Sinopsis Jealousy Incarnate Episode 19 & Preview Episode 20 (26 Oktober 2016)

Di sinopsis Jealousy Incarnate episode sebelumnya, setelah menerima surat wasiat ayahnya dari chef Kim Rak (Lee Sung-Jae), Lee Bbal-Gang (Mun Ka-Young) akhirnya memutuskan untuk tinggal bersama Bang Ja-Young (Park Ji-Young). Kye Sung-Sook (Lee Mi-Sook) yang sudah sempat yakin bahwa ia yang bakal terpilih menjadi kalap dan berniat untuk membawa kasus tersebut ke jalur hukum. Sementara itu, kesal dengan Pyo Na-Ri (Kong Hyo-Jin) yang tidak cemburu terhadap kedekatan Ko Jung-Won (Ko Gyung-Pyo) dan Geum Soo-Jung (Park Hwan-Hee), Lee Hwa-Shin (Cho Jung-Seok) memutuskan untuk keluar dari rumah Jung-Won. Di stasiun TV, ia bertemu dengan Hong Hye-Won (Seo Ji-Hye), yang juga sedang kesal kepadanya karena sebelumnya telah mempermalukannya di depan ibu Hwa-Shin (Park Jung-Soo). Tanpa basa-basi, Hye-Won pun mencium Hwa-Shin, tepat di saat Na-Ri yang menyusul Hwa-Shin tiba di sana dan melihatnya. Apa yang kira-kira bakal terjadi di sinopsis drama korea Incarnation of Jealousy episode 19 kali ini?

Sinopsis Episode 19

Hwa-Shin melepaskan diri dari ciuman Hye-Won. Hye-Won langsung mengomelinya, tidak terima dengan sikapnya terhadapnya siang tadi yang mempermalukannya di hadapan ibunya.

“Bukankah itu fakta?” tanya Hwa-Shin.

Na-Ri tiba-tiba masuk ke ruangan direktur Oh Jong-Hwan (Kwon Hae-Hyo). Ia meminta Hye-Won untuk keluar karena ingin berbicara dengan Hwa-Shin. Hye-Won menolak.

“Menyedihkan bagi dua orang wanita untuk membicarakan satu pria, bukan begitu? Pergilah.” ujar Na-Ri.

“Mr. Lee, apakah kamu mengencani Na-Ri?” tanya Hye-Won.

“Sudah berakhir,” jawab Hwa-Shin.

Beberapa saat kemudian direktur Oh masuk ke ruangannya. Tanpa diduga, Hwa-Shin memintanya untuk pergi. Sempat kebingungan dan tidak terima karena itu kantornya sendiri, akhirnya direktur Oh mengalah dan keluar kembali dari ruangannya.

“Ini sebabnya aku tidak bisa mempercayaimu,” ucap Na-Ri sepeninggal direktur Oh. “Ini sebabnya aku mengatakan kamu tidak bisa dipercaya. Belum ada satu atau dua jam sejak kamu putus denganku, bagaimana bisa kamu mencium wanita lain dalam waktu kurang dari sejam setelah putus?”

“Kamu punya hak untuk berkata demikian?” tanya Hwa-Shin. “Kamu bilang sendiri, saat Soo-Jung datang, kamu bilang sendiri bahwa kamu tidak hak untuk komplain tentang sesuatu. Kenapa aku berbeda? Kenapa kamu mengikutiku ke sini? Kamu tidak punya hak. Kita sudah berakhir, lalu kenapa kamu berkata aku tidak bisa dipercaya dan komplain tentang apa yang aku lakukan dengan bibirku sendiri? Apa artinya untukmu ketika bibir dari orang brengsek vulgar ini mencium wanita lain atau rekan kerja? Jangan bilang…”

“Lepaskan kacamatamu. Aku sudah bilang berulangkali jangan mengenakannya di depan wanita lain. Kenapa kamu menggunakannya pada saat mencium wanita lain?”

“Jangan bilang…”, ujar Hwa-Shin sembari melepas kacamatanya. Tersimpan senyuman di wajahnya.

Hwa-Shin lalu membawa Na-Ri ke helipad. Ia menjelaskan bahwa Hye-Won hanyalah rekan kerjanya, partner dalam membawakan acara berita, tidak lebih dari itu. Na-Ri terus membahas mengenai ciuman Hwa-Shin kepada Hye-Won.

“Aku rasa Hye-Won mengganggumu,” potong Hwa-Shin. “Apa kamu cemburu?”

Na-Ri menjawab tidak sambil memalingkan mukanya. Tapi ia lalu bertanya apakah Hwa-Shin berencana untuk mengencani Hye-Won.

“Kamu tidak peduli sama sekali dengan Soo-Jung. Kenapa kamu peduli dengan wanitaku tapi tidak dengan Jung-Won? Kamu lebih menyukaiku, bukan? Kamu cemburu. Kamu tidak cemburu pada Jung-Won, tapi cemburu kepadaku. Kamu merasa seperti ada yang terbakar di dalam dirimu. Kamu merasa otakmu bagai tergeletak di cutting board. Aku tahu dari pengalaman. Karenamu, aku harus merasakan itu lagi dan lagi, dan masih terus mengalaminya setengah mati. Kamu cemburu. Kamu. Aku katakan kepadamu, kamu cemburu sekarang,” ujar Hwa-Shin yang ia tutup dengan senyum penuh kemenangan.

