Sinopsis Man Living At My House Episode 9 & Preview Episode 10 (21 November 2016)

Di cerita sebelumnya, karena ulahnya sendiri, Do Yeo-Joo (Jo Bo-Ah) harus rela putus dengan Jo Dong-Jin (Kim Ji-Hoon) yang sebenarnya sudah berniat untuk menikahinya. Sementara itu, Bae Byung-Woo (Park Sang-Myeon) akhirnya menceritakan alasan di balik ancamannya bahwa Go Nan-Gil (Kim Young-Kwang) dan Hong Na-Ri (Soo-Ae) tidak seharusnya bersama, bahwa Nan-Gil telah tidak sengaja membunuh ayah Na-Ri beberapa tahun lalu saat sedang menagih hutangnya. Apa yang kira-kira bakal terjadi selanjutnya di sinopsis drama korea Sweet Stranger And Me episode 9 ini?

Sinopsis Episode 9

“Ayah Na-Ri tidak mati,” ujar Nan-Gil.

“Aku akan mengeceknya untukmu,” respon Byung-Woo, “Jadi datanglah menemuiku kapan saja.”

“Aku akan mengeceknya sendiri,” balas Nan-Gil, “Aku tidak percaya siapa pun lagi.”

Nan-Gil lalu melangkah pergi meninggalkan Byung-Woo dengan wajah pucat, tanpa menghiraukan Na-Ri yang khawatir terhadapnya. Byung-Woo juga menyadari hal tersebut dan menanyakan pada Kim Wan-Sik (Woo Do-Hwan) apakah Nan-Gil sakit.

1

Kim Ran-Sook (Jeon Se-Hyun) tiba di depan rumah Na-Ri dengan naik taksi. Karena tidak ada jawaban saat ia memanggil-manggil Na-Ri dari pintu pagar rumahnya, ia pun menuju ke Hong Dumplings dan dengan lantang menanyakan pada Lee Yong-Kyoo (Ji Yoon-Ho) mengenai keberadaan Na-Ri. Anak buah Da Da Finance yang ternyata sedang makan pangsit di sana langsung menoleh ke arah Ran-Sook.

Khawatir suasana jadi tidak kondusif, Yong-Kyoo dengan lirih meminta Ran-Sook untuk menunggu karena mungkin Na-Ri sedang keluar bersama dengan bosnya. Kembali dengan lantang ia bertanya apakah memang benar Nan-Gil yang memiliki restoran tersebut. Lagi-lagi anak buah Da Da Finance langsung menoleh ke arah Ran-Sook. Yong-Kyoo pun mengingatkannya untuk berbicara perlahan. Ran-Sook mengiyakan.

2

“Kamu baik-baik saja? Apakah kamu sudah minum obatmu?” tanya Na-Ri yang khawatir terhadap Nan-Gil.

Secara reflek Nan-Gil menepis tangan Na-Ri.

“Aku baik-baik saja,” jawab Nan-Gil, “Maafkan aku. Aku hanya sakit kepala.”

Nan-Gil kembali melangkah lebih dulu meninggalkan Na-Ri. Tak lama ia tiba di restoran. Anak buah Da Da Finance langsung memberi hormat begitu melihat kedatangannya. Nan-Gil tidak menghiraukan mereka dan langsung masuk ke kamarnya.

Bertemu dengan Na-Ri, Ran-Sook memaksanya untuk kembali sekarang juga ke Seoul. Na-Ri memintanya untuk menunggu terlebih dahulu. Ran-Sook jadi kesal dan membentaknya dengan lantang. Dan lagi-lagi anak buah Da Da Finance menoleh ke arah mereka.

Di kamarnya, Nan-Gil meminum obatnya untuk menenangkan rasa paniknya. Ia kembali teringat dengan apa yang terjadi saat ayah Na-Ri melompat dari atas gedung dan terjatuh dengan kepala bersimbah darah. Nan-Gil memegangi kepalanya yang terasa pusing.

3

Di restoran, Na-Ri merayu Ran-Sook untuk makan pangsit terlebih dahulu sebelum pulang. Sementara itu, anak buah Da Da Finance mendapat panggilan untuk meninggalkan tempat tersebut. Mereka pun pergi begitu saja tanpa membayar setelah memberi hormat pada Yong-Kyoo.

“Aku tahu ini akan terjadi,” ujar Yong-Kyoo, “Lihat saja mata si bos. Matanya tidak wajar. Aku tahu ia punya pundak lebar, tapi ia gangster.”

Ran-Sook melirik tajam ke arah Na-Ri, seolah mengamini ucapan Yong-Kyoo.

“Tunggulah di mobil, aku harus mengambil barangku,” pinta Na-Ri pada Ran-Sook, “Aku juga perlu berbicara dengannya. Aku akan cepat.”

“Baiklah. Bawa ia keluar bersamamu. Ia bahkan tidak menyapa saat ia datang,” respon Ran-Sook.

Na-Ri lantas menuju kamar Nan-Gil dan mengetuk pintunya. Ia langsung masuk begitu saja setelah Nan-Gil membukakan pintunya. Na-Ri menanyakan kondisi Nan-Gil, yang ia jawab baik-baik saja. Na-Ri kemudian ganti menanyakan tentang orang yang tadi berbicara dengan Nan-Gil. Nan-Gil menjawab bahwa itu adalah bekas ayah angkatnya, bos Da Da Finance.

“Aku takut,” ujar Na-Ri, “Ada satu alasan kenapa aku takut. Aku takut kamu akan terluka.”

“Maka kamu tidak perlu merasa takut, aku tidak akan terluka,” jawab Nan-Gil.

