Sinopsis The K2 Episode 7 & Preview Episode 8 (2016)

Di sinopsis The K2 episode sebelumnya, melihat berita bahwa ayahnya, Jang Se-Joon (Cho Seong-Ha), akan menghadiri sebuah upacara di gereja katolik di Ayang-dong, Ko An-Na (Im Yoona) memutuskan untuk kabur dari tempatnya disekap. Dengan memanfaatkan keteledoran agen Jang Mi-Ran (Lee Yea-Eun) ia berhasil melakukannya. Dalam pelariannya, ia sempat bertemu dengan teman ibunya, yang semakin meyakinkannya bahwa Choi Yoo-Jin (Song Yoon-A) lah orang yang telah membuat ayahnya menjadi seperti sekarang. Setelah menyamar jadi biarawati dan menyanyikan lagu persembahan ‘Amazing Grace’ tepat di hadapan Se-Joon dan Yoo-Jin, An-Na kini sedang dibujuk oleh Kim Je-Ha (Ji Chang-Wook) untuk mau kembali ke rumah. Tanpa diduga, An-Na ternyata alergi berat pada es krim strawberry yang dibawakan oleh Je-Ha, sedang ia memakannya karena Je-Ha mengatakan bahwa Se-Joon yang meminta Je-Ha untuk membelikannya. Apa yang selanjutnya bakal terjadi di sinopsis drama korea The K2 episode 7 kali ini?

Sinopsis Episode 7

Je-Ha masih terus berusaha menyadarkan An-Na melalui CPR. An-Na sempat membuka matanya sejenak sebelum kembali tak sadarkan diri. Ketua Joo yang dalam perjalanan menuju TKP hendak menelpon 911 untuk mengirimkan ambulans ke sana. Namun direktur JSS (Ko In-Beom) tidak memperbolehkannya. Ketua Joo terpaksa menurutinya dan meminta agar laju mobil semakin dipercepat. Tak lama ia pun tiba di sana. Je-Ha segera membawa An-Na masuk ke dalam mobil dan mengambil alih kemudi.

Je-Ha melapor untuk membawa An-Na ke rumah sakit, namun ketua Joo yang ada di belakang bersama An-Na memintanya untuk mengarahkan mobil ke markas JSS. Je-Ha pun memacu kencang mobilnya dan menerabas sana sini untuk bisa tiba sesegera mungkin di markas JSS. Sesampainya di sana, beberapa orang agen sudah menyiapkan tempat tidur untuk membawa tubuh An-Na ke ruang perawatan. Sementara itu, salah satu dari dua orang wanita yang melakukan selfie di depan An-Na sebelumnya, menyadari bahwa wanita yang ada di belakang mereka mirip dengan yang pernah difoto oleh Jean-Paul Lafait beberapa waktu lalu di Spanyol. Karena yang satu lagi tidak percaya kalau yang ada di latar foto mereka adalah orang yang sama, mereka berdua akhirnya memutuskan untuk menyebarkan foto An-Na di sosmed.

Kembali ke markas JSS. Dengan perasaan menyesal karena sudah membuat An-Na memakan es krim strawberry yang ia bawakan, Je-Ha menunggu An-Na dirawat di depan kamar. An-Na sendiri saat itu kembali terbayang saat-saat dimana ia menemukan ibunya terbaring dengan obat-obatan di sampingnya. Ternyata ada orang lain bersembunyi di balik pintu kamar tersebut. Ketika An-Na kecil membalikkan badannya, orang tersebut langsung menyalakan senternya dan menyekap mulut An-Na kecil. An-Na pun terbangun dengan nafas terengah-engah. Setelah diberitahu bahwa ia berada di ruang perawatan markas JSS setelah dibawa oleh Je-Ha, An-Na sempat terbayang dengan ciuman pernafasan darutan yang diberikan oleh Je-Ha. Dalam diam ia menatap wajah Je-Ha yang juga sedang menatap wajahnya dari balik pintu.

1

2

3

Tak lama dokter keluar dari kamar An-Na. Mi-Ran dan ibunya datang menghampiri, begitu pula Je-Ha. Mi-Ran menanyakan kondisi An-Na, yang dijawab bahwa reaksi alergi An-Na untuk saat ini telah berhasil dinetralisir. Je-Ha menanyakan apakah tidak sebaiknya An-Na dibawa ke rumah sakit, namun dokter menjelaskan bahwa ia juga seorang dokter. Lagipula, perlengkapan yang dimiliki JSS malah lebih baik dari kebanyakan rumah sakit.