“Akuilah,” pinta Hwa-Shin.

Na-Ri tidak menjawabnya. Ia berkata, “Mr. Lee, jangan gunakan kacamatamu di depan wanita lain. Jangan mencium wanita lain.”

“Hey, kamu.. lebih menyukaiku,” ujar Hwa-Shin sambil tersenyum dan menunjuk ke arah Na-Ri. “Pyo Na-Ri, kamu lebih menyukaiku.”

Hwa-Shin lantas tertawa senang dan berteriak lantang sembari berjoged, “Pyo Na-Ri lebih menyukaiku. Pyo Na-Ri lebih mencintaiku. Tidak. Na-Ri hanya mencintaiku. Na-Ri cemburu kepadaku.”

Na-Ri malah kembali bertanya apakah Hwa-Shin akan mengencani Hye-Won atau tidak. Juga mengungkit kembali soal ciumannya tadi, apakah itu yang pertama kali dengan Hye-Won atau bukan.

“Mungkin,” jawab Hwa-Shin, dengan gaya cool, merasa sudah bisa menguasai Na-Ri.

Karena kemudian ada pesan teks dari direktur Oh yang meminta Hwa-Shin untuk datang kembali ke kantornya, ia pun pergi meninggalkan Na-Ri dengan riang, meninggalkan Na-Ri yang penasaran kepadanya.

Usai berkelahi, Ja-Young dan Sung-Sook ngobrol berdua di ruang siaran.

“Kira-kira suami kita lebih menyukaiku atau lebih menyukaimu?” tanya Sung-Sook dengan pandangan kosong.

“Aku tidak berselingkuh dengan suamimu,” jawab Ja-Young. “Kamu masih berpikir aku begitu, bukan?”

“Ya,” jawab Sung-sook sambil melemparkan kertas yang ia bawa ke arah Ja-Young. “Dasar penyihir. Kamu mencuri suamiku dan sekarang putriku. Dasar maling. Aku merasa tidak seorang pun mencintaiku.”

“Hey, suamimu lebih menyukaimu daripada aku,” ujar Ja-Young. “Meski awalnya tidak begitu, tapi ia selalu membanding-bandingkan aku denganmu. Mengatakan lebih baik saat tinggal denganmu dan kamu lebih baik dariku. Aku ingin merobek-robek mulutnya.”

“Sungguh?” tanya Sung-Sook senang. “Teruskan.”

“Tidak,” jawab Ja-Young.

Sung-Sook menggeser duduknya ke samping Ja-Young lalu menggandeng tangannya. “Ayo, katakan satu hal lagi. Aku lapar akan pujian belakangan ini. Tidak ada orang yang memujiku.”

“Ketika kami bercerai, aku hampir mengambil pisau karena ia mengatakan ia menyesal menceraikanmu,” ujar Ja-Young dengan kesal.

Sung-Sook tertawa bahagia. Ia lalu menyandarkan kepalanya di bahu Ja-Young.

“Kamu senang?” tanya Ja-Young.

“Aku senang,” jawab Sung-Sook.

Hwa-Shin masuk ke ruangan direktur Oh dengan tersenyum-senyum sendiri. Direktur Oh ternyata ingin agar mereka memenangkan rating saat siaran langsung pemilihan walikota demi mengangkat popularitas acara berita mereka. Entah mendengarkan atau tidak, tapi baik Hye-Won maupun Hwa-Shin hanya saling bertatapan dan mengiyakan perkataan direktur Oh tanpa ekspresi.

Direktur Oh pun menjelaskan rencananya, meminta mereka untuk siaran langsung di TKP tanpa script agar bisa memulainya lebih dahulu daripada yang lain. Kembali keduanya mengiyakan tanpa berekspresi. Sementara itu, di luar ruangan, Na-Ri yang datang ke sana untuk mengambil tasnya yang sebelumnya ia jatuhkan di sana, melihat Hwa-Shin yang terus-terusan memandang ke arah Hye-Won dengan kesal. Apalagi begitu melihat Hwa-Shin menggunakan kacamatanya untuk membaca berkas yang diberikan oleh direktur Oh.

Sebelum pergi, direktur Oh meminta mereka berusaha sekuat tenaga karena ia terancam akan dipecat apabila gagal mendapat rating bagus. Sepeninggal direktur Oh, Hwa-Shin mengajak Hye-Won untuk berusaha agar direktur Oh tidak benar-benar dipecat. Hye-Won masih tetap memandang ke arah Hwa-Shin dengan dingin.

“Bagaimana rasanya menjadi orang ke-101 yang aku cium?” tanya Hye-Won.

“Kalau kamu membesar-besarkan jumlahnya seperti itu, apakah itu membantu menyelamatkan harga dirimu? Jujurlah. Berhenti bertingkah kuat setiap waktu.” ujar Hwa-Shin.

