Mungkin dalam 6 bulan terakhir, Airboy besutan Image Comics ini adalah komik tergila kedua yang pernah saya baca. Yang pertama? Komik gejenya Garth Ennis, Dicks – End of Time, yang diterbitkan oleh Avatar. Di salah satu episode, kedua tokoh utama tanpa sengaja berteleport ke ruang kerja penulisnya, dan ketika tahu kalau ternyata ia yang menulis cerita mereka, si penulis langsung dihajar untuk balas dendam karena selama ini di dalam cerita mereka sial terus, hueheheh.
Nah, komik Airboy ini tidak kalah gilanya. James Robinson, penulis cerita, dapat dibilang menemukan level kreativitas tertingginya di komik ini. Padahal ia bukan penulis komik kacangan, karena sebelumnya sudah malang melintang di komik-komik terbitan DC Comics dan juga Marvel. Sebut saja Earth 2, Starman, dan Fantastic Four. Untuk partnernya, ada Greg Hinkle yang patut diberi applause terhadap kreasi gambar menawan yang ada di tiap panelnya.
Lalu apa yang bikin serial komik yang masih berjalan ini mendapat poin review SEMPURNA di banyak situs / blog review komik? Satu petunjuk awal, tokoh utama dalam komik Airboy adalah… *jreng* *jreng* James Robinson dan Greg Hinkle sendiri! Pengarang, supervisor, tukang gambar komik jadi cameo yang muncul tiba-tiba di komik sih udah biasa. Tapi kalo sekalian jadi tokoh utamanya? Yang gak pake acara jaim pula. Ini baru kreatif tingkat dewa, hehehe.
Penasaran? Yuk langsung aja simak sinopsisnya di bawah ini. Eh iya, hampir lupa, komik ini NSFW alias khusus usia 17+ ke atas, ya. Yang merasa masih di bawah umur bisa baca sambil tutup mata deh 😀
Daftar Isi
Airboy #1 (3 Juni 2015)
Suatu hari, Eric Stephenson, perwakilan penerbit Image Comics (ya, karakter ini juga asli, baik nama, jabatan, maupun tampangnya), menghubungi James Robinson, memintanya untuk membuat serial komik dengan menggunakan karakter Airboy. Airboy sendiri adalah karakter komik era tahun 40’an (ini juga sungguhan), yang kini hak cipta penggunaannya sudah masuk ke ranah public domain, sehingga dapat dipakai dengan bebas oleh siapa saja.
Robinson agak enggan untuk melakukannya. Selain karena tidak ada ide apa yang harus ditulis tentangnya, ia juga sedang jenuh dengan pekerjaan menulisnya di DC Comics, karena di sana bolak-balik melakukan reboot, hehehe. Dodol juga ini Robert Kirman (bosnya Image Comics), mentang-mentang dia dulu biasa nulis di Marvel, begitu ada kesempatan si DC diserang :p
Untuk menggali ide, Robinson menghubungi Greg Hinkle dan mengajaknya bekerjasama membuat komik tentang Airboy tersebut. Keduanya tinggal di sebuah kamar motel agar bisa berkonsentrasi, tapi apa daya, tetap saja tidak ada ide yang muncul. Untuk refreshing, Robinson kemudian mengajak Hinkle untuk ‘hangout’. Dan aktivitas hangoutnya cukup total, mulai dari mabuk-mabukan, nge-drug, sampe one night stand!
Keesokan harinya, saat terbangun dan masih dalam keadaan setengah sadar, di hadapan mereka muncullah sosok Airboy!
Check out the art, guys! Totally awesome, isn’t it? Untuk alur cerita, sudah disebutkan di awal, menarik dan sangat unik. Robinson juga tidak sungkan untuk menggambarkan kegiatan-kegiatan nyeleneh yang mereka lakukan — meskipun jelas hanya sebatas cerita di komik — termasuk kehidupan seks bebasnya (padahal ia sudah memiliki istri). Seru.