“Tubuhnya akan jadi baik dengan obat-obatan, namun permasalahannya adalah kondisi mentalnya,” ujar dokter. Ia melanjutkan, “Aku tidak aku apa yang akan ia lakukan lagi dengan kondisi mentalnya sekarang ini. Pada satu titik ia pasti membutuhkan seorang psikologis. Kamu harus mengawasinya dengan baik.”

Je-Ha pergi begitu saja usai mendengarkan penjelasan dokter. Ia ternyata menuju ruangan ketua Joo dan menanyakan siapa yang membatalkan pengiriman ambulans.

“Lebih baik membiarkan An-Na mati daripada publik tahu tentang An-Na,” respon ketua Joo.

“Kamu sudah mengerti sekarang?” tanyanya pada Je-Ha. “Dan kesempatan lebih baik mana yang bisa kita dapatkan selain hari ini tadi ketika kamu memberinya strawberry yang ia makan meski ia tahu ia akan mati? Bahkan anggota parlemen Jang tidak bisa mengatakan apa-apa tentang ini.”

Je-Ha kembali mempertanyakan siapa yang mengirim kembali ambulans. Ketua Joo berdiri dan menegaskan pada Je-Ha bahwa apapun yang terjadi situasi An-Na tidak akan berubah.

“Satu-satunya hal yang bisa kamu lakukan adalah melindungi dia apapun yang terjadi,” ujar ketua Joo. “Jika kamu tadi membawa An-Na ke rumah sakit, kita semua akan berakhir. Mi-Ran, penjaga rumah, dan dokter di ER juga. Dengan kata lain, semua orang yang tahu tentang An-Na. Well, terkecuali dirimu karena kamu adalah anggota Cloud Nine. Apakah kamu sudah lupa kenapa orang tua di perkebunan itu hampir mati? Bersikap seperti ini sama sekali tidak mirip denganmu. Jika mereka tahu kamu bersikap seperti ini, akan jadi lebih sulit bagimu untuk melindungi An-Na. Jika kamu benar ingin melindunginya, bersikalah seperti yang biasa kamu lakukan.”

Je-Ha tidak lagi bisa membantahnya.

4

Beberapa saat kemudian ia sudah berada di luar bersama master Sung (Song Kyung-chul). Master Sung menceritakan bahwa ia sedikit tahu tentang An-Na dan juga Se-Joon. Je-Ha baru menyadari bahwa An-Na adalah anak haram dari Se-Joon. Menurut master Sung, kemungkinan ayah An-Na adalah Go Am Wook, seorang warga negara Amerika. Ibu An-Na, Uhm Hye-rin, menikahi pria tersebut, dalan keadaan sudah hamil oleh Se-Joon. Beberapa tahun kemudian, ia kembali ke Korea bersama An-Na dan muncul di hadapan Se-Joon yang saat itu sudah menikah dan hidup bahagia dengan Yoo-Jin. Se-Joon lantas memperlakukan mereka sebagai keluarganya secara sembunyi-sembunyi di belakang Yoo-Jin. Je-Ha pun kaget begitu tahu bahwa An-Na dibawa keluar negeri sesaat setelah ibunya meninggal secara tragis.

“Aku tidak tahu apakah Choi Yoo-Jin bakal terus membiarkannya hidup jika ia terus bertingkah seperti sekarang ini,” ujar master Sung.

Di sebuah restoran, Yoo-Jin bertemu dengan anggota kongres Kim (Yoo Seung-mok). Belum jelas apa yang mereka bicarakan, namun yang pasti ada deal-dealan politik yang sedang diusahakan oleh Yoo-Jin terkait dengan presiden sekarang ini. Yoo-Jin lantas memberikan sebuah amplop yang berisi laporan peristiwa yang terjadi di sekitar presiden.

“Apakah ini sebuah ancaman?” tanya Kim.

Yoo-Jin tersenyum lalu memberikan sebuah amplop lain pada Kim. Setelah dibuka, ternyata isinya adalah dokumen rahasia dari Pyeongchang Scholarship Foundation, yayasan milik Yoo-Jin.

“Itu adalah dokumen rahasia dari yayasan dan JB Group. Kamu bisa dengan mudah melumatku dengan informasi yang ada di sana.”, ujar Yoo-Jin tenang.

“Jadi kamu menawarkan agar kita saling berbagi kelemahan?” tanya Kim.

“Ya. Tidakkah itu cukup agar kamu mau membuat deal denganku?” jawab Yoo-Jin.

Kim tertawa lalu berkata, “Seperti yang sudah ku duga darimu.”