Hye-Won terdiam dan menunduk.

“Tidak buruk,” tambah Hwa-Shin sambil tersenyum.

“Sungguh?” tanya Hye-Won.

“Aku belajar sesuatu dari ciuman itu,” respon Hwa-Shin.

Usai membahas masalah siaran, Hwa-Shin mendapati Na-Ri menunggunya di luar, meminta untuk berbicara berdua. Hwa-Shin pun lalu menggandeng Na-Ri dan membawanya pergi. Sementara itu, di rumahnya, Jung-Won mendapati tempat tidur Hwa-Shin dan juga Na-Ri kosong. Saat berada di kamar Na-Ri, ia sempat melihat kalender Na-Ri yang bertuliskan namanya.

Hwa-Shin membawa Na-Ri ke sebuah ruangan. Na-ri masih belum mau mengakui bahwa ia cemburu, berdalih bahwa ia hanya marah. Tapi buntut-buntutnya malah ganti Hwa-Shin yang marah, mengingat saat Na-Ri makan bersama Jung-Won dan ibunya. Mengaku selalu kesal setiap kali kejadian itu terbayang di pikirannya, Hwa-Shin mengatakan bahwa ia tidak akan memaafkan Na-Ri untuk itu dan akan mengakhiri hubungannya.

“Apakah kamu benar akan mengakhirinya?” tanya Na-Ri.

Hwa-Shin tidak berani menjawabnya. Ia terdiam sejenak, lalu berkata, “Itu terserah kamu.”

Lagi-lagi Na-Ri menanyakan apakah Hwa-Shin akan mengencani Hye-Won. Hwa-Shin pun merespon dengan meminta Na-Ri untuk pulang saja.

Masuk kembali ke kamar dorm, PD Choi Dong-Gi (Jung Sang-Hoon) menanyakan apakah direktur Oh memanggil Hwa-Shin untuk urusan pemilihan walikota. Hwa-Shin ternyata kepikiran juga dengan kata-kata Na-Ri yang mengaku tidak cemburu dan menanyakan pada Dong-Gi apa bedanya marah dengan cemburu. Dong-Gi menjawabnya dengan memberikan pengandaian, yang pada akhirnya malah membuat Hwa-Shin bertambah bingung karena yang ia rasakan adalah marah dan cemburu.

“Yang terpenting adalah kamu telah dikhianati,” ujar Dong-Gi dengan nada mengompori. “Itulah hidup.”

Saat turun menggunakan lift, tanpa disangka Na-Ri bertemu dengan Hye-Won di dalamnya. Dengan wajah dingin, ia menatap ke arah wajah Hye-Won. Atau lebih tepatnya ke arah bibir Hye-Won.

“Jika ada sesuatu yang ingin kamu katakan, katakan saja,” ujar Hye-Won tanpa ekspresi.

“Apakah itu pertama kalinya kamu mencium Mr. Lee?”

“Itu pertama kalinya di ruangan Mr. Oh.”

“Kamu sudah pernah melakukannya sebelumnya?”

“Itu sesuai yang kamu bayangkan,” jawab Hye-Won. “Itu seperti yang kamu pikirkan.”

Sambil melangkah ke luar lift, Hye-Won bertanya, “Apa kamu cemburu?”

Na-Ri tidak menjawab, namun lantas menyusul Hye-Won keluar dari lift dan meminta Hye-Won untuk memberi jawaban yang pasti, iya atau tidak.

“Ia mengatakan ciuman hari ini tidak buruk. Ia ingin berusaha keras untuk itu. Itu faktanya. Itu persis sesuai kata-katanya.” ujar Hye-Won.

Hwa-Shin hendak menghubungi Na-Ri saat ia berpapasan dengan direktur Oh dan reporter Um yang sedang membawa kue ulang tahun. Mereka memaksa Hwa-Shin untuk ikut dengan mereka, tanpa memberitahu siapa yang sedang berulang tahun. Ternyata mereka membawakannya untuk Sung-Sook. Melihat banyaknya lilin yang tertancap di kue tersebut, Ja-Young memarahi mereka karena membuat Sung-Sook terkesan sangat tua. Hwa-Shin membuat Sung-Sook bertambah kesal karena ikut menanyakan berapa sebenarnya umur Sung-Sook sampai-sampai lilinnya sebanyak itu.

Yang lain akhirnya ikut membully Hwa-Shin dan memintanya untuk menyanyikan lagu ulang tahun. Awalnya Hwa-Shin bernyanyi dengan malas-malasan, tapi karena kembali dibully, ia pun menyanyi dengan penuh semangat. Usai bernyanyi, direktur Oh meminta Sung-Sook untuk mengucapkan keinginannya sebelum meniup lilin. Tapi ia lalu menambahkan, karena tiga hari Um ulang tahun dan ia malas merayakan lagi seperti ini, Um diminta untuk sekalian mengucapkan keinginannya. Dan karena direktur Oh 10 hari yang lalu baru saja ulang tahun dan tidak ada dari mereka yang merayakannya, Sung-Sook meminta direktur Oh untuk juga sekalian mengucapkan keinginannya. Usai direktur Oh mengucapkannya, Ja-Young ikut nimbrung dan turut mengucapkan keinginannya. Mendengar Um dan Ja-Young sama-sama ingin menikah lagi, dengan cepat Sung-Sook menyambar dan mengatakan bahwa mereka berdua bisa segera menikah.