4

Tiba-tiba Ran-Sook berteriak dari restoran, meminta Na-Ri untuk buru-buru. Setelah memberitahu Nan-Gil bahwa itu adalah temannya dan ia membenci Nan-Gil, Na-Ri mengatakan bahwa persahabatan mereka bisa saja retak karena Nan-Gil yang tadi tidak menghiraukannya saat tiba di restoran. Terlebih ada gerombolan orang aneh yang memberi hormat kepadanya.

“Ia teman yang baik. Aku juga tidak akan menyukai diriku sendiri,” respon Nan-Gil.

“Aku merasa buruk mengatakan ini, tapi ia punya suami, anak, dan orang tua. Aku mungkin ada di urutan ke-4 atau ke-5 untuknya,” ujar Na-Ri. Ia lalu memegang dada Nan-Gil dan melanjutkan, “Bagaimanapun, aku ada di urutan pertama di sini. Kamu hanya punya aku. Aku akan mencoba memperbaiki persahabatan kami.”

Saat Na-Ri hendak melangkah keluar, Nan-Gil memegang lengannya.

“Aku… seandainya…”

“Aku tidak suka ‘seandainya’. Katakan padaku saat kamu sudah yakin,” pinta Na-Ri.

Dan lagi-lagi teriakan Ran-Sook membuyarkan momen kebersamaan mereka.

5

Kwon Duk-Bong (Lee Soo-Hyuk) dan Kwon Duk-Sim (Shin Se-Hwui) tiba di rumah sakit. Duk-Sim yang tadinya khawatir setengah mati langsung berubah jadi ketus seperti biasanya begitu tahu ibunya tidak apa-apa. Ketua Kwon yang juga ada di sana, asyik bersantai nonton TV, kemudian mengajak Duk-Bong keluar mengikutinya.

Di depan rumah sakit, ketua Kwon memberitahu Duk-Bong bahwa istrinya terjatuh gara-gara berantem dengan saudara laki-laki Duk-Bong.

“Yang mereka pikirkan hanya uang,” keluh ketua Kwon.

Ia lantas memerintahkan ajudannya untuk memberikan sebuah amplop pada Duk-Bong. Saat dibuka, ternyata isinya adalah surat pengajuan perpindahan hak milik tanah.

“Hong Dumplings’ dulunya adalah tanah kita. Seseorang mengambil untung dari kakekmu dan mengambilnya. Kamu harus mendapatkannya kembali,” ujar ketua Kwon, “Jika mereka menjualnya untuk uang, ini tidak akan terjadi.”

“Jika ia memberikannya, kita tidak bisa mengambilnya kembali,” respon Duk-Bong.

Ketua Kwon tidak peduli dan memaksa Duk-Bong melakukannya karena itu sebabnya ia menyekolahkannya di sekolah hukum.

6

Duk-Bong memandangi surat permohonan tersebut dengan galau di ruang tunggu rumah sakit. Di depannya, ada Yeo-Joo dan ibunya yang sedang mengurus kamar inap untuk ayah Yeo-Joo. Yeo-Joo kesal pada petugas rumah sakit karena tidak mau mengecek kamar di kelas yang lebih rendah dan langsung menempatkan ayahnya begitu saja di kamar kelas tinggi dengan biaya mahal. Bukannya membela Yeo-Joo, ibunya malah meminta maaf pada petugas tersebut, sehingga Yeo-Joo menjadi lebih kesal lagi. Saat itu ia baru sadar ada Duk-Bong duduk tidak jauh dari tempatnya berdiri, sedang mendengarkannya.

7

Nan-Gil memasukkan beberapa kotak pangsit ke mobil Ran-Sook sebagai bekal di jalan. Ran-Sook tidak mempedulikan Nan-Gil yang berpamitan dengannya. Namun setelah sempat memacu mobilnya, sejurus kemudian Ran-Sook menghentikan mobilnya dan turun menemui Nan-Gil.

“Aku tidak tahu aku akan mengatakan hal seperti ini,” ujar Ran-Sook lantang, “kalian berdua tidak akan pernah bisa bersama. Aku tidak pernah mendiskriminasikan orang, tapi aku tidak bisa membiarkan temanku berkencan dengan gangster sepertimu.”

Nan-Gil hanya menundukkan kepala seperti anak kecil yang sedang dimarahi oleh ibunya. Na-Ri menghampiri mereka sesaat kemudian dan menanyakan apa yang sedang mereka bicarakan.

“Kita sedang berbicara apa yang kamu pikirkan. Kenapa?” jawab Ran-Sook galak.

“Apa yang kamu katakan saat dia sudah melalui banyak hal?” balas Na-Ri.

“Apa yang sudah ia lalui?”

“Kalau kamu tahu kenapa, apa kamu akan membantu?”

“Jangan seperti ini. Ia tidak mengatakan hal yang serius,” Nan-Gil coba menenangkan Na-Ri.

“Apa? Kamu pikir apa yang aku katakan bukanlah hal yang serius?” Ran-Sok kembali memarahi Nan-Gil. “Itu berat sekali bagiku untuk mengatakannya kepadamu!”

“Kenapa kamu berteriak kepadanya? Apa kamu merendahkannya?” potong Na-Ri, membela Nan-Gil.

Ran-Sook kesal mendengarnya dan segera kembali masuk ke dalam mobil. Nan-Gil lalu memberitahu Na-Ri agar jangan kesal dengan Ran-Sook dan berusaha untuk berbaikan dengannya. Na-Ri pun lantas berpamitan kembali dengan Nan-Gil.

8

Di jalan, Na-Ri dan Ran-Sook saling terdiam.

“Kamu punya perasaan dengannya?” tanya Ran-Sook memecah keheningan.