Sementara itu, di luar restoran, dua orang berniat untuk masuk. Namun bodyguard Yoo-Jin mencegahnya, beralasan restoran sudah tutup. Keduanya sempat memaksa masuk, namun dicegah dengan paksa oleh bodyguard Yoo-Jin. Mereka pun mengurungkan niatnya. Setelah beberapa langkah berjalan, salah seorang dari mereka — yang ternyata adalah bodyguard Park Gwan-Soo (Jee Yoon-Jae) — menelpon Gwan-Soo (Kim Kap-Soo).

Kembali ke dalam restoran. Deal sepertinya sudah terjadi di antara Yoo-Jin dan Kim. Kali ini mereka mengobrol dengan santai sambil tertawa.

“Baiklah kalau begitu,” ujar Kim, “Kapan engkau akan bergabung dengan partai kita?”

“Tidak bisakah kita melakukannya diam-diam? Aku sedang menyiapkan pertunjukan yang menarik, tapi aku ingin agar engkau membuka jalan terlebih dahulu untuk kita.”

5

7

8

Pertemuan berakhir tak lama kemudian. Yoo-Jin masuk ke dalam mobilnya dimana ada Kim Dong-Mi (Shin Dong-Mi) yang sedari tadi setia menunggunya.

“Semua berjalan dengan baik, bukan?” tanya Dong-Mi.

“Apakah kelihatannya seperti itu?” tanya Yoo-Jin balik sembari tersenyum.

“Selamat, nyonya,” ujar Dong-Mi.

“Thank you,” jawab Yoo-Jin.

Sembari membuka jendela mobil dan mengulurkan tangannya, Yoo-Jin berkata, “Malam yang indah”.

Dong-Mi kaget melihatnya. Namun melihat raut muka Yoo-Jin yang bahagia dan terus tersenyum, ia pun jadi ikut tertawa. Begitu pula dengan dua orang bodyguard yang ada di kursi depan.

Kabar bahwa Yoo-Jin (dan suaminya tentunya) akan masuk ke partai yang dipimpin anggota kongres Kim sampai ke telinga Gwan-Soo. Ia tidak menyangka bahwa hal tersebut akan terjadi. Sekretarisnya lantas menyarankan untuk mengadakan vote di kalangan internal partai mereka.

“Dapatkah kamu melakukan itu?” tanya Gwan-Soo. “Orang yang membongkar dan membuang sesuatu yang kotor dan busuk akan menjadi pahlawan.”

Sementara itu, Se-Joon tampak sedang bersiap untuk acara kampanye di suatu tempat. Ia sedang dirias di ruang ganti saat asistenya mengabarkan bahwa pertemuan Yoo-Jin sudah selesai dan hasilnya sesuai yang diharapkan. Se-Joon lalu menyarankan untuk mengubah materi pidatonya nanti agar tidak menyerang pihak yang berkuasa di Blue House saat ini. Asistennya mengiyakan, lalu pergi untuk mempersiapkan materi pidato yang baru. Sepeninggal asistenya, Se-Joon mengedipkan mata untuk menggoda wanita yang sedang merias wajahnya sembari mengelus pahanya. Wanita itu hanya diam sambil tersenyum dan tersipu malu.

Yoo-Jin dan Dong-Mi tiba di markas JSS dan disambut oleh direktur JSS. Ia meminta Dong-Mi untuk terlebih dahulu menuju Cloud Nine sementara ia mampir menemui An-Na di ruang perawatan. Setibanya di kamar An-Na, Yoo-Jin meminta yang lain untuk keluar. Di luar, direktur JSS meminta dokter, Mi-Ran, dan ibunya (si penjaga rumah) untuk mengikutinya karena ada yang ingin dibicarakan. Je-Ha berdiri tepat di depan pintu agar bisa mendengar pembicaraan Yoo-Jin dan An-Na. Seorang bodyguard sempat meminta Je-Ha untuk minggir, namun begitu ditoleh oleh Je-Ha dengan tatapan tajam akhirnya ia sendiri yang melipir 😀

9

10

11

“Seragam biarawati itu cocok untukmu,” ujar Yoo-Jin sembari melangkah mendekati An-Na, “dan suara nyanyianmu juga cukup menyentuh. Apakah kamu mempelajarinya di biara?”

An-Na tidak menjawab, hanya menoleh wajahnya ke arah Yoo-Jin dengan tatapan dingin dan penuh kebencian.

“Tapi kamu tahu, memangnya apa yang kamu harapkan dengan muncul di sana?” lanjut Yoo-Jin. “Apakah kamu pikir aku menghalangimu sehingga ayahmu tidak bisa melihatmu? Kamu melihatnya di gereja juga, kan?”