“Apa kamu juga punya keinginan?” tanya direktur Oh pada Hwa-Shin.

“Tidak, aku hanya ingin kalian sudah selesai.” jawab Hwa-Shin.

Sebelum meniup lilin, Sung-Sook menyebutkan keinginannya.

“Aku berharap, apabila Bbal-Gang tidak bisa hidup denganku, ia tidak akan hidup denganmu juga. Aku ingin kita berdua dibenci. Jika kita berdua tidak bisa disayangi, aku berharap Bbal-Gang meninggalkanmu juga. Itu keinginanku.” ujar Sung-Sook yakin.

Saat hendak meniupnya, Hwa-Shin mencegahnya. Ia lalu mengambil pisau roti yang dipegang Sung-sook, lalu mengayun-ayunkannya seperti tongkat sihir sambil berkata, “Aku berharap kamu tidak akan pergi ke rumah itu tanpa aku malam ini.”

Meski bingung mendengarnya, yang lainnya akhirnya bersama-sama meniup lilin. Begitu lilin mati, Hwa-Shin menancapkan pisau yang ia pegang ke kue tart lalu pergi.

Na-Ri tiba kembali di rumah Jung-Won. Namun ia tidak turun dari mobilnya, hanya duduk melamun di dalam mobil. Jung-Won yang mengetahuinya lalu menghampirinya. Na-Ri mengatakan bahwa ia tidak bisa lagi tinggal di sana karena Hwa-Shin sudah keluar. Jung-Won menjawab tidak masalah, dan memintanya untuk masuk setidaknya untuk malam itu.

Jung-Won lantas menghubungi Hwa-Shin dan memastikan keputusannya untuk keluar dari rumah. Hwa-Shin mengiyakan. Namun Hwa-Shin menjadi kesal begitu tahu Na-Ri pulang ke rumah Jung-Won malam itu. Jung-Won sendiri mengingatkannya pada perjanjian mereka, bahwa siapapun yang keluar dari rumah berarti ia telah menyerah.

“Aku akan menikahi Na-Ri. Aku yakin bisa meyakinkan ibuku untuk itu. Apakah kamu akan menikahi Na-Ri?” tanya Jung-Won.

Hwa-Shin hanya terdiam.

“Aku rasa tidak,” sambung Jung-Won. “Aku tidak akan menyerah dengan mudah, seperti yang kamu lakukan.”

Di kamarnya, Na-Ri memandangi kalendar bertuliskan nama Jung-Won.

“Ini tidak masuk akal. Setelah semua ini?” gumamnya.

Hari berganti. Esok paginya Na-Ri menemui Jung-Won di meja makan. Dengan jujur ia lalu menceritakan yang ia rasakan, bahwa meski setiap hari ia merasa lebih suka dengan Jung-Won, tapi ia hanya cemburu pada saa Hwa-Shin mencium wanita lain.

“Ini aneh, tapi ku rasa itu jawabannya,” ujar Na-Ri. “Cinta membuatmu cemburu. Ku rasa hatiku bersama dengan Mr. Lee. Aku minta maaf.”

“Kamu merasa cemburu?” tanya Jung-Won.

Na-Ri mengangguk.

“Kamu merasa cemburu hanya pada Hwa-Shin dan kamu mengatakan kamu akan meninggalkanku karena itu.”

“Maafkan aku. Aku aneh.”

“Kamu bilang kamu merasa nyaman saat sedang bersamaku, bukan? Kamu bilang terasa hangat saat bersamaku dan kamu bisa mempercayaiku. Apa aku membosankan? Apa aku lunak dan membosankan karena aku tidak mengecewakanmu? Bukan itu, bukan? Kenyamanan yang kamu rasakan bersamaku juga adalah cinta.”

Dengan mata berkaca-kaca Na-Ri merespon, “Tapi aku hanya ingin bersama Mr. Lee sekarang.”

“Apa kau lebih menyukai Hwa-Shin?” tanya Jung-Won lirih.

Na-Ri mengangguk sambil menahan tangis.

“Meskipun itu yang kamu katakan, aku masih berpikir akulah yang kamu butuhkan. Aku tidak bisa menerimanya. Hanya karena kamu udahan, bukan berarti aku juga. Aku tidak bisa menyerah. Ketimbang kecemburuan Hwa-Shin, ketulusanku akan bertahan lebih lama.” ujar Jung-Won.

“Maafkan aku. Maafkan aku, Jung-Won.” ucap Na-Ri sambil terisak, lantas pergi meninggalkan Jung-Won dan menuju ke mobilnya.