“Aku tidak ingin mengenalkannya kepadamu seperti ini,” jawab Na-Ri.

“Bangunlah. Kamu tidak menyukainya. Maksudku itu hanya respon biologis karena kamu merasa stress dan kesepian.”

“Apa yang kamu maksudkan?”

“Ia terlihat oke. Dan tentu saja, badannya bagus. Saat kamu melihat ke dalam matanya, kamu mungkin berpikir bahwa kamu ingin berada dalam pelukannya. Tapi itu bukan cinta. Kamu hanya tertarik pada tubuhnya,” jelas Ran-Sook panjang lebar.

“Gosh,” respon Na-Ri sambil tertawa.

“Jangan tertawa. Aku serius. Apa kamu tidak lihat para gangster menyapanya? Kamu tidak akan tahu apa yang sudah ia lakukan sebelumnya. Jangan terlibat dengannya. Jangan datang ke sini. Maka kamu tidak akan melihatnya. Keluar dari pandangan, keluar dari pikiran.”

Na-Ri terdiam, teringat saat Nan-Gil menyatakan cintanya dan juga saat mereka berciuman.

“Ran-Sook,” ujar Na-Ri lirih.

“Gosh, ada apa dengan nada itu? Itu membuatku merasa gugup,” respon Ran-Sook.

“Aku tidak yakin apakah aku bisa hidup tanpanya,” lanjut Na-Ri, “Keluar dari pandangan, keluar dari pikiran? Aku rasa itu tidak akan berhasil.”

“Hei, kendalikan dirimu,” balas Ran-Sook.

“Aku rasa aku akan tinggal di sini membuat pangsit di sisa hidupku,” ujar Na-Ri.

“Kamu ingin melihatku pingsan saat mengemudi?”

9

Yoon-Kyoo menghampiri Nan-Gil yang sedang membuat adonan dan menanyakan apakah mungkin suatu saat keadaan di restoran menjadi lebih parah dari sekarang atau malah terjadi perkelahian besar. Nan-Gil tidak menjawabnya, justru Kang Han-Yi (Jung Ji-Hwan) yang tiba-tiba meletakkan rantang yang ia bawa dengan keras, sebagai tanda bagi Yong-Kyoo untuk diam. Karena Yong-Kyoo masih belum paham, Park Joon (Lee Kang-Min) terang-terangan meminta Yong-Kyoo untuk pulang saja dan menyerahkan sisa pekerjaan hari itu pada mereka. Yong-Kyoo jadi curiga ada sesuatu di antara mereka bertiga.

10

Yeo-Joo menghampiri Duk-Bong dan duduk di sampingnya. Setelah menanyakan siapa keluarga Duk-Bong yang sakit, tanpa mempedulikan Duk-Bong yang jelas-jelas terlihat tidak tertarik ngobrol dengannya, Yeo-Joo menceritakan tentang keluarganya. Tiba-tiba Duk-Sim muncul sambil berteriak lantang dan ditarik oleh dua orang bodyguard ketua Kwon. Duk-Bong lantas mendatangi mereka dan menanyakan apa yang terjadi. Salah satu bodyguard menjawab bahwa itu adalah perintah dari ibunya. Duk-Bong pun meminta Duk-Sim agar tidak membuat keributan dan ia menuju lift untuk menemui ibu tirinya.

“Tolong bawa kakakku,” pinta Duk-Sim pada Yeo-Joo yang kebetulan mengikuti Duk-Bong ke tempat Duk-Sim diseret.

Yeo-Joo bingung kenapa Duk-Sim malah minta tolong kepadanya. Namun demikian, ia tetap membantunya. Saat kedua bodyguard memasukkan Duk-Sim ke dalam mobil, diam-diam Yeo-Joo membuka pintu mobil yang satu lagi dan mengajak Duk-Sim kabur. Mereka pun berlari meninggalkan rumah sakit. Duk-Bong yang sempat kembali karena tidak tega dengan Duk-Sim yang diperlakukan seperti tadi hanya bisa bengong melihat Duk-Sim kabur bersama Yeo-Joo. Ia lantas mengatakan pada bodyguard agar memberitahu ibunya bahwa Duk-Sim bersamanya.

12

Duk-Sim terus berlari, berusaha menghindar dari Yeo-Joo. Pada akhirnya Yeo-Joo berhasil menangkapnya. Meski sudah diberitahu bahwa Yeo-Joo kenal dengan Duk-Bong dan ada di pihaknya, Duk-Sim tetap saja berusaha untuk memberontak, bahkan sampai membuat jaket Yeo-Joo robek. Dengan gaya ala polisi yang sedang menangkap penjahat, Yeo-Joo menahan tangan Duk-Sim di belakang punggungnya dan memintanya untuk tidak memberontak lagi. Duk-Sim pun menangis.

13

Na-Ri menelpon Nan-Gil, memberitahunya bahwa ia sudah sampai di rumah, juga sudah berbaikan dengan Ran-Sook. Nan-Gil hanya merespon dengan singkat. Setelah berpesan agar Nan-Gil nanti mengirim pesan kepadanya dan menelponnya, mereka menutup telpon.

Sambil makan di kafe, Yeo-Joo menanyakan kenapa Duk-Sim tidak berterima kasih kepadanya karena sudah menolongnya. Alih-alih melakukannya, Duk-Sim malah meminta Yeo-Joo untuk mengikat rambutnya ke belakang. Dengan heran Yeo-Joo melakukannya.

“Gosh, ini tidak bisa dipercaya,” respon Duk-Sim begitu melihatnya.

“Kenapa?” tanya Yeo-Joo penasaran.

“Kamu tampak seperti gadis yang mencampakkan kakakku,” jawab Duk-Sim.