An-Na memalingkan wajahnya. Terbayang di benaknya saat ia melihat ayahnya di gereja tadi.

“Ayahmu tidak ingin bertemu denganmu. Ayahmu tidak akan datang ke sini. Sama seperti saat ia tidak datang ketika ibumu meninggal atau ketika kamu pergi ke Spanyol. Aku yakin itu menyakitkan. Dan aku yakin kamu ingin membantah ini karena itu. Tapi inilah kenyataan. Semua ayah seperti itu. Aku tahu ini karena aku adalah putri seseorang juga. Meski semua putri punya perasaaan spesial terhadap ayahnya, tapi semua ayah seperti itu. Mereka tidak tahu apa yang kita rasakan. Aku yakin kamu berpikir bahwa kamu adalah satu-satunya yang ayahmu miliki, tapi kamu tidak berarti sebesar itu untuknya. Kamu adalah pecahan kecil dari beban masa lalunya.”

“Kalau begitu biarkan aku bertemu ayah,” respon An-Na. “Aku akan menanyakan itu kepadanya secara langsung.”

“Bagaimana?” tanya Yoo-Jin. “Kamu ingin agar aku menariknya ke sini di luar keinginannya? Bahkan sepasang kekasih harus menjaga sikap mereka terhadap yang lain. Ayahmu tidak ingin menemuimu, lalu apa yang kamu ingin aku lakukan?”

Mata An-Na mulai berkaca-kaca. Dengan terbata ia menjawab, “Ayah… tidak mencintaimu.”

Raut muka Yoo-Jin sekilas berubah. Namun ia menahan emosinya dan berkata, “Apakah itu yang dikatakan oleh ibumu? Tentu, aku mengerti bagaimana perasaannya sebenarnya. Ia pasti cukup membenciku. Tapi An-Na, ada sesuatu yang tidak kamu ketahui tentang ibumu karena kamu masih kecil saat itu. Sulit bagi orang seperti kita untuk mengerti. Tapi kamu tahu apa tujuan hidup bagi semua anggota parlemen? Itu adalah agar mereka dipilih kembali dalam putaran pemilihan yang berikutnya. Begitu pula ayahmu. Namun begitu, kamu tahu apa yang dikatakan oleh ibumu kepadanya pada saat itu? Ibumu menggunakanmu untuk memeras ayahmu. Bahkan pada saat waktu pemilihan sudah dekat. Ia mungkin adalah ibu yang baik untukmu, tapi.. pikirkan sendiri. Aku yakin saat itu juga sulit bagimu karena ibumu adalah pecandu alkohol. Bagaimana lagi kamu bisa memberikan obat itu dengan tanganmu sendiri?”

“Itu tidak benar,” bantah An-Na sambil menahan tangisnya. “Ibuku tidak mati karena obat tidur yang aku bawakan. Ada orang lain di rumah pada saat itu. Dan dia mencoba membunuhku juga.”

“Lalu? Apakah itu aku? An-Na, memorimu membohongimu. Terkadang kebenaran sulit untuk dipercaya. Tapi inilah kebenaran itu. Ibumu mati karena pil yang kamu berikan kepadanya.”

“Bohong! Aku sudah dengar semuanya dari penjaga rumah yang lama.” ujar An-Na.

“Penjaga rumah yang lama? Oh, wanita yang kamu temui sebelumnya di fasilitas penunjang hidup (semacam panti jompo)? Jika aku memang benar membunuh ibumu dan wanita itu tahu tentangnya, apakah kamu pikir aku akan membiarkan wanita itu hidup?” respon Yoo-Jin.

Je-Ha yang mendengar percakapan mereka mendadak masuk dan meminta Yoo-Jin untuk berhenti dengan alasan An-Na masih sakit. Tak disangka Yoo-Jin menurutinya. Ia pun pergi setelah sebelumnya berbasa-basi meminta agar An-Na lekas sembuh dan menjaga kesehatannya. Saat berpapasan dengan Je-Ha, Yoo-Jin memintanya untuk menemuinya di Cloud Nine.

“Jangan menangis dan tunggulah. Aku akan membawakan ayahmu ke sini.” janji Je-Ha sebelum ia pergi menyusul Yoo-Jin.