Jung-Won tiba-tiba mencegat mobil Na-Ri. Dari luar, di bawah hujan yang turun dengan deras, ia berkata, “Hwa-Shin tidak melihatmu pada saat kamu naksir dengannya. Tidakkah kamu mengerti kenapa ia melakukan ini sekarang? Itu karena kamu memilikiku. Tanpa aku, perasaannya juga akan hilang.”

Na-Ri menundukkan kepalanya. Jung-Won lantas melangkah ke samping jendela Na-Ri. Na-Ri membuka kaca jendelanya dan menatap ke arah Jung-Won.

“Ia akan meninggalkanmu dalam waktu tiga bulan. Hwa-Shin tidak pernah mengencani wanita yang sama lebih dari tiga bulan. Aku tahu dia.”

Na-Ri mengusap air mata yang mulai menetes di pipinya. Ia lalu berkata, “Aku akan pergi. Minggirlah.”

“Jangan pergi,” pinta Jung-Won. “Ku mohon, jangan pergi.”

“Aku pasti juga telah dibutakan oleh cemburu, maafkan aku,” jawab Na-Ri sambil menangis dan memacu mobilnya meninggalkan Jung-Won.

Na-Ri pulang ke Rak Villa. Begitu sampai di tangga apartemen, ia langsung menangis menjadi-jadi sambil mengucapkan maaf. Malam harinya, saat keluar dari apartemen, ia melihat Jung-Won menunggunya di bawah. Sebelum sempat Jung-won berkata apa-apa, dari tangga Na-Ri berkata bahwa ia lebih menyukai Hwa-Shin dan meminta Jung-Won untuk tidak usah datang lagi.

Dua hari berlalu. Jung-Won akhirnya memberitahu Hwa-Shin tentang apa yang terjadi, melalui SMS. Namun begitu, ia juga mengatakan akan berusaha mendapatkan Na-Ri kembali dan meminta Hwa-Shin untuk tidak menghalanginya. Tanpa disangka, pada saat itu Na-Ri justru datang menemui Hwa-Shin di kamar dorm. Hwa-Shin tidak menanggapinya hingga akhirnya Na-Ri sadar diri dan keluar kembali dari kamar dorm.

Di rumah Jung-Won, ibunya, Kim Tae-Ra (Choi Hwa-Jung) mendatanginya karena selama akhir pekan Jung-Won tidak mengangkat telponnya. Jung-Won tidak tahu harus berkata apa saat ibunya dengan ramah menanyakan kabar Na-Ri dan bagaimana ia kini berusaha untuk menerima pilihan Jung-Won itu.

Na-Ri sendiri saat itu sedang membeli dua buah minuman. Tak lama kemudian Hwa-Shin datang, berniat untuk membeli minuman di tempat yang sama. Na-Ri lantas menawarkan salah satu gelas yang ia bawa, berkata bahwa ia sudah membelikannya untuk Hwa-Shin. Sambil duduk, Hwa-Shin bersikap cuek pada Na-Ri dan memintanya untuk mengatakan apa yang ingin ia katakan jika ada.

“Aku sudah pindah dari rumah Jung-Won,” ucap Na-Ri. “Aku juga memintanya untuk putus.”

“Ia bilang ia tidak akan melakukannya,” respon Hwa-Shin.

“Tidakkah perasaanku lebih penting?”

“Perasaanmu? Perasaanmu yang tidak bisa aku percaya?” tanya Hwa-Shin. “Kamu selalu bilang bahwa kamu tidak bisa mempercayai perasaanku, tapi aku tidak bisa mempercayaimu lagi juga.”

“Jadi kamu akan mengencani Hye-Won? Itu bukan ciuman pertama kalian, bukan? Aku mendengar kamu menyukainya. Aku mendengar kamu bilang kamu akan berusaha keras untuk itu.”

“Apakah kamu punya sedikit kepercayaan kepadaku?”

“Kamu ahli dan jenius dalam membuat wanita merasa insecure. Aku dengar kamu tidak pernah mengencani wanita lebih dari tiga bulan. Aku gadis yang setia yang naksir denganmu selama tiga tahun.”

“Kamu sudah putus dengannya tapi masih saja percaya kata-katanya,” sergah Hwa-Shin.

Hwa-Shin pergi meninggalkan Na-Ri, berniat kembali ke ruangannya. Na-Ri menyusulnya. Mereka berdua kini berada di dalam lift yang sama.

“Aku tahu aku gila,” ujar Na-Ri. “Aku benar-benar bodoh dan menyedihkan dan itu membuatku gila. Kenapa aku benar-benar menyukaimu?”

“Apakah menyukaiku sedemikian menyedihkan dan bodoh?” tanya Hwa-Shin.

Na-Ri lantas menanyakan dimana Hwa-Shin tinggal sekarang. Hwa-Shin menjawab bahwa ia akan tinggal di dorm untuk sementara waktu.

“Kamu tidak akan putus denganku, bukan?” tanya Na-Ri.

“Sampai nanti,” jawab Hwa-Shin.

“Sampai nanti? Apa maksudmu sampai nanti? Mr. Lee, apa ini karenaku atau karena Hye-Won?” tanya Na-Ri penasaran.

Hwa-Shin terus berjalan meninggalkan Na-Ri. Diam-diam ia tersenyum senang.

