Review Film Signal 100 (2020)

Setelah beberapa waktu lalu me-review versi manga-nya, saatnya untuk melakukan hal yang sama pada versi adaptasi live-action dari “Signal 100” (シグナル100, Shigunaru 100).

Agak was-was karena film asal negeri Jepang ini hanya menorehkan raihan skor 5.4 di IMDB. Apakah mungkin kualitasnya ada di bawah versi aslinya?

Agar tidak lagi bertanya-tanya, yuk simak sinopsis dan review singkatnya di bawah ini. Cekidot!

WARNING! Tulisan di bawah ini mengandung SPOILER!!!

Alur Cerita / Sinopsis Singkat

poster film signal 100

poster film signal 100

Suasana kelas 3-C cukup akur dan ceria. Terlihat sekali persahabatan yang terjalin erat di antara para murid.

Sampai suatu saat, di luar dugaan mereka semua, wali murid Shinobe memutarkan sebuah video yang ternyata merupakan media hipnotis bagi siapa pun yang melihatnya.

Masalahnya, mereka mereka yang sudah terhipnotis bakal auto bunuh diri apabila melakukan salah satu dari 100 sinyal yang tersembunyi. Dan belum apa-apa sudah ada beberapa murid yang menjadi korbannya.

Ada yang melompat dari gedung, memotong lidah sendiri, hingga membenturkan kepalanya ke tembok.

Shinobe memberitahu bahwa satu-satunya cara untuk terlepas dari hipnotis adalah dengan menjadi orang terakhir yang bertahan hidup.

Selain menjelaskan apa yang terjadi, Shinobe juga sempat memberitahu beberapa sinyal. Seperti menangis, melakukan kekerasan terhadap orang lain, memberitahu orang lain akan apa yang terjadi, serta keluar dari area sekolah. Kendati demikian, usai melakukan hal itu, ia ikutan bunuh diri.

Salah seorang murid, Wada, berhasil menemukan sebuah buku di perpustakaan yang ternyata merupakan sumber referensi dari aksi Shinobe. Terdapat 64 sinyal dalam buku tersebut.

Ingin menjadi orang yang bertahan hidup, Wada sengaja memberitahu hanya 50 di antaranya.

Hal itu kemudian menjadi pemicu dari perpecahan di antara para murid yang tersisa. Tidak butuh lama untuk terbentuk dua kubu. Antara pengikut Wada dengan pengikut Kashimura, satu-satunya murid yang sejak awal tidak percaya pada Wada.

Kepanikan yang melanda, ditambah dengan aksi Wada yang tega menghabisi rekan-rekannya begitu saja, membuat satu persatu murid meregang nyawa. Walau ke-100 sinyal akhirnya diketahui, hanya Wada, Kashimura, Fujiharu, dan Sakaki yang masih bisa bertahan.

Belakangan terungkap bahwa Wada dan Sakaki adalah teman sejak kecil. Dulu keduanya pernah berjanji untuk bunuh diri bersama, namun gagal.

Wada yang mengaku sudah lelah mengajak Sakaki untuk mengakhirinya dengan cara minum darah manusia, satu dari ke-seratus sinyal yang ada.

Saat Sakaki hendak melakukannya, Fujiharu mencegahnya. Ia memukul Wada, yang berujung pada dirinya yang bunuh diri.

Sepeninggal Wada, Sakaki menunjukkan 2 tablet yang ia temukan. Ia meyakini tablet tersebut adalah obat penghilang hipnotis. Sakaki menawarkan untuk mengkonsumsinya bersama Kashimura. Namun demikian, Kashimura mengajak mereka mendiskusikannya dengan Wada. Sakaki mengiyakan.

Setelah meninggalkan sebuah bungkusan untuk Kashimura, Sakaki diam-diam menemui Wada di rooftop. Kashimura menyadarinya dan menyusul keduanya.

Di depan Wada dan Kashimura, Sakaki mengaku hendak mengkonsumsi obat tersebut bersama Wada sehingga Kashimura menjadi yang terakhir bertahan.

Mendengar hal itu, Wada kalap. Ia langsung merebut dan memakannya.

Sakaki lantas menyatakan bahwa itu hanyalah obat sakit kepala biasa. Ia sengaja memancing Wada untuk mengkonsumsinya dan tanpa sadar telah melanggar salah satu sinyal.