12

14

13

Sekelompok orang masuk ke tempat acara Se-Joon. Setelah melewati pemeriksaan, mereka langsung menuju ke sebuah ruangan dan mengambil beberapa bungkusan yang sudah disembunyikan terlebih dahulu di plafon. Je-Ha tiba tak lama kemudian. Ia sempat melihat sekelompok orang tersebut dan merasa curiga terhadap mereka. Namun saat hendak membuntutinya, ketua tim VIP Seo yang berjaga di gerbang pemeriksaan memanggilnya dan menanyakan apa yang ia kerjakan di sana. Je-Ha beralasan ia hanya ingin melihat penampilan Se-Joon. Seo tidak terlalu percaya kepadanya, namun Je-Ha cueks aja dan berjalan meninggalkannya begitu saja.

Acara kampanye pun dimulai. Begitu mengetahui kelompok orang mencurigakan tadi ada di dalam, Je-Ha segera memberitahu bodyguard yang lain agar berjaga-jaga terhadap mereka. Seo mengatakan bahwa mereka telah melalui pemeriksaan keamanan sehingga seharusnya tidak berbahaya. Karena penasaran, Je-Ha memeriksa keluar ruangan. Ia jadi makin curiga saat mendapati ada sebuah mobil polisi (yang penuh dengan polisi berpakaian preman) sedang standby di bagian belakang. Je-Ha kemudian masuk kembali ke tempat acara dan mengawasi kelompok mencurigakan tadi dari belakang panggung, dekat tempat Se-Joon berkampanye.

Salah seorang di antaranya, yang duduk di baris depan, tiba-tiba berdiri. Tanpa pikir panjang, mengira ia akan melakukan sesuatu, Je-Ha bergegas berlari menghampirinya dan menerjangnya. Ia pun kaget begitu mengetahui bahwa orang itu adalah Sung-gyu alias K1 (Lee Jae-woo) yang sedang menyamar! Sung-gyu segera meminta Je-Ha untuk berdiri dan sejurus kemudian, bersama dengan orang-orang yang sedari tadi dicurigai Je-Ha, mereka melemparkan telur ke arah Se-Joon sembari berteriak, “Kamu harus dihancurkan”.

Ternyata itu semua hanyalah aksi teatrikal yang sengaja dirancang oleh tim kampanye Se-Joon untuk menunjukkan bahwa ia adalah seorang politisi yang membela masyarakat kecil yang tertindas. Dan pertunjukannya memang cukup berhasil. Orang-orang terlihat jadi makin bersemangat untuk mendukungnya. Untuk lebih meyakinkan mereka, Se-Joon meminta kejaksaan untuk menginvstigasi International Finance Group yang selama ini mendukungnya, juga menolak menggunakan hak imuniti yang ia miliki sebagai anggota parlemen sehingga bisa ikut diperiksa jika diperlukan serta tidak keberatan untuk diperiksa dan disita hartanya jika memang ada yang mencurigakan. Dan jika ada sedikit saja dari dirinya yang ketahuan berbuat curang, ia memastikan akan segera mundur sebagai kandidat presiden. Semua yang hadir bertepuk tangan dan mengelu-elukan namanya.

15

16

17

Menuju ruang ganti, Se-Joon memberitahu pada bodyguardnya bahwa ia akan mandi terlebih dahulu untuk menghilangkan bekas lemparan telur di tubuhnya, sehingga mungkin akan makan waktu lama. Sudah ada si perias menunggunya di dalam. Dengan santai Se-Joon melepas pakaiannya dan masuk ke kamar mandi sembari meminta si perias untuk menyusulnya. Di luar, asisten Se-Joon yang sudah tahu ulah atasannya, memilih menunggu sambil ngopi. Ketua Joo pun mengikutinya, menyisakan satu orang bodyguard yang berjaga di depan ruang ganti. Tak lama kemudian, tanpa diduga, si wanita perias memberi tanda pada bodyguard yang berjaga di depan melalui ketukan di pintu. Bodyguard tersebut lantas memeriksa keadaan sekeliling lalu mengetuk balik pintu tersebut. Pintu terbuka dan si bodyguard menyerahkan suntikan yang ia keluarkan dari balik jasnya. Tanpa mereka sadari, Je-Ha mengetahui hal tersebut.

Wanita perias membuka pintu kamar mandi dan hendak melangkah masuk. Se-Joon melihatnya dengan senang. Tiba-tiba saja seperti ada yang menarik wanita tersebut ke belakang dan sesaat kemudian ganti Je-Ha yang masuk, meminta Se-Joon untuk segera bersiap meninggalkan tempat tersebut. Di belakang Je-Ha tampak si wanita perias sudah tak sadarkan diri dengan suntikan berada di dekat tangannya.