Hwa-Shin menemui Jung-Won di rumahnya. Ia mendapati Jung-Won sedang menikmati musik dengan keras di ruang tengah.

“Maaf,” ujar Hwa-Shin.

“Kencani dia,” respon Jung-Won. “Ia akan kembali padaku setelah beberapa waktu. Kamu ingin minum?”

Hwa-Shin tidak menjawab, hanya menatap ke arah Jung-Won sambil terdiam.

Beberapa waktu kemudian, dengan diantar oleh sekretaris Cha (Park Sung-Hoon), Jung-Won yang sedang mabuk mendatangi Rak Villa. Na-Ri yang mengetahui turun menemuinya di bawah.

“Kamu terlihat semakin cantik semenjak putus denganku,” ujar Jung-Won.

“Berhentilah datang dan membuatku merasa bersalah,” ucap Na-Ri. “Aku merasa bersalah setiap saat setiap waktu sekarang. Aku bahkan tidak bisa tidur karena merasa bersalah.”

Jung-Won lantas menanyakan tentang Hwa-Shin, yang dijawab Na-Ri bahwa ia sedang sibuk menyiapkan siaran pemilihan walikota.

“Hwa-Shin tidak akan pernah menikah. Ia sudah menikahi pekerjaannya. Kamu ingin menikah, bukan?”

“Pulanglah,” jawab Na-Ri.

“Ia tidak akan menikahimu. Ia tidak akan melakukan sejauh itu. Apakah itu oke?”

Na-Ri kembali tidak menjawabnya dan meminta sekretaris Cha untuk menjalankan mobilnya.

“Baiklah, aku pergi. Aku akan kembali.” ujar Jung-Won sembari tersenyum.

Na-Ri menatap mobil Jung-Won yang berlalu dan berkata, “Aku menyukaimu. Terima kasih.”

Studio melakukan latihan siaran langsung pemilihan walikota. Hwa-Shin melakukan bagiannya dengan lancar, namun tidak dengan Hye-Won yang terbata karena merasa gugup. Hwa-Shin lantas memintanya untuk menyantaikan lidahnya dengan membuat gerakan-gerakan mulut yang aneh. Diam-diam Na-Ri memperhatikan mereka dari lantai atas dengan raut muka sebal. Latihan dimulai kembali dan lagi-lagi Hye-Won membuat kesalahan. Kali ini dengan kesal Hwa-Shin membentak Hye-Won dan memintanya untuk konsentrasi.

Beberapa waktu kemudian, tanpa sengaja Na-Ri bertemu dengan Hwa-Shin dan Hye-Won di sebuah cafe. Keduanya sedang membahas mengenai acara siaran langsung mereka nanti. Dengan sengaja Na-Ri nimbrung di meja mereka, membuat Hye-Won kesal. Setelah Hye-Won pergi, Hwa-Shin yang sedari tadi sudah senyum-senyum melihat tingkat Na-Ri yang terus mengejarnya menanyakan apakah Na-Ri sedang bosan.

“Tidak juga,” jawab Na-Ri.

“Apa kamu di sini untuk memulai perkelahian?” tanya Hwa-Shin lagi.

“Tidak”

“Lalu apa?”

“Aku tidak ingin tahu. Mr. Park sudah bersikap kasar kepadaku. Tidak. Ia tidak bersikap kasar kepadaku. Aku berbohong. Maaf. Aku ingin kamu khawatir kepadaku. Kamu sibuk?”

Hwa-Shin mengiyakan.

Malam harinya, Na-Ri mengawasi kamar Hwa-Shin di seberang apartemen. Begitu melihat lampunya menyala, ia langsung melempari jendelanya dengan batu. Ia pun kaget dan segera meminta maaf begitu yang keluar ternyata ibu Hwa-Shin.

“Kamu kan pacar Jung-Won,” ujar ibu Hwa-Shin begitu melihat wajah Na-Ri. “Kamu datang ke pemakaman juga. Kamu mau jeruk?”

Na-Ri menolak, tapi ibu Hwa-Shin memaksa dan melemparkan sebiji ke arah Na-Ri. Na-Ri menangkapnya dengan sikap.

“Kamu tinggal di sebelah kamar anakku. Berbagilah makanan dengannya pada saat ia tidak punya. Bisakah kamu melakukannya?” pinta ibu Hwa-Shin.

Na-Ri mengiyakan. Sesaat kemudian Hwa-Shin datang.

“Kapan kamu akan menikahi Jung-Won?” tanya ibu Hwa-Shin. “Sudahkah kamu memutuskan tanggalnya?”

Hwa-Shin mendengarkan kata-kata ibunya dengan muka kesal. Sementara ibu Hwa-Shin terus membicarakan soal itu, sembari memberi nasehat pada Na-Ri bahwa calon mertuanya bukan orang yang mudah dihadapi. Ia bahkan mengatakan Na-Ri beruntung karena bisa mendapatkan pria sebaik Jung-Won. Na-Ri jadi bingung sendiri menanggapinya.

