Review Film Kanibal – Sumanto (2004)

Saya baru tahu kalau kisah hidup Sumanto, pria yang sempat menghebohkan seluruh Indonesia gegara aksi kanibalnya, diangkat ke layar lebar. Judul filmnya adalah “Kanibal Sumanto”, sangat merepresentasikan isinya. Saya termasuk penggemar film bertema kanibal. Sayangnya, hingga sekarang jarang sekali menemukan yang bagus dari segi cerita. Biasanya hanya mengandalkan adegan sadis belaka. Salah satu yang saya suka adalah “Raw” (2016). Feel-nya dapet banget walau tidak banyak mengumbar adegan makan memakan daging manusia. Apakah kualitas film ini bisa menyamai atau bahkan melebihi judul tersebut? Simak sinopsis dan review singkatnya di bawah ini.

Sinopsis Singkat

poster kanibalsumanto

Sumanto (Jeremias Nyangoen), pemuda lugu dan miskin dari desa Plumutan, Kemangkon, Purbalingga, Jawa Tengah, ditahan polisi atas tuduhan memakan mayat. Peristiwa tentang kanibalisme ini menggemparkan desa dan menjadi berita ramai di koran-koran. Wartawan muda, Lili Wijaya (Farach Diana), ditugaskan untuk meliput kasus Sumanto itu. Hingga ia mewawancarai Sumanto di dalam tahanan. Sumanto mengisahkan perjalanan hidupnya sejak kecil hingga kemudian menjadi seorang kanibal.

Lewat kilas balik, digambarkan Sumanto sejak kecil