Review Manga Satanofani (Kodansha, 2017)

“Satanofani” (サタノファニ) atau “Satanophany” adalah manga ciptaan Yoshinobu Yamada yang pertama kali terbit pada tanggal 13 Maret 2017 di Weekly Young Magazine. Sampai sekarang kisahnya masih terus berlanjut dan sudah diterbitkan pula dalam bentuk volume sebanyak 15 edisi oleh Kodansha. Genrenya bisa dibilang survival, dengan sentuhan hal-hal yang berbau dewasa. Seperti apa ceritanya hingga layak dibahas di Curcol.Co?

WARNING! Tulisan di bawah ini mengandung SPOILER!!!

Sinopsis Singkat

manga satanofani 1

Dikisahkan, pada tahun 1996 peneliti menemukan adanya sel dalam tubuh manusia yang mampu mengkopi perasaan dan kemampuan seseorang yang kita lihat sehingga kita bisa memiliki kemampuan yang sama dan merasakan perasaan yang sama. Sel tersebut diberi nama Mirror Neurons. Setiap orang memiliki reaksi yang berbeda terhadap sel tersebut. Ada yang bersifat pasif, ada pula yang sebaliknya, sangat reaktif. Orang-orang yang memiliki sifat yang disebut belakangan bisa seketika berubah menjadi sosok orang yang pernah / sering mereka lihat dengan / tanpa mereka sadari.

Salah satunya adalah Amagi Chika, tokoh protagonis utama. Dirinya tiba-tiba berubah ketika dijebak oleh temannya sendiri dan hendak dip3rkosa oleh beberapa orang sekaligus. Dengan dingin ia membantai mereka. Apesnya, aksinya kebetulan terekam di handycam sehingga ia pun tertangkap dan dijatuhi hukuman penjara seumur hidup.

Penjara tempatnya ditahan adalah Haguro Prison. Terletak di sebuah pulau terpencil, penjara tersebut dibangun khusus bagi orang-orang yang memiliki gejala seperti Chika. Lebih tepatnya, khusus bagi wanita-wanita yang memiliki Mirror Neurons aktif, yang diberi nama Medusa Syndrome atau Sindrom Medusa.

Di penjara tersebut, Chika mulai menyadari bahwa keberadaan dirinya (dan tahanan yang lain) bukan hanya sebagai narapidana. Melainkan sebagai target uji coba. Bahkan sampai membahayakan nyawa mereka. Chika dkk pun berusaha untuk meloloskan diri dari Haguro Prison dengan bantuan orang-orang yang bersimpati terhadap mereka. Berhasilkah mereka?

Penulis: Yoshinobu Yamada
Artis: Yoshinobu Yamada
Publikasi: Weekly Young Magazine
Penerbit: Kodansha
Genre: Adult, mature, suspense, survival
Status: Ongoing (13 Maret 2017 – sekarang)

Review Singkat

Pertama-tama, saya suka bahwa “Satanofani” sedari awal sudah memberikan penjelasan ilmiah terhadap apa yang dialami para tokoh utamanya. Dengan demikian, kita bisa fokus terhadap apa yang ia hadapi selama berada di penjara Haguro ketimbang masih harus berpikir apa yang menyebabkan ia mengalami hal tersebut. Hei, ini manga sadis, brutal, dan penuh kekerasan. Gak seru kalau disuruh mikir, hehehe.

Sayangnya, pengarang terlalu bersemangat dalam menyisipkan unsur-unsur ecchi sehingga malah terlihat kurang realistis. Banyak adegan buka-bukaan yang justru bikin ilfil. Kalau teman-teman sudah pernah membaca review-review manga saya yang lain di sini, pasti ingat bahwa saya suka dengan adegan ecchi yang ‘cerdas’. Nge-blend dengan cerita dan tidak sekedar sebagai fan service. “Satanophany” gagal di poin ini.

Permasalahan utama adalah ceritanya yang dragging, terlalu bercabang kemana-mana dan terkadang berulang begitu-begitu saja. Dengan berbagai hal buruk yang dialami oleh para narapidana, yang sampai ke saya pribadi sebagai pembaca adalah justru semakin lama mereka semakin menikmati berada di penjara tersebut. Usaha-usaha untuk kabur terasa hambar. Lebih tepatnya, saya jadi tidak paham apakah mereka masih ingin kabur atau tidak.

Untuk artwork, “Satanophany” lumayan juara. Jika sekilas melihat gambarnya tanpa tahu ini adalah manga brutal mungkin saya bakal mengiranya sebagai manga cinta-cintaan. Saya juga suka bagaimana Yoshinobu Yamada membuat gaya gambar yang berbeda di saat menunjukkan seseorang dari masa lalu. Top.


Terbiasa menghadirkan bodi mulus dalam “Cage of Eden” dan “Deathtopia”, Yoshinobu Yamada bisa dibilang semakin menggila dalam melakukannya di “Satanofani”. Jika tujuan teman-teman membacanya adalah untuk cuci mata, jelas tujuan tersebut bakal terpenuhi. Berbeda kasus jika yang hendak dicari adalah cerita yang bagus. Walau premisnya berpotensi, “Satanophany” terjebak dalam alur yang begitu-begitu saja sehingga pada akhirnya cerita terasa hambar dan dragging.

Oh by the way, ini adalah manga untuk dewasa ya, 17 tahun ke atas. Atau mungkin malah 21+. Banyak adegan yang bukan untuk anak-anak atau remaja dipertontonkan secara gamblang. Dilarang baca kalau gampang sange, wkwkwk.

Leave a Reply