Setelah ibu Hwa-Shin masuk kembali ke dalam, Na-Ri tersenyum-senyum ke arah Hwa-Shin. Hwa-Shin hanya menatapnya tanpa ekspresi sembari memakan jeruk.

Di Rak Pasta, Kim Rak menanyakan pada Ja-Young dan Sung-Sook apa yang akan mereka lakukan sekarang. Ja-Young meminta Sung-Sook untuk menyerah, sementara Sung-Sook cuek saja sambil terus membaca koran yang ia pegang. Dengan kesal Ja-Young merebut koran itu lalu membuangnya. Ia lantas menanyakan pada Kim Rak apakah ia mau berkencan dengannya. Kim Rak kaget mendengarnya lalu saling berpandangan dengan Sung-Sook.

“Hey… kamu.. kamu.. kamu mengatakan kamu menginginkan Bbal-Gang dan dia?” tanya Sung-Sook.

“Kamu bilang aku bisa memilikinya. Kamu tidak menginginkannya,” jawab Ja-Young.

“Kamu bilang aku juga bisa memilikinya,” ucap Sung-Sook tidak mau kalah. “Dasar wanita serakah. Kalau kamu mengambil keduanya, apa yang akan aku dapatkan? Haruskah aku tinggal sendiri? Di luar fakta bahwa ia tidak ingin berhubungan intim, dia muda, tampan, kaya, sopan, dan manis. Dia pria sempurna. Kamu mengatakan padaku untuk menyerahkannya kepadamu?”

Bersamaan keduanya saling membentak. Kim Rak hanya bisa terdiam dan bingung melihat sikap keduanya.

Di stasiun TV, terjadi kejadian tidak terduga. Ayah Hye-Won ternyata pendukung kandidat walikota nomer dua, sementara reporter senior lain yang bisa menggantikannya, Soo-Jung, ayahnya adalah pendukung kandidat nomer satu. Mau tidak mau direktur Oh memutuskan untuk mengganti partner siaran langsung Hwa-Shin, antara Park Jin Hee (Park Eun-Ji) atau Pyo Na-Ri. Hwa-Shin tidak menyetujuinya, namun direktur Oh mengatakan bahwa ia juga memutuskan hal itu karena terpaksa. Ia pun meminta Hwa-Shin untuk memilih satu di antara dua kandidat reporter tersebut.

Saat sedang galau menentukan pilihan, sekretaris Cha datang dan memberikan pakaian untuk digunakan Hwa-Shin di saat siaran langsung nanti. Hwa-Shin lalu menanyakan kabar Jung-Won, yang dijawab sekretaris Cha bahwa ia bisa mengirimkan pesan kepadanya jika diinginkan. Hwa-Shin hanya mengatakan “It’s just…”. Sekretaris Cha pun berjanji akan menyampaikan pesan itu pada Jung-Won.

Pilihan akhirnya dijatuhkan Hwa-Shin pada Na-ri. Na-Ri berjanji akan melakukannya dengan baik, namun Hwa-Shin terang-terangan menunjukkan kepesimisannya, yakin Na-Ri tidak akan bisa melakukannya dengan baik karena belum berlatih selama ini.

“Hye-Won lebih baik darimu dan ia sudah berusaha bersamaku untuk ini,” tambah Hwa-Shin.

“Aku mungkin melakukan pekerjaan yang lebih baik daripada Ms Hong,” respon Na-Ri. “Siapa tahu? Tidak ada yang tahu.”

Hwa-Shin kembali mengintimidasi Na-Ri dan mengatakan ia pasti akan gagal saat membacakan angka-angka besar. Ia pun mulai meminta Na-Ri untuk mencobanya dengan membaca tulisan yang ada di layar. Tanpa disangka, Na-Ri benar-benar bisa melakukannya dengan baik. Hwa-Shin jadi tidak percaya sendiri mendengarnya, malah menuduh Na-Ri sedang mabuk. Dan ternyata tuduhannya benar, walau Na-Ri mengaku hanya meminum sedikit saja.

Usai berlatih, Hye-Won menelpon Hwa-Shin, dan meminta Hwa-Shin menemaninya minum karena ia merasa stress. Hwa-Shin menyanggupinya. Di saat yang sama, Na-Ri mengajak Hwa-Shin untuk makan udon. Tentu saja Hwa-Shin menolaknya.

Keluar dari gedung stasiun, Na-Ri mendapati Hwa-Shin sedang minum bersama Hye-Won. Sambil menutupi wajahnya dengan rambutnya, diam-diam Na-Ri duduk di dekat meja mereka agar bisa mengupingnya.

“Apakah Na-Ri melakukannya dengan baik?” tanya Hye-Won.

“Ya”, jawab Hwa-Shin.

“Apakah ia lebih baik dariku?” tanya Hye-Won lagi.

“Ia menjadi makin baik”

“Bagaimana jika nanti ia mengerjakannya lebih baik dariku?” gumam Hye-Won.

“Kenapa denganmu?” tanya Hwa-Shin.

“Ia tidak bisa melakukan pekerjaan lebih baik dariku. Ia tidak bisa.” ujar Hye-Won.

