang berbeda. Ya, vampir vs zombie mungkin juga bukan sesuatu yang benar-benar fresh. Tapi ia mengkombinasikan plot yang masih sedikit disentuh itu dengan latar belakang lokasi yang tidak umum: Asia Tenggara. Raulo Caceres, yang bertanggung jawab dalam menghasilkan gambar cerita, sukses pula menghasilkan aneka zombie (dan vampir) yang berkarakter layaknya penduduk Asia Tenggara. Bisa disimak dengan beberapa yang eksis dengan pakaian adat masing-masing.
Cerita The Extinction Parade sendiri memang masih berlanjut, karena ini adalah bagian pertama dari trilogi yang sudah disiapkan oleh Brooks. Bagian keduanya adalah The Extinction Parade: War. Nantikan reviewnya di situs ini :p
The Extinction Parade (2013)
- Story
- Art (Pencil, Ink, Colors)
- Element of Surprise
- Recommended Reading
Summary
Ide cerita yang menarik dengan mengkombinasikan plot dan TKP yang masih jarang diolah novel atau komik lain. Didukung dengan gambar yang menawan, detil super plus latar dan karakter yang sesuai dengan cerita itu sendiri. Jika ada yang harus dikomplain, mungkin karena sudah terdoktrin dari awal harus menjadikan kisah ini sebagai sebuah trilogi, cerita di volume pertamanya ini yang memang dikhususkan sebagai ajang pendahuluan dan perkenalan, di beberapa bagian terasa bertele-tele dan membosankan. Misalnya di edisi #3 yang hampir semuanya bercerita tentang Willem dan jabatan caretaker. Bukan apa-apa, dengan terbunuhnya karakter Willem di edisi #4, dan praktis hampir semua vampir tidak lagi memiliki pendamping manusia, apa gunanya hal tersebut dibahas detil hingga hampir memenuhi kuota halaman satu edisi?
Leave a Reply