Polisi berpakaian preman yang berada di belakang tiba-tiba mulai bergerak. Mereka menerobos masuk gerbang keamanan dan langsung menuju ruang ganti, tanpa mempedulikan bodyguard-bodyguard Se-Joon yang berusaha mencegah mereka. Sementara itu, di ruang ganti, Je-Ha sepertinya sudah paham bahwa polisi-polisi tadi merupakan bagian dari usaha untuk menjebak Se-Joon yang dilakukan oleh Gwan-Soo. Ia yakin dalam waktu dekat mereka akan datang untuk menggerebek ruang ganti. Dan benar tebakan Je-Ha, baru beberapa langkah berjalan meninggalkan ruang ganti, polisi-polisi tersebut sudah langsung melihat mereka dan langsung mengejar Je-Ha dan Se-Joon.

Untunglah setelah itu mereka berpapasan dengan ketua Joo dan rombongan bodyguard JSS lainnya. Dengan segera Je-Ha memberitahu Joo bahwa polisi yang mengejar mereka adalah anak buah Gwan-Soo lalu melanjutkan larinya bersama Se-Joon untuk menuju ke parkiran mobil. Para polisi korup yang mengejar segera mengeluarkan pistolnya ke arah Joo dkk, yang direspon dengan tindakan serupa.

“Kamu tahu bahwa ini pelanggaran hukum, bukan?” tanya seorang detektif yang ternyata memang adalah anak buah Gwan-Soo (yang sebelumnya mendatangi restoran tempat pertemuan Yoo-Jin).

“Tangkap aku kalau begitu,” balas ketua Joo.

Detektif tersebut lantas menghubungi rekannya di luar, memberitahu mereka untuk memblokir jalan keluar.

“Tunjukkan kepadaku surat penahanan,” pinta ketua Joo. “Meski aku yakin kamu tidak punya karena kamu sudah merencanakan ini dan menunggu di luar sedari awal.”

“Surat penahanan? Aku tidak butuh itu.,” respon si detektif. “Korban menghubungi kita dan melaporkannya atas penyerangan seksual.”

Tiba-tiba asisten Se-Joon datang dan menunjukkan foto si wanita perias dan bodyguard palsu yang sedang tergeletak tak sadarkan diri.

“Lihat, keduanya ada di pihak yang sama.” ujarnya.

“Hubungi kantor pusat dan laporkan ada polisi yang berkonspirasi untuk membunuh seorang politisi,” ujar ketua Joo dengan tegas pada salah seorang bodyguard. “Dan kirim juga bukti foto itu!”

Saat itu Je-Ha sudah berhasil membawa Se-Joon melewati blokir polisi. Begitu mendapat laporan bahwa mereka lolos, ketua Joo segera menurunkan pistolnya, diikuti oleh bodyguard JSS yang lain.

“Baiklah, ku rasa pertunjukan sudah usai sekarang.”

Detektif dan polisi lainnya melakukan hal yang sama.

“Baiklah, sampai bertemu di lain waktu,” ujar si detektif.

18

19

20

Di mobil, Se-Joon tertawa senang karena berhasil lolos dari masalah. Ia pun berterima kasih pada Je-Ha yang sudah menyelamatkannya. Ia lalu bertanya kemana tujuan mereka.

“Menemui putrimu,” jawab Je-Ha.

Se-Joon kaget mendengarnya. Ia meminta Je-Ha untuk menghentikan mobilnya, namun Je-Ha tidak mempedulikannya.

“Jika kamu tidak ingin menemuinya, pergi dan katakan itu di hadapannya, daripada memberikan seorang wanita muda harapan palsu.”

“Siapa yang memerintahmu untuk melakukan hal seperti ini?” tanya Se-Joon.

“Aku bukan tipe orang yang melakukan sesuatu seperti ini karena diperintah,” jawab Je-Ha. Ia melanjutkan, “Kamu tahu, seekor anjing bahkan punya insting untuk melindungi anak anjing yang mereka punya. Kamu tahu dimana aku menemukan An-Na hari ini? Dream Land. Kamu ingat sekarang? Kamu tahu apa yang ia katakan ketika aku menemukannya? Ia khawatir terhadapmu.”

Se-Joon langsung marah begitu mendengar An-Na memakan es krim straweberry.

“Itu benar, ia bisa saja mati. Ku rasa An-Na tidak melakukan bunuh diri karena ia membencimu. Itu karena ia menyadari bahwa ia adalah beban dalam hidupmu dan mencoba untuk menghilang begitu saja. Itu mungkin sebabnya ia memakannya.” jelas Je-Ha.