“Jangan menjadi patah semangat. Jangan menyalahkan dirimu sendiri. Tetap kuat dan jaga integritasmu di saat seperti ini.” nasehat Hwa-Shin.

Karena tidak bisa mendengar dengan jelas, diam-diam Na-Ri memindahkan kursinya hingga lebih dekat ke punggung Hwa-Shin dan mencondongkan tubuhnya ke arah Hwa-Shin. Tanpa sadar ia menabrak Hwa-Shin dan terpaksa harus memajukan kembali kursinya.

“Hwa-Shin,” tanya Hye-Won, “Apakah ada yang berubah di antara kita setelah kita berciuman? Apakah tetap sama?”

Begitu mendengar pertanyaan Hye-Won, Na-Ri pergi meninggalkan tempat tersebut dengan membawa botol soju yang sudah ia pesan. Ia jadi tidak bisa mendengar jawaban Hwa-Shin.

“Tidak ada yang berubah,” jawab Hwa-Shin.

“Kamu benar-benar dingin,” respon Hye-Won. “Kamu brengsek berhati dingin. Apa yang bisa membuatmu sedingin itu?”

“Na-Ri sedang patah hati.”

“Dengan siapa ia putus? Denganmu?”

“Temanku,” jawab Hwa-Shin.

“Aku harap Na-Ri dan kamu mengacaukan acaranya,” ujar Hye-Won.

Hwa-Shin hanya tersenyum mendengarnya.

Na-Ri kembali ke stasiun TV, sepertinya dalam keadaan mabuk. Karena perutnya merasa tidak enak, ia kemudian mencari ramyeon instan untuk dimakan. Setelah menyiapkannya, ia membawanya ke kamar dorm Hwa-Shin, yang saat itu juga sudah tiba di sana. Ia lantas menawarkan ramyeon tersebut pada Hwa-Shin, yang heran melihat Na-Ri dalam keadaan mabuk.

“Mr. Lee, apa yang kamu ingin aku lakukan? Aku bisa melakukan apa saja untukmu. Tapi kencanlah denganku.” ujar Na-Ri sembari tersenyum.

Hwa-Shin hanya terdiam. Ia sejenak menatap wajah Na-Ri lalu menunduk.

“Kenapa kamu bersikap dingin kepadaku? Katakan padaku. Tentang apa semua ini? Aku bahkan sudah putus dengan Jung-Won.”

“Kamu putus dengan sahabatku. Aku harus menunggu sebentar. Ditambah lagi, kamu putus dengan orang yang hebat karenaku. Tidakkah kamu berpikir demikian?” ujar Hwa-Shin.

“Karena itu? Kamu sudah menahan diri?” tanya Na-Ri.

“Ya. Itu berat sekali.” jawab Hwa-Shin.

Na-Ri menatap wajah Hwa-Shin. Matanya mulai berkaca-kaca lalu ia pun menangis dengan keras.

81

“Kamu terlihat jelek,” ucap Hwa-Shin sambil tersenyum.

“Aku tidak percaya ini,” teriak Na-Ri sembari merebahkan tubuhnya ke tempat tidur dan menendang-nendangkan kakinya.

Hwa-Shin menghampiri Na-Ri dan memintanya untuk berhenti menangis. Hwa-Shin membelai rambut Na-Ri dan berkata, “Na-Ri, maukah kamu berkencan denganku? Bisakah kita berkencan sekarang?”

Hwa-Shin menarik tangan Na-Ri dan meletakkannya di belakang lehernya. Perlahan ia mendekatkan wajahnya ke arah Na-Ri dan lalu menciumnya. Na-Ri menyambutnya. Lagi dan lagi. Setelah itu keduanya tertawa bahagia dan kembali berciuman.

[wp_ad_camp_1]

Preview Episode 20

Berikut ini adalah video preview episode 20 dari drakor Jealousy Incarnate. Selamat menikmati!

» Sinopsis ep 20 selengkapnya

sinopsis jealousyincarnate 19

7 Comments

  1. Ika

    Aaaaaaa…finally…mereka bersama juga. Suka bgt dg adegan terakhir. Suka dg akting Hwa Shin yg sok jual mahal padahal seneng dikejar2 Na Ri. Ohya, sy suka dg gaya penulisan sinopsis yg lebih byk menulis dialog spt sekarang. Jd lebih mudah paham dan serasa nonton langsung. Tetap semangat yaaaa 🙂

  2. desy

    hwa shin cool banget sichh…. makasih sinopsisnya.slalu jadi yg tercepat.

  3. desy

    hwa shin cool banget sichhh..
    makasih selalu mnjadi yg sinopsis tercepat.. ga sabar nunggu besok

  4. Riin

    Padahal gw harap Na Ri sama Jung Wong

  5. sisiliapri

    daebaaaaak…. thanks yaa sinopsisnyaaa… nggak sabar nunggu episode selanjutnyaaa… Fighting!!!

  6. julie

    Episode 20 plisssss….udh gak sabarrr

  7. julie

    Sinopsis episode 20 donk.. Pliiiissssss

Leave a Reply to Cancel reply