“Seorang gadis? Siapa dia?” tanya Yeo-Joo lagi.

Tiba-tiba ponsel Duk-Sim berbunyi. Duk-Bong yang menelpon. Melihat Duk-Sim sama sekali tidak berniat mengangkatkannya, Yeo-Joo langsung mengambil telpon tersebut dan memberitahu Duk-Bong untuk segera menjemput adiknya.

14

Nan-Gil mendatangi kantor Da Da Finance. Di dalam, anak buah Da Da Finance yang sedang nge-gym menanyakan maksud dan tujuan Nan-Gil datang ke sana. Nan-Gil menjawab bahwa ia hanya ingin menemui Wan Sik sambil berlalu. Salah seorang bodyguard kemudian mencegahnya dan direspon dengan pukulan oleh Nan-Gil. Satu demi satu dari mereka kemudian menyerang Nan-Gil, tapi dapat dengan mudah dihadapi olehnya. Hingga akhirnya ia memperhatikan adanya sebuah pintu di sana dan langsung masuk begitu saja sebelum yang lain bisa mencegahnya.

Di balik pintu ternyata adalah tempat Shin Jung-Nam (Kim Ha-Kyun) disekap. Jung-Nam ketakutan melihat Nan-Gil ada di sana. Nan-Gil menghampirinya lalu menanyakan kapan terakhir kali Jung-Nam melihat ayah Na-Ri.

“Kamu bilang kamu melihatnya di casino. Kapan itu?” tanya Nan-Gil lagi.

“Tahun lalu. Musim semi atau musim gugur,” jawab Jung-Nam.

Sudah mendapat informasi yang ia inginkan, Nan-Gil keluar dari ruangan. Wan-Sik menghadangnya, tapi dengan santai Nan-Gil berlalu meninggalkannya.

15

Na-Ri tiba di bandara dan langsung disambut oleh Yeo-Joo, yang menanyakan kenapa Na-Ri belum membatalkan pengunduran dirinya meski rencana pernikahannya batal. Yeo-Joo curiga Na-Ri hendak mundur karena adik kecilnya. Na-Ri terdiam. Yeo-Joo jadi yakin dan memberinya nasehat agar tidak melakukannya karena bagi pria itu tidak menarik.

“Tidak. Aku akan beristirahat. Aku punya sakit punggung,” dalih Na-Ri.

“Kita semua punya sakit punggung,” balas Yeo-Joo.

“Aku akan traveling dan menulis,” dalih Na-Ri lagi.

“Tulis saja jurnal saat sedang bekerja,” respon Yeo-Joo.

“Tidak usah ikut campur,” ujar Na-Ri kesal sambil berlalu meninggalkan Yeo-Joo.

16

Seorang wanita sedang memotret bangunan Hong Dumplings dari depan. Nan-Gil yang melihatnya sempat mengira itu Na-Ri karena penampilannya yang mirip. Wanita tersebut ternyata seorang PD program reality show ‘Top Three Eating King’ dari TV KBN dan ia tertarik untuk meliput Hong Dumplings dalam acaranya. Yong-Kyoo antusias dengan hal itu, namun tentu saja Nan-Gil tidak. Tanpa berpikir panjang ia langsung menolak mereka.

Sebelum pulang, mereka berjanji akan datang tiga kali lagi untuk menawarkan hal tersebut. Sepeninggal mereka, Nan-gil lagi-lagi membayangkan Na-Ri lewat di jalan depan restoran. Melihat wajah bosnya yang mellow, Yong-Kyoo mengira bahwa Nan-Gil sengaja berpura-pura jual mahal pada kru TV. Ia pun jadi sibuk memikirkan dandanan yang pas baginya pada saat liputan nanti.

17

Nan-Gil kembali melihat Na-Ri sedang melambai kepadanya dari seberang rumah. Mengira itu adalah bayangannya, ia hendak kembali masuk ke restoran.

“Bos, putrimu sedang melambai. Kenapa kamu menghiraukannya?” tanya Yong-Kyo.

Nan-Gil jadi sadar bahwa itu benar-benar Na-Ri. Ia pun bergegas menghampirinya.

“Hei, kenapa kamu tidak masuk ke dalam restoran?” tanya Nan-Gil.

“Berhenti,” perintah Na-Ri, “Ada senyum lebar yang kamu berikan pada wanita-wanita tadi. Kamu berlatih di depan kaca, bukan?”

“Aku tidak tersenyum,” jawab Nan-Gil sambil menggeleng.

“Siapa mereka?” tanya Na-Ri.

“Penulis dari sebuah show TV,” jawab Nan-Gil.

“Apakah Hong Dumplings bakal muncul di TV?”

“Aku menolaknya.”

“Kenapa? Kamu harus melakukannya,” respon Na-Ri gemas.

“Aku tidak ingin,” jawab Nan-Gil.

“Lakukan shownya, ambil uangnya, dan bayar hutangnya. Jika semua berjalan lancar, kita bisa membuat franchise juga.”

“Aku tidak ingin.”

“Aku harap ayah akan melihat show tersebut dan jadi cemburu. Ia pasti akan tahu begitu melihat papan namanya,” ujar Na-Ri.

Begitu urusan show selesai dibahas, Na-Ri lanjut memarahi Nan-Gil yang selama ia pergi hanya mengirim pesan-pesan singkat saja.

“Apa itu terdengar seperti hubungan jarak jauh?” tanya Na-Ri kesal.

Nan-Gil hanya menundukkan kepalanya sambil memainkan jari tangannya.

18

“Aku sudah belajar menyetir sekarang,” lanjut Na-Ri, “Aku juga sedang belajar berkebun. Aku mungkin akan belajar membuat pangsit juga. Aku menjadi makin mirip sepertimu.”