Se-Joon tidak tahu harus berkata apa-apa lagi. Setibanya di markas JSS, ia berkata, “Jika kamu benar melakukan semua ini hanya untuk An-Na, berjanjilah padaku bahwa engkau akan melindunginya hingga akhir. Jika kamu melakukan itu, aku akan menemuinya.”

“Tentu, aku berjanji.” respon Je-Ha.

Sesaat kemudian ponsel Je-Ha berbunyi. Ketua Joo dengan emosi menanyakan keberadaannya. Se-Joon yang mendengarnya segera mengambil alih hp Je-Ha dan memberitahu Joo bahwa ia bisa menjemputnya di markas JSS.

“Alasan aku tidak menemui An-Na selama ini adalah karena menemuinya bisa membuatnya dalam bahaya,” ujar Se-Joon. “Aku sudah menjual jiwaku kepada iblis untuk memenuhi keserakahanku. Dan karena itu aku kehilangan moral dan orang-orang yang aku cintai. Tapi keserakahan ini tidak datang dengan rem. Aku harus lebih mempercepat lagi lajunya untuk bisa melepaskan diri dari cengkraman Yoo-Jin. An-Na adalah sandera. Aku hanya bisa menyelamatkannya saat itu aku sudah mendapat kekuatan besar. Jika aku mundur sekarang, Yoo-Jin akan menganggap An-Na tidak ada gunanya lagi. Dan jika itu terjadi, An-Na akan berada dalam bahaya. JIka aku menemui An-Na dan mengatakan satu hal saja yang salah, Yoo-Jin akan menyadari apa yang aku coba lakukan dan menyembunyikan An-Na di tempat dimana aku tidak akan pernah bisa menemukannya. Itu sebabnya fakta bahwa An-Na berada di Korea terasa seperti hukuman mati untukku. Dan itu pula sebabnya kenapa kamu tidak seharusnya membawaku ke sini. Tapi tidak ada gunanya menyesali yang sudah terjadi. Kamu sebaiknya menjaga janjimu. Aku mohon kepadamu.”

Se-Joon memejamkan matanya sejenak, lalu berkata, “Baik, ayo kita pergi. Untuk membuat putriku yang malang menjadi lebih sedih lagi.”

Je-Ha tidak bisa berkata apa-apa mendengarnya.

21

22

Se-Joon melangkah keluar dari mobil dan disambut oleh direktur JSS. Tanpa basa-basi ia langsung mengatakan akan menemui An-Na. Di Cloud Nine, Yoo-Jin yang mengetahuinya segera meminta Mirror untuk menunjukkan rekaman CCTV tempat dimana An-Na dirawat. Se-Joon sendiri, begitu masuk ke dalam dan melihat kamera CCTV di sudut kamar, langsung sadar bahwa kemungkinan gerak-geriknya saat itu sedang diawasi Yoo-Jin. Ia pun berpura-pura tidak tahu mengenai penyebab An-Na dirawat dan berpura-pura kaget saat dokter mengatakan penyebabnya adalah alergi straweberi. Yoo-Jin ternyata percaya itu dan heran kenapa Se-Joon tidak tahu bahwa anaknya alergi strawberi.

An-Na sendiri sedari tadi memalingkan tubuhnya menghadap tembok. Se-Joon lantas meminta yang lain untuk meninggalkannya sendiri di kamar. Begitu yang lain pergi, Se-Joon duduk di samping An-Na dan membalikkan tubuhnya sehingga menghadap ke arahnya. Ia mengatakan bahwa sudah tidak ada orang lain di sana sehingga mereka bisa mengobrol berdua. An-Na masih tetap memejamkan matanya.

Se-Joon lantas membelai pipi An-Na dengan lembut. An-Na membuka matanya dan langsung memeluk ayahnya sembari menangis. Se-Joon menyambut pelukan An-Na sambil tertawa terkekeh. Dalam hati ia berkata.

Maafkan aku, An-Na

“Aku sangat merindukanmu, ayah,” ujar An-Na.

“Ya, aku juga merindukanmu, An-Na,” balas Se-Joon. Diam-diam ia mengusap air mata yang mulai membasahi kelopak matanya.

Setelah melepaskan pelukan An-Na, Se-Joon memandang wajah anaknya sembari tersenyum.

“Lihat sudah seberapa besar dirimu sekarang. Kamu bahkan mungkin sudah bisa menikah. Ya An-Na, tunggulah sedikit lebih lama lagi. Di saat aku menjadi presiden, aku akan memilih pria yang baik untukmu. Kamu akan bisa berkencan dan pergi menemui teman-temanmu. Kamu akan mendapat hidup yang menyenangkan. Dan jika saat itu datang, aku akan menikahkanmu. Jadi kamu tidak perlu lagi khawatir tentang apapun. Oke?”

