Review Manga Survival (Shounen Sunday, 1976)

Sepertinya tidak ada manga yang lebih cocok untuk membicarakan tema survival selain yang punya judul “Survival” itu sendiri. Digarap oleh Takao Saito pada tahun 1976 hingga 1978 silam, manga ini benar-benar memberi suguhan yang sesuatu dengan tajuknya. Saking lengkapnya, mungkin saat kita sedang berada dalam kondisi yang sama, harus bertahan hidup di tengah alam liar pasca terjadinya bencana, kita akan sangat bersyukur apabila dibekali dengan satu set lengkap manga yang terdiri dari 6 volume ini. Penasaran kan seperti apa ceritanya?

Sinopsis Singkat

survival2

Satoru, seorang anak SMP berusia 14 tahun sedang uji nyali memasuki sebuah gua bersama teman-temannya saat gempa bumi dahsyat terjadi di seluruh dunia. Tsunami raksasa yang menyusulnya mengakibatkan hampir sebagian besar daratan di bumi tenggelam. Sebagai salah satu manusia yang berhasil selamat, Satoru harus bisa bertahan di tengah alam liar yang nyaris hancur, sembari berusaha bertemu kembali dengan keluarganya yang berada jauh dari tempatnya berada saat ini, dengan bekal backpack yang ada di punggungnya.

Penulis: Takao Saito
Artis: Takao Saito
Publikasi: 1976 – 1978
Penerbit: Shounen Sunday
Genre: Tragedi, Drama
Status: Tamat (111 Chapter / 6 Volume)

Review Singkat

WARNING! Tulisan di bawah ini mengandung SPOILER!!!

“Survival” punya alur cerita yang sedemikian rupa rapi dan runut sehingga kita seolah dibawa menjelajah masa demi masa yang berbeda. Dari yang awalnya Satoru mulai belajar untuk bertahan hidup seorang diri, bertemu dengan seorang wanita bernama Akiko dan karakter-karakter lain dengan kepribadian yang berbeda, berkawan dengan binatang, hingga harus survive di tengah komunitas yang menolak kehadirannya. Latar lingkungan yang disuguhkan juga terus berkembang. Tidak melulu di alam liar, melainkan juga di perkotaan (yang sebagian besar sudah tinggal berupa puing tentunya), daerah pegunungan berapi, pedesaan, dan lain sebagainya.

Dengan set up cerita yang tidak diburu-buru untuk berkembang, pembaca benar-benar bisa menikmati alurnya, sekaligus menu utama yang coba disampaikan. Yaitu mengenai tehnik-tehnik bertahan hidup, termasuk kendala dan konflik yang menghadang.

Salah satu sub-plot cerita yang menyenangkan untuk disimak adalah saat hadir sosok Shiro, anjing rumahan yang terpaksa harus beradaptasi dengan dunia luar pasca bencana terjadi. Tarik ulur hubungan persahabatan antara Shiro dan Satoru menjadi warna tersendiri dalam “Survival”. Apalagi ketika lantas keduanya harus berpisah arah dan bertemu lagi dalam situasi yang sudah jauh berbeda. Lumayan menyentuh.

Dengan sifat lugu khas remaja tanggung Satoru yang terus saja berharap untuk bertemu dengan orang yang lebih dewasa (yang mungkin dalam hati kecilnya berharap ia akan dilindungi dan tidak perlu lagi bertahan hidup sendirian), perasaan kita bakalan tercampur aduk. Gemes, stress, dan geregetan mungkin jadi tiga feeling yang dominan saat membaca lembar demi lembar manga ini.

Jujur ada beberapa titik dimana saya merasa keluguan Satoru sudah di luar nalar. Berkali-kali dimanfaatkan oleh orang dewasa, tapi kok ya masih saja berharap lebih.

Menyuguh segala sesuatu soal bertahan hidup bukan berarti “Survival” tanpa cela. Justru di situ pula letak kelemahannya. Banyak hal dimana apa yang terjadi pada Satoru terkesan dipaksakan dan amat sangat kebetulan. Satoru seolah punya ingatan super dimana semua yang pernah ia dengar dan ia alami akan selalu tersimpan di memorinya.

Soal kebetulan? Saat sedang butuh inspirasi membuat perlengkapan, kebetulan ia menemukan BUKU PANDUAN BERTAHAN HIDUP (!!!) di sebuah rumah yang terendam air. Saat sedang hendak melakukan sesuatu, kebetulan Satoru pernah diajarkan tentang hal yang berkaitan oleh nenek, ayah, atau gurunya di sekolah. Saat harus berjalan kaki dalam jangka waktu lama, kebetulan ia pernah ikut kegiatan sekolah yang mewajibkan berjalan kaki 60 km lebih. Saat butuh menjaring, kebetulan Akiko, rekan Satoru, adalah anak dari nelayan yang tentu saja mampu membuat jala sendiri. Semua serba kebetulan.

Bagian ini yang lantas membuat keseluruhan cerita manga “Survival” agak sulit untuk diterima. Of course, bencana yang ada mungkin saja terjadi. Pun begitu dengan konflik-konflik yang timbul. Toh Saito memang mengambil referensi dari kejadian-kejadian nyata dari berbagai belahan penjuru dunia. Namun kebetulannya itu loh. Dewi fortuna aja seperti kalah beruntung dibandingkan Satoru…


Seperti yang sudah saya sampaikan di paragraf pembuka, “Survival” punya segalanya tentang bertahan hidup. Sedemikian lengkapnya hingga manga-manga lain dengan tema serupa yang dipublikasikan setelahnya mau tidak mau harus menyelipkan unsur-unsur lain yang tidak ada kaitannya dengan bertahan hidup agar tidak dikira plagiat. Jika tertarik dengan segala seuatu yang berhubungan dengan usaha survival pasca bencana, cukup baca manga ini saja. Percaya deh.

rm survival

Leave a Reply