Airboy #2 (1 Juli 2015)
Terkaget-kaget dengan sosok Airboy yang muncul tiba-tiba, Hinkle dan Robinson langsung melarikan diri dari TKP. Saat mereka mencoba meyakinkan satu sama lain bahwa mereka sedang berhalusinasi, Airboy muncul kembali, bahkan menanyakan kenapa tadi mereka lari meninggalkannya.
Setelah berkenalan, mereka berdua mengajak Airboy ke kamar motel tempat mereka menginap. Di sana mereka menjelaskan bahwa Airboy adalah tokoh karakter dalam komik di dunia mereka. Robinson berasumsi konsep multiverse yang diusung komik-komik DC nyata adanya, dan ada portal antar universe yang terbuka antara dunia mereka dengan dunia Airboy, sehingga Airboy bisa nyasar ke sana. Namun di sisi lain, Robinson dan Hinkle masih menganggap bahwa mereka berhalusinasi, dan fakta bahwa orang-orang lain dapat melihat keberadaan Airboy adalah bagian dari halusinasi mereka.
Mereka bertiga kemudian pergi ke sebuah bar. Airboy terkagum-kagum melihat banyak cewek cantik di sana. Padahal sebenarnya itu adalah bar tempat berkumpulnya para waria 😀 Tanpa disangka oleh kedua pengarang komik itu, Airboy ternyata sempat-sempatnya di-blowjob oleh salah satu ‘wanita’ itu di kamar mandi. Yang menjadi masalah, setelah ia ‘finish’, si ‘wanita’ minta gantian dan kagetlah Airboy melihat apa yang ada di balik rok si wanita, hehehe.
Mengira bahwa semua wanita di dunia itu punya penis — gara-gara Robinson malas menjelaskan tentang waria padanya — Airboy menjadi muak terhadap dunia itu dan tiba-tiba menteleport mereka bertiga ke dunia asli Airboy, di jaman peperangan melawan Nazi di tahun 40’an!
Cerita semakin seru. Tidak hanya karena setting TKP berpindah era, melainkan juga fakta bahwa Airboy sendiri bisa melakukan perpindahan antar universe. Tapi itu jika memang teori multiverse dan portal antar universe Robinson benar adanya. Bisa jadi kan semua yang terjadi ini hanyalah khayalan atau mimpi mereka berdua, pengaruh dari narkoba yang mereka hirup. Apapun itu, ayo cepat rilis edisi #3-nya, dah gak sabar nih 😀
Airboy #3 (5 Agustus 2015)
Airboy membawa Hinkle dan Robinson ke markas mereka, menemui rekan-rekannya yang tergabung dalam Air Fighters: Iron Ace, Skywolf, Flying Dutchman, Black Angel, dan Valkyrie. Valkyrie marah karena Airboy menghilang begitu saja, tanpa mau mendengar penjelasan Airboy, sehingga ia pergi meninggalkannya. Airboy kemudian mengajak Robinson berkeliling melihat-lihat markas mereka. Di ruangan penyimpanan mayat, ia menemukan dirinya versi dunia tersebut adalah seorang prajurit dan ia sudah mati. Kebetulan istrinya juga sama dengan versi dunia Robinson. Di sini Robinson sempat curhat bahwa ia adalah penderita bipolar (multiple personality, mood swing) dan ia sadar ia sering menyakiti hati istrinya.
Mereka berdua kemudian menuju kamar mandi. Betapa terkejutnya mereka menemui bahwa di sana Hinkle dan Valkyrie sedang ML. Valkyrie beralasan bahwa ia melakukannya untuk membalas Airboy yang sempat menghilang tanpa kabar. Airboy yang murka kemudian memerintahkan Hinkle dan Robinson untuk menjalankan misi mereka berikutnya, menghancurkan jembatan yang dijaga ketat oleh tentara musuh. Hanya berdua saja tanpa bantuan Air Fighters.
