Review Film Sesat (2018)

Karena baru setahun belakangan rutin menulis review film horor Indonesia di situs ini, banyak judul yang sebenarnya sudah saya tonton tapi tidak / belum saya tuliskan reviewnya. Salah satunya adalah “Sesat”, besutan sutradara Sammaria Simanjuntak. Menariknya, ini adalah film bergenre horor pertama yang ia buat. Beberapa karyanya sebelumnya di antaranya adalah “Cin(T)a” dan “Demi Ucok”. Seperti apakah hasilnya?

WARNING! Tulisan di bawah ini mengandung SPOILER!!!

Sinopsis Singkat

poster sesat

Sejak ayahnya (diperankan oleh Willem Bivers) meninggal beberapa waktu lalu, Amara (diperankan oleh Laura Theux) masih belum juga bisa move on. Usaha opanya, Anwar (diperankan oleh Arswendi Nasution), untuk mengungsikan sementara Amara, ibunya (diperankan oleh Vonny Cornellya), dan Kasih (diperankan oleh Rebecca Klopper), adiknya, ke desa tempat tinggalnya saat ini, Desa Beremanyan, pun tidak membuahkan hasil. Alih-alih, Amara justru mengetahui adanya mitos mengenai sosok iblis Beremanyan yang bersemayam di sumur tua. Dengan melakukan ritual tertentu, iblis tersebut bisa mengabulkan permintaan.

Ingin sekali bertemu dengan ayahnya untuk yang terakhir kali, Amara diam-diam melakukan ritual. Anehnya, tidak terjadi apa-apa. Sebaliknya, satu demi satu orang di sekitarnya celaka. Mulai dari ibunya hingga dua orang teman sekelasnya, Mutya (diperankan oleh Valerie Tifanka) dan Rian (diperankan oleh Endy Arfian). Penduduk desa juga tampak menghindarinya.

Belakangan terungkap bahwa iblis Beremanyan bukanlah mengabulkan permintaan seseorang. Melainkan mencelakai orang yang dibenci oleh pelaku ritual. Apabila yang bersangkutan meminta ‘perjanjian’ tersebut dibatalkan, maka semua orang di sekitarnya akan mati di dalam sumur. Kecuali jika pelaku ritual itu sendiri yang bunuh diri di sana.

Amara yang panik memaksa iblis Beremanyan untuk membatalkan perjanjiannya. Alhasil, ibu Amara dan Kasih diambil dan hampir saja ditenggelamkan di sumur. Amara akhirnya rela menenggelamkan dirinya sendiri di sana. Untungnya, tak lama kemudian ia ditolong oleh penduduk desa.

Pasca kejadian tersebut, iblis Beremanyan tidak lagi mengganggu Amara. Kendati demikian, di saat hendak pindah kembali ke rumah, Amara mendapati bahwa selama ini sebenarnya opanya sudah tahu Amara akan melakukan ritual tersebut. Ia sengaja membiarkannya karena membutuhkan bahan untuk pembuatan novelnya. Sepeninggal Amara dan keluarganya, terlihat opa Anwar diserang oleh makhluk gaib.

Tanggal Rilis: 23 Agustus 2018
Durasi: 90 menit
Sutradara: Sammaria Simanjuntak
Produser: Gope T. Samtani
Penulis Naskah: Sammaria Simanjuntak, Evanggala Rasuli
Produksi: Rapi Films
Pemain: Laura Theux, Rebecca Klopper, Vonny Cornellya, Endy Arfian, Arswendy Bening Swara, Jajang C. Noer, Valerie Tifanka, Willem Bivers, Davis Kuen

Review Singkat

Sesuai judulnya, “Sesat” berhasil membuat saya ‘tersesat’ ke dalamnya. Di paruh pertama, film ini terlihat sangat solid dan menyakinkan. Dialog, yang acap menjadi kelemahan, pun terdengar berkualitas. Tidak ecek ecek. Belum ditambah dengan jump scare serta penampakan yang sesuai porsi. Tidak diumbar ke sana kemari.

Sayang, begitu iblis Beremanyan mulai menteror Amara dan keluarganya, naskah ikut-ikutan mulai berantakan. Kejanggalan berserakan dimana-mana. Yang paling terasa, hampir semua karakter mendadak menjadi manusia super. Kaki ibu Amara dan adiknya diceritakan patah, namun mereka bisa bertahan baik-baik saja tanpa perawatan. Cukup dengan diperban. Bahkan masih bisa berjalan seperti biasa, hanya sedikit terpincang-pincang.

Begitu pula halnya dengan Amara, yang mendapat tusukan pisau di punggung bagian kiri. Sama sekali tidak terlihat kesakitan. Dengan santainya masih bisa mententeng senter ukuran besar berkeliling hutan.

Dialog yang sebelumnya sempat saya beri acungan jempol kompak ambyar. Saat mencari informasi mengenai cara menghentikan iblis Beremanyan, Amara sudah diberitahu oleh seorang nenek (diperankan oleh Jajang C. Noer) bahwa jika ia minta dihentikan maka seluruh orang yang ia cintai akan mati. Lah kok malah tetap dilakukan, habis itu panik sendiri. Gak jelas.

Sama gak jelasnya dengan ending konflik. Pasca Amara menceburkan diri ke sumur dan diselamatkan, masalahnya seolah selesai begitu saja. Kesan iblis Beremanyan yang sebelumnya digambarkan sadis dan tidak bisa dikompromi lenyap dalam sekejap. Penulis seperti memaksakan film harus berakhir dengan happy ending, padahal alur di sepanjang durasi sudah mengarah pada bad ending.

Dari segi sinematografi bagi saya pribadi cukup baik. Nyaman untuk dinikmati. Satu kritikan dari sisi produksi adalah adegan saat Amara masuk ke dalam sumur. Terlihat jelas bahwa ia bukan berada dalam sumur, melainkan di kolam renang. Atau mungkin bak berukuran besar. Yang jelas bentuknya persegi, bukan lingkaran seperti seharusnya sebuah sumur.

Penutup

“Sesat” adalah film horor lokal yang sukses menyesatkan dirinya sendiri ke jurang kehancuran. Titik start-nya sebenarnya cukup baik, berpotensi untuk menjadikannya film berkualitas. Sayang ketika unsur horor mulai kental menyapa, film jadi kehilangan arah. Berantakan dan dipenuhi kejanggalan logika. 4/10.

Catatan: rating bersifat subyektif dan berdasarkan preferensi pribadi

rf sesat

Leave a Reply