Sakaki lalu menghantam Wada, yang otomatis membuatnya juga melanggar sinyal. Keduanya pun bunuh diri di hadapan Kashimura.

Beberapa saat kemudian, Sakaki membuka bungkusan yang ditinggalkan Sakaki. Ada ponsel Sakaki dengan sebuah video yang berisi ungkapan perasaan Sakaki, Fujiharu, Seionji, dan Kirino. Mereka semua, yang pada prosesnya sama-sama mengorbankan diri untuk menyelamatkan Kashimura, ternyata menyukai Kashimura.

Pasca kejadian tersebut, Kashimura baru menyadari tubuh Shinobe sudah tidak ada di tempatnya sebelumnya.

5 tahun kemudian. Kashimura berhasil menangkap dan menyekap Shinobe. Ia sengaja mengambil kuliah di jurusan kriminologi untuk melakukan hal itu.

Setelah mendengar Shinobe mengungkapkan alasan sebenarnya melakukan hipnotis bunuh diri beberapa tahun lalu, Kashimura memutarkan video yang diputar Shinobe kala itu dan membuatnya terhipnotis.

Tanggal Rilis: 24 Januari 2020
Durasi: 1 jam 28 menit
Sutradara: Takeba Lisa
Produser: Keiichi Hashimo, Kenzô Ishiguro
Penulis Naskah: Watanabe Yusuke
Produksi: –
Pemain: Hashimoto Kanna, Koseki Yuta, Seto Toshiki, Nakamura Shido II, Kai Shouma, Nakao Masaki, Fukuyama Shodai, Nakata Keisuke, Yamada Aina

Review Singkat

Film “Signal 100” ternyata memiliki alur cerita yang sedikit banyak berbeda dengan kisah aslinya di manga. Titik temunya hanya aksi hipnotis yang dilakukan oleh Shinobe, adanya 100 sinyal tersembunyi, serta nama-nama karakter.

Di luar itu, naskah adaptasinya mengalami banyak perubahan. Dan tentu saja pemadatan. Ini bisa dimaklumi mengingat durasi yang tersedia terbatas.

Twist-twist mengejutkan yang ada di manga sayangnya ditiadakan.

Sebagai gantinya, “Signal 100” menyuguhkan adegan-adegan bunuh diri yang brutal dan bervariasi. Meski bukan psikopat, tapi saya pribadi menikmati sajian tersebut.

Di sisi lain, ada satu dua kejanggalan yang bisa ditemui. Seperti tidak adanya murid dari kelas lain di sekolah saat kejadian berlangsung. Tidak ada pula staf pengajar maupun pegawai sekolah yang lain.

Selain itu, di bagian awal film, saat beberapa orang murid melakukan bunuh diri dengan cara melompat dari jendela. Ketika kamera disorot ke lokasi jatuhnya mereka, hanya terlihat jenazah satu orang murid saja. Yang lain kemana, ya?

Kekurangan lain yang terasa adalah kepribadian para karakter utamanya. Benar-benar minim. Berbeda dengan versi manga yang terasa sangat kuat.

Alih-alih, yang ditonjolkan justru kisah percintaan dan persahabatan di antara para karakter utama. Yang ujung-ujungnya tidak begitu nendang karena ya itu tadi, kepribadian karakter masing-masing tidak kuat.

Ending-nya tidak segelap cerita asli. Saya pribadi malah merasa adegan penutup tersebut tidak begitu berfaedah. Terlalu predictable.

Penutup

Tidak mudah untuk mengadaptasi 4 volume manga ke dalam film berdurasi kurang dari 1.5 jam. Sutradara Takeba Lisa berhasil melakukannya dalam “Signal 100”. Patut diapresiasi.

Adegan-adegan bunuh diri brutal dan sadis masih bisa ditemui. Hanya adegan-adegan yang berhubungan dengan s3ks yang dihilangkan.

Sayangnya, dengan adanya pemadatan cerita, kepribadian karakter ikut dipadatkan. Ke level (nyaris) terendah.

Saya tidak bisa merasakan kepribadian yang kuat dari Kashimura, Wada, maupun Sakaki. Terasa ala kadarnya saja.

Pun begitu, “Signal 100” tetap masuk dalam daftar rekomendasi saya. Terutama bagi para pecinta film bergenre horor thriller yang tidak sungkan mengumbar darah. 6/10.

Catatan: review serta rating bersifat subyektif dan berdasarkan preferensi pribadi

rf signal 100

Leave a Reply