“Aku mengalami lebih banyak mood swing belakangan ini,” balas Nan-Gil, “Aku jadi makin mirip denganmu.”

“Haruskah aku mengepak barangku dan mengundurkan diri?” tanya Na-Ri.

“Aku akan mendapat lebih banyak mood swing dan membuat lebih banyak keputusan yang terburu-buru,” respon Nan-Gil.

“Aku punya hal yang harus dikerjakan dan sesuatu untuk dikatakan. Ayo kita jalan,” ajak Na-Ri.

Tak lama, Na-Ri dan Nan-Gil berjalan di sebuah kuil. Na-Ri mengatakan bahwa saat masih kecil ia sering pergi ke sana bersama ayahnya dan menempelkan kertas harapan untuk menjadi pramugari. Harapan itu kini menjadi kenyataan. Namun setelah ayahnya menghilang, Na-Ri kembali menempelkan kertas-kertas harapan agar ayahnya bisa kembali, dan itu tidak pernah terwujud hingga sekarang. Nan-Gil hanya bisa terdiam mendengarnya.

19

Di sebuah restoran, Jung-Nam sedang bersama dengan Byung-Woo dan Wan-Sik. Tahu bahwa Jung-Nam sebelumnya memberitahu Nan-Gil bahwa ayah Na-Ri masih hidup, mereka berdua berusaha mempengaruhi dan mengatakan bahwa ayah Na-Ri sudah meninggal dan mereka memiliki bukti sertifikat kematiannya. Melihat Jung-Nam yang sudah mulai termakan tipuan mereka, Byung-Woo menambahkan bahwa ia tidak perlu takut dengan Nan-Gil karena apabila Nan-Gil tidak ada, maka ialah yang akan jadi pemilik tanah itu.

“Dan bagaimana kamu bisa tidak khawatir dengan keponakanmu satu-satunya?” tanya Byung-Woo, “Akankah kamu membiarkannya tinggal bersama Nan-Gil? Seorang pria dan seorang wanita yang siap untuk hidup bersama.”

Jung-Nam jadi kepikiran mendengarnya.

20

Sambil ngopi, Nan-Gil menanyakan apa yang hendak dikatakan oleh Na-Ri.

“Go Nan-Gil, kenapa kita tidak bisa menjadi lebih dekat? Kenapa kita tidak bisa bersikap seperti pasangan lain?” tanya Na-Ri.

“Karena aku,” jawab Nan-Gil.

“Kamu benar. Masa lalu gelapmu dan karena kamu harus melindungi tanah ini. Dan karena kamu ayah tiriku. Kamu membangun terlalu banyak rintangan yang tidak bisa kamu lompati.”

“Itu bukan rintangan. Itu aku.”

“Ketika aku pergi ke Seoul, yang aku pikirkan hanyalah apa yang kita bicarakan dan wajahmu. Aku benar-benar jatuh pada pria bernama Go Nan-Gil, jadi jangan pernah mencoba untuk menjadi ayah tiriku. Jangan berpikir tentang masa lalu. Jangan minta maaf,” pinta Na-Ri.

“Itu tidak mudah,” respon Nan-Gil, “Aku merasa seperti orang jahat. Aku terbiasa untuk melihat dari jauh.”

“Itu sebabnya aku harus tinggal lebih dekat.”

Nan-Gil tidak merespon, hanya tersenyum singkat.

“Go Nan-Gil,” lanjut Na-Ri, “Aku mencintaimu.”

Nan-Gil terdiam. Mulutnya hendak mengatakan sesuatu, tapi ia menahannya. Pada akhirnya ia hanya mengambil gelas kopinya dan meminumnya. Na-Ri melihatnya sembari tersenyum.

21

Di museum, Duk-Bong memberitahu tentang surat perpindahan hak milik tanah pada Kwon Soon-Rye (Jung Kyung-Soon) serta tentang tanah di sana yang dulunya adalah milik kakeknya. Soon-Rye terlihat kaget mendengarnya. Duk-Bong menyerahkan surat tersebut agar diperiksa oleh Soon-Rye. Begitu memegangnya, Soon-Rye langsung merebutnya dan membawanya pergi begitu saja. Duk-Bong hanya bisa geleng-geleng kepala melihat ulah sekretarisnya yang aneh itu.

Ponsel Duk-Bong tiba-tiba berbunyi. Yeo-Joo yang menelpon, meminta untuk bertemu di Hong Dumplings agar ia membayar ganti rugi karena Duk-Sim telah membuat jaketnya robek.

Pulang jalan-jalan, Nan-Gil dan Na-Ri mendapat Wan-Sik sedang menunggu di depan restoran. Setelah meminta Na-Ri untuk masuk terlebih dahulu, Nan-Gil mengajak Wan-Sik untuk masuk ke dalam mobil. Duk-Bong yang baru tiba melihat kejadian tersebut. Setelah tahu bahwa orang tersebut adalah orang Da Da Finance, Duk-Bong memberitahu Na-Ri bahwa ia bisa melaporkan hal tersebut karena tindakan orang tersebut adalah tindakan ilegal. Na-Ri hendak langsung melabrak Wan-Sik, namun Duk-Bong mencegahnya karena bukan seperti itu caranya. Ia pun lantas meminta Na-Ri masuk ke dalam rumah.

Di dalam mobil, Wan-Sik memberitahu ada bukti sertifikat kematian dari ayah Na-Ri. Nan-Gil masih tidak begitu mempercayainya.

“Apapun itu,” ujarnya, “karena kamu sudah muncul di hadapan Na-Ri, aku akan membongkar rahasiamu pada Mr. Bae.”