“Ayah, tolong dengarkan aku,” ujar An-Na. “Ibu tidak melakukan bunuh diri. Aku ingat segalanya yang terjadi di malam itu. Saat aku masuk ke kamar ibu, ia sudah jatuh pingsan. Dan seseorang menutup mataku sehingga aku tidak bisa melihat siapa mereka, dan mulutku juga.”

“An-Na, semua itu sudah menjadi masa lalu sekarang. Kamu harus melupakannya sekarang.”

“Itu benar, ayah!” balas An-Na. “Dan wanita itu datang. Choi Yoo-Jin pasti yang membunuh ibu.”

Se-Joon meminta An-Na untuk berhenti dan tidak berbicara seperti itu lagi karena jika ada orang yang mendengarnya maka itu akan menghalangi jalannya (menjadi presiden) serta akan berakibat buruk pada An-Na. Ia meyakinkan An-Na bahwa ia hanya mengimajinasikan hal-hal tersebut.

“Tidak, ayah,” An-Na mencoba membantah. “Ibu menangis terus di hari itu, sehingga aku memberikannya obat tidur itu. Tapi…”

“An-Na!”, potong Se-Joon. “Apakah kamu benar akan menjadi seperti ini? Apakah kamu melakukan ini karena kamu ingin melihat ayahmu gagal? Jika kamu mengatakan hal seperti itu lagi, aku tidak akan melihatmu lagi. Kamu mau seperti itu?”

“Ayah…”, gumam An-Na.

“Ya. Kamu adalah gadis yang baik,” ucap Se-Joon sembari memeluk An-Na. “Ya, seperti itulah kamu seharusnya.”.

Maafkan aku, An-Na. Tunggulah lebih lama lagi.

Kembali dalam hati Se-Joon berkata.

23

24

25

26

An-Na lalu melepas pelukan ayahnya. Ia berkata, “Ada sesuatu yang ingin aku tanyakan kepadamu, ayah. Apakah kau mencintai ibu?”

“Tentu saja. Itu sebabnya kamu lahir.”

“Dan apakah ibu benar-benar menggunakanku untuk memerasmu?” tanya An-Na lagi.

Se-Joon langsung menyadari bahwa pertanyaan An-Na barusan disebabkan oleh Yoo-Jin. Ia pun terdiam sejenak, bimbang harus menjawab apa. An-Na mulai meneteskan air matanya kembali.

“Apakah itu sebabnya kamu meninggalkan aku dan ibu?” tanya An-Na.

“An-Na, itu adalah urusan orang dewasa.” jawab Se-Joon perlahan.

“Aku juga orang dewasa sekarang. Dan aku ingin tahu.” balas An-Na.

“An-Na, itu tidak penting lagi sekarang.”

“Kamu bilang kamu mencintai ibu. Tapi ibu mati! Dan aku dipaksa untuk pergi ke luar negeri, tapi kamu tidak sekalipun datang untuk melihatku! Lalu kenapa itu tidak berarti?”

“An-Na, ayahmu adalah orang yang melakukan hal penting untuk negara ini. Dan ketika kamu melakukan hal penting seperti yang aku lakukan, urusan yang tidak terlalu signifikan terpinggirkan.”, jawab Se-Joon sambil memaksakan diri untuk tertawa.

27

“Jadi itu benar,” ujar An-Na. Ia teringat perkataan Yoo-Jin sebelumnya, bahwa dirinya bagi ayahnya tidak seberharga yang ia bayangkan. Ia melanjutkan, “Yang dikatakan Choi Yoo Jin kepadaku benar. Semua hanyalah ilusi fana.”

Sambil menahan tangis, An-Na kembali merebahkan dirinya ke tempat tidur dan memalingkan wajahnya dari ayahnya. Se-Joon, juga sambil menahan tangisnya, lalu berpamitan sambil berjanji akan datang lagi nanti.

Di Cloud Nine, dengan tertawa sembari meneteskan air mata, Yoo-Jin berkata dalam hati.

Untuk berpikir bahwa aku menggantungkan nasibku pada sampah sepertimu….

Ia pun terus tertawa, namun lambat laun berubah menjadi tangisan. Sama halnya dengan An-Na, yang tidak lagi bisa menahan tangisnya di tempat tidur.

[wp_ad_camp_1]

Preview Episode 8

» Sinopsis Ep 8 selengkapnya

sinopsis thek2 7

Leave a Reply