Tensi kegilaan agak menurun di edisi #3 ini, tapi cerita mulai masuk ke alur utama. Dan sepertinya bakal banyak adegan aksi di edisi-edisi berikutnya.
Airboy #4 (11 November 2015)
Dengan menyamar sebagai tentara Jerman, Hinkle dan Robinson menyusup masuk ke wilayah musuh, sesuai dengan perintah Airboy. Awalnya memang Robinson ragu akan mampu (dan mau) melakukannya, namun percakapan dengan Black Angel membuatnya yakin. No spoiler for this, silahkan dibaca sendiri dialog demi dialognya 🙂
Agar nantinya tidak tertembak saat Airboy dan komplotannya menyerbu, ia meminta keduanya membawa seragam tentara Amerika. Namun ternyata Hinkle lupa membawanya sehingga Robinson terpaksa berbagi seragam: ia menggunakan celananya dan Hinkle menggunakan kemejanya. Masalah belum habis karena mereka berdua lupa SOP dalam mengaktifkan bombnya. Tapi melihat kondisi mereka yang mulai terdesak, Robinson memaksa Hinkle untuk kabur (dengan cara mendorongnya dari jembatan hingga jatuh ke sungai), dan ia mencoba menyalakan bomb tersebut seorang diri.
Cara yang ia pilih secara acak ternyata berhasil. Bom berhasil diaktifkan dan ia segera mengambil ancang-ancang untuk kabur dari jembatan sebelum bom tersebut meledak. Langkahnya sempat terhenti karena robot tentara yang tiba-tiba menghadangnya, namun Airboy datang dan menghancurkan robot tersebut. Robinson pun melompat ke sungai tepat pada saat jembatan meledak.
Yang terjadi kemudian benar-benar anti klimaks. Keduanya ternyata terbangun di dalam bak mandi motel tempat mereka menginap (di edisi #1)! Meski demikian, baik Hinkle maupun Robinson sama-sama ingat dengan segala yang mereka alami bersama Airboy. Mimpi? Entahlah. Namun saat mereka keluar dari bak mandi, Robinson menyadari satu fakta yang berbeda dengan yang mereka alami sebelumnya (bersama Airboy), yaitu ukuran penis Hinkle yang bahkan lebih kecil dari miliknya. Jadi beneran mimpi?
Pasca kejadian tersebut, Hinkle pun memutuskan untuk kembali ke rumahnya. Ia menyarankan Robinson untuk berusaha menjadi dirinya sendiri saat menulis dan tidak usah membanding-bandingkan dirinya (dan hasil karyanya) dengan penulis lain yang lebih tenar. Hinkle berjanji untuk kembali dan bekerjasama dengannya saat ia berhasil melakukan hal tersebut.
Sebuah penantian yang tidak sia-sia. Hampir tiga bulan loh selisihnya dari edisi sebelumnya hingga Airboy edisi #4 yang juga merupakan final issue ini akhirnya dirilis. Dan sekali lagi, bukan sebuah penantian yang sia-sia. Adegan penutup plus twist yang berkesan dan menyisakan pertanyaan sendiri bagi kita pembacanya: sebenarnya yang terjadi selama 4 edisi ini nyata atau hanyalah khayalan (atau mimpi) mereka? Di luar itu, meski cukup banyak dialog di sini, adegan actionnya pun juga tidak kalah banyak, sehingga terasa proporsional dan masih nyaman untuk diikuti. Pada akhirnya, label “HIGHLY recommended” yang saya sematkan di serial ini pada awal mereview mereka tidak berubah sama sekali hingga di penghujung cerita. So let me say it once again, this comic is HIGHLY recommended, gaes! 🙂
Airboy (2015)
- Story
- Art (Pencil, Ink, Colors)
- Element of Surprise
- Recommended Reading
Review Komik
Perfect story. Perfect art. Full of surprise. HIGHLY recommended!
Leave a Reply