“Hei, dia selalu di sini setiap kali datang,” dalih Wan-Sik.

“Itu masalahmu,” respon Nan-Gil seraya keluar dari mobil Wan-Sik.

22

“Aku mengingatkanmu,” sambut Duk-Bong, “Jika kamu tidak punya rencana, hentikanlah.”

Nan-Gil tidak meresponnya dan lanjut masuk ke dalam restoran. Duk-Bong menyusulnya. Di dalam, melihat sudah ada Yeo-Joo di sana, Duk-Bong mengajak Yeo-Joo untuk pergi. Tiba-tiba Wan-Sik masuk dan menanyakan keberadaan Nan-Gil.

“Hei, siapa kamu menanyakan…”

Belum sempat Yong-Kyoo menyelesaikan perkataannya, Wan-Sik sudah menghantam wajahnya dengan pukulannya. Mendengar keributan itu Nan-Gil keluar dan menemui Wan-Sik.

“Aku sudah bilang,” ujar Wan-Sik, “Aku bukan orang yang sama.”

Ia lantas berusaha meninju Nan-Gil, tapi Nan-Gil bisa menghindar dan menariknya masuk ke dalam kamarnya. Na-Ri yang kebetulan masuk ke dalam restoran dari pintu belakang melihatnya.

“Tidak di sini,” bentak Nan-Gil sembari mendorong Wan-Sik ke tembok, “Aku tidak akan pernah kembali ke diriku sebelumnya. Jadi… jadi… ku mohon! Bantu aku, ku mohon. Ku mohon bantu aku!”

23

Na-Ri yang mendengarnya memilih untuk pergi ke luar. Sementara Park Joon masuk ke kamar Nan-Gil dan melerai mereka berdua.

“Aku akan menjaga rahasiamu. Anggap itu hadiah ulang tahunmu,” ujar Nan-Gil.

“Hadiah ulang tahun?” respon Wan-Sik, lantas berlalu pergi.

Sepeninggal Wan-Sik, Yong-Kyoo yang terlihat syok berkata pada Duk-Sim, “Aku menyadari luka fisik hanya sementara, tapi luka psikologis bertahan. Kekerasan menghancurkan fisikmu. Haruskah aku keluar dari restoran bodoh ini?”

Sementara itu, Na-Ri berdiam diri di kamarnya, memikirkan kembali kata-kata Nan-Gil yang tadi ia dengar.

Yeo-Joo dan Duk-Bong berada di sebuah restoran. Yeo-Joo menyatakan bahwa ia kasihan pada Duk-Sim karena tadi meninggalkannya begitu saja tanpa mengajaknya. Duk-Bong meminta Yeo-Joo tidak mempermasalahkannya karena keluarganya sudah terbiasa seperti itu.

“Keluargaku menyedihkan dan keluargamu secara mengejutkan tidak terlalu bermartabat,” ujar Yeo-Joo.

“Sulit untuk punya uang dan juga martabat,” respon Duk-Bong.

“Apakah kau mau berteman? Aku tidak punya teman sama sekali. Kamu tahu segalanya tentang keluargaku, jadi aku merasa nyaman seperti tidak ada lagi yang disembunyikan.”

“Na-Ri adalah satu-satunya teman yang aku butuhkan. Mari kita bertemu untuk hari ini saja. Aku akan membayar baju dan juga sepatumu.”

“Menyerah saja pada Na-Ri. Ia sedang jatuh cinta, cukup untuk membuatnya keluar dari pekerjaannya. Tapi kasihan Na-Ri, ia mengencani pria yang berbahaya.”

“Na-Ri keluar dari pekerjaannya?” tanya Duk-Bong.

“Ia mengambil cuti panjang, tapi itu hampir seperti ia keluar. Saat urusan cinta, wanita bertindak lebih dahulu tanpa berpikir. Betapa bodohnya.”

Dalam hati Yeo-Joo merasa kasihan melihat wajah Duk-Bong yang langsung berubah menjadi mellow seolah dunia sudah berakhir.

24

“Ibu, apa arti tempat ini baginya?” tanya Na-Ri pada foto ibunya.

Tiba-tiba Nan-Gil datang dan menanyakan apa yang sedang dilakukan Na-Ri. Na-Ri menjawab bahwa ia hanya sedang berbicara dengan ibunya. Nan-Gil lantas mengajaknya untuk membuat makan malam bersama.

Saat sedang menyiapkan bahan-bahan, mendadak bel rumah berbunyi.

Dua orang bodyguard Da Da Finance membawa Jung-Nam ke dalam mobil. Sudah ada Wan-Sik di sana.

“Pergilah dan bicaralah tentang ayah Na-Ri,” perintah Wan-Sik, “Ayahnya, Hong Sung-Kyu, sudah meninggal, bukan?”

Jung-Nam tidak berani berkata apa-apa.

“Katakan saja yang sesungguhnya,” lanjut Wan-Sik, “Mengerti?”

Jung-Nam menganggukkan kepalanya.

25

Ternyata Yeo-Joo yang datang bersama dengan Duk-Bong. Na-Ri heran melihat tas belanjaan yang dibawa Yeo-Joo. Yeo-Joo sendiri bertingkah seolah ia sedang mabuk.

“Jangan berpura-pura mabuk,” ujar Duk-Bong, “Ia minum beberapa gelas anggur.”

“Aku tidak tahu bagaimana kalian bisa berakhir dengan minum anggur bersama,” respon Na-Ri, “tapi kenapa kalian datang ke sini?”

“Aku tahu kamu mencoba untuk bertingkah mabuk agar kamu bisa tidur di sini,” lanjut Na-Ri pada Yeo-Joo.

Alih-alih membantahnya, Yeo-Joo malah mengatakan bahwa adik kecil Na-Ri berbahaya.

“Kenapa kamu keluar dari pekerjaanmu demi orang seperti …”

Na-Ri segera menutup mulut Yeo-Joo sehingga ia tidak bisa menyelesaikan kalimatnya. Na-Ri mencoba mengalihkan pembicaraan dengan menanyakan kenapa hanya Yeo-Joo saja yang mabuk. Duk-Bong menjawab bahwa ia memang tidak ikut minum.

26

Namun ternyata Nan-Gil sudah mendengar apa yang tadi dikatakan Yeo-Joo. Ia melangkah menghampiri Yeo-Joo.

“Na-Ri berhenti?” tanyanya.

“Ia mabuk. Ia tidak punya ide apa yang ia katakan,” potong Na-Ri.

“Kenapa Na-Ri harus berhenti?” respon Yeo-Joo, mengikuti mau Na-Ri. “Ia selamanya pemimpin kita.”

Na-Ri menoleh ke arah Yeo-Joo dengan sebal, lantas mendorong Yeo-Joo agar lekas naik ke kamar atas. Yeo-Joo tiba-tiba berhenti dan mengatakan bahwa Na-Ri seharusnya berterima kasih kepadanya karena sudah membantu mengakhiri hubungannya dengan Dong-Jin dan membuat Na-Ri menemukan cinta yang baru. Na-Ri tidak menghiraukannya dan lanjut membawanya ke lantai atas.

Nan-Gil lalu memberi sinyal pada Duk-Bong untuk pergi.

“Aku akan melakukan sesuatu, tapi aku ingin bertanya sebelumnya,” ujar Duk-Bong.

“Apa yang akan kamu lakukan?” tanya Nan-Gil.

“Aku akan mengatakan kepadamu nanti,” jawab Duk-Bong. “Kamu tahu, karena kamu menikahi ibu Na-Ri, kamu dan Na-Ri tidak akan pernah bisa bersama, bukan? Aku menyukai Na-Ri. Aku ingin mendengar opini ayah tirinya.”

“Lalu kenapa kamu menemui koleganya?”

“Jika aku tidak menemui koleganya, kamu akan mendukungku? Aku akan merasa terganggu kalau kamu mengatakan ‘Putriku hanya peduli terhadap ayahnya’, tapi aku pikir kamu bisa mempertimbangkannya demi kepentingannya.”

“Tidak. Aku mempertimbangkan apakah kita bisa berteman, tapi aku rasa tidak.”

“Aku juga tidak ingin menjadi temanmu.”

26

Na-Ri turun mendapati Duk-Bong sudah tidak ada. Ia menanyakan pada Nan-Gil apakah Duk-Bong sudah pulang.

“Apa kamu berpikir kita akan makan malam bersama?” jawab Nan-Gil ketus.

“Mood swing-mu semakin parah. Kamu akan menjadi seperti aku. Kamu akan jadi stress dan keriput,” ujar Na-Ri.

Na-Ri lalu melihat noodle soup yang mereka buat sudah jadi. Ia segera mencobanya dan rasanya enak.

Usai makan, Nan-Gil dan Na-Ri ngobrol di sofa.

“Wan-Sik dan aku berkelahi di depan pelanggan,” ujar Nan-Gil.

“Aku rasa kalian sungguh bukan teman,” respon Na-Ri.

“Apa yang dikatakan Duk-Bong benar. Seperti itulah aku dulunya.”

“Kamu tidak perlu memberitahuku semuanya,” ucap Na-Ri.

Nan-Gil menoleh ke arah Na-Ri. Na-Ri lantas melanjutkan, “Apa arti rumah ini dan Hong Dumplings bagimu? Apa mereka lebih penting daripada aku? Haruskah aku cemburu pada tempat yang dipenuhi dengan kenanganmu?”

“Semua yang ada di sini bagiku adalah Hong Na Ri,” jawab Nan-Gil.

“Kalau begitu lihatlah Hong Na-Ri yang asli yang ada di hadapanmu,” respon Na-Ri sembari menggeser posisi duduknya sehingga menghadap ke arah Nan-Gil.

Nan-Gil perlahan mendekatkan wajahnya ke arah Na-Ri dan hendak menciumnya. Tiba-tiba saja Jung-Nam muncul dan berteriak lantang, “Apa yang kalian lakukan???”

28

Mereka berdua kaget melihat kedatangan Jung-Nam. Jung-Nam sendiri jadi makin termakan hasutan Wan-Sik dan Byung-Woo, langsung menghampiri Nan-Gil dan mengusirnya keluar. Na-Ri segera mencegahnya. Karena ingat bahwa ia harus ‘menyelamatkan’ Na-Ri, Jung-Nam menuruti kemauan Na-Ri.

“Na-Ri, dengarkan aku. Aku sudah mengajukan pembatalan pernikahan. Saksi palsu juga sudah bersedia untuk membantu,” ujar Jung-Nam sembari menunjukkan buktinya.

Ia melanjutkan, “Ibumu dan aku telah tertipu.”

“Paman!” bentak Nan-Gil.

“Beraninya kamu meninggikan suaramu kepadaku,” balas Jung-Nam tidak kalah lantang.

Mendengar keributan di bawah, Yeo-Joo keluar dari kamar dan menguping dari tangga.

“Ah, sudah jelas bahwa kamu juga tertipu,” ujar Jung-Nam pada Na-Ri, “Apakah ia merayumu saat ia berakting sebagai ayahmu?”

“Tahukah kamu berapa lama sejak aku melihatmu?” tanya Na-Ri pada Jung-Nam. “Mari bicara sendirian.”

“Diam!” bentak Jung-Nam. Ia lalu menoleh ke arah Nan-Gil dan berkata, “Baiklah. Kamu bisa menyimpan tanahnya, rumahnya, dan semuanya, tapi tidak keponakanku. Mengerti? Tidak selama aku masih hidup. Mengerti?”

“Kenapa tidak?” balas Nan-Gil sembari mendorong Jung-Nam menjauhinya. “Apa yang sudah kamu lakukan?”

“Kamu lihat itu? Preman ini mengusirku keluar. Preman ini tidak memperbolehkanku tinggal di sini,” respon Jung-Nam.

Nan-Gil menghela nafasnya, tidak tahu harus berkata apa lagi terhadap Jung-Nam yang sedang kalap.

“Na-Ri, ayahmu telah meninggal sejak lama,” ujar Jung-Nam lirih pada Na-Ri.

“Apa maksudmu?” tanya Nam-Gil.

“Aku sedang mengatakan kepadanya sesuatu yang kamu sembunyikan darinya. Apa?” balas Jung-Nam.

“Kamu mengatakan kepadaku kamu melihatnya musim semi lalu,” ucap Nan-Gil, “Jika ia sudah meninggal sejak lama, bagaimana bisa kamu melihatnya?”

“Aku tidak pernah melihat seorangpun,” dalih Jung-Nam.

“Aku juga ingat,” timpal Na-Ri, “Kamu bilang pada ibu dan aku bahwa kamu melihatnya. Kamu bilang ia masih berjudi.”

“Tidak, itu.. aku mungkin sudah membuat kesalahan..” Jung-Nam kehabisan kata untuk berbohong. “Ah, aku sudah memeriksa sertifikat kematiannya.”

“Siapa yang menunjukkan kepadamu sertifikat kematian ayah?” tanya Na-Ri.

“Mari bicara,” ajak Nam-Gil pada Jung-Nam.

“Tidak,” potong Na-Ri, “Ini tentang ayahku. Paman dan aku harus bicara.”

“Na-Ri, kamu sudah tidak melihat ayahmu selama lebih dari 20 tahun, jadi jangan sedih…”

“Aku tidak sedih,” kembali Na-Ri memotong pembicaraan, “Tapi bagaimana bisa kamu tiba-tiba muncul dan mengatakan ia sudah meninggal?”

“Maafkan aku. Anggap saja aku tidak bicara apa-apa,” respon Jung-Nam.

“Paman! Bagaimana bisa aku menganggapmu tidak bicara apa-apa?” balas Na-Ri.

“Mengapa kamu berteriak? Aku tinggal denganmu selama 20 tahun. Apa aku lebih buruk daripada ayahmu yang mati dan meninggalkanmu dan ibumu di belakang?” ujar Jung-Nam dengan lantang.

Yeo-Joo kembali masuk ke kamar. Ia bingung sekaligus penasaran dengan ‘ayahnya’ dan ‘orang yang berpura-pura menjadi ayahnya’.

Gara-gara tenggorokannya menjadi serak setelah berteriak, Jung-Nam lantas minum segelas air yang dibawakan Na-Ri. Na-Ri sendiri saling berpandangan dengan Nan-Gil.

“Kamu mengerti, bukan?” ucap Jung-Nam pada Nan-Gil. “Begitu ini masuk ke pengadilan, kamu akan habis.”

“Apa itu?” tanya Na-Ri.

“Aku akan menuntutnya,” jawab Jung-Nam.

“Apa kamu mengerti?” tanya Na-Ri pada Nan-Gil.

“Kamu tahu tanggalnya, bukan? Jangan berpikir untuk lari,” ancam Jung-Nam.

“Aku tidak berniat untuk lari,” jawab Nan-Gil tenang. “Jangan biarkan Da Da Finance memanipulasimu. Ini tanah ibu. Sekarang ini tanah Na-Ri.”

“Apa yang penting dari tanah ini? Yang hidup (manusianya) harus tetap melanjutkan hidupnya.” balas Jung-Nam.

Nan-Gil melangkah mendekati Jung-Nam dan berkata, “Bagaimana kamu bisa berkata seperti itu?”

“Apa kamu mengancamku?” respon Jung-Nam. “Beraninya kamu! Na-Ri, dengarkan aku. Jangan berkumpul dengan si brengsek ini. Kegelapannya akan menghabiskanmu. Bahkan jangan berbicara dengannya. Jangan merendahkan dirimu sendiri.”

Na-Ri tidak berkata apa-apa. Matanya terus saling berpandangan dengan Nan-Gil.

“Aku mencoba untuk menyelamatkanmu,” lanjut Jung-Nam. “Beradalah di pihakku di pengadilan apapun yang terjadi, oke? Aku punya banyak hal yang harus dipersiapkan untuk sidang. Percayalah padaku.”

Jung-Nam lantas berpamitan karena akan bersiap untuk sidang. Na-Ri menyusulnya keluar.

“Na-Ri, pengacaraku akan menghubungimu,” ujar Jung-Nam sembari menyodorkan surat pembatalan pernikahan yang ia bawa. “Baca lagi ini, dan kamu harus berada di pihakku, oke?”

Jung-Nam pun pergi setelah menyerahkan surat tersebut. Beberapa saat kemudian Nan-Gil keluar dari rumah. Mereka berdua saling berpandangan.

[wp_ad_camp_1]

Preview Episode 10

Berikut ini adalah video preview episode 10 dari drakor Man Living At My House / Sweet Stranger And Me:

» Sinopsis eps 10 selengkapnya

sinopsis manlivingatmyhouse 9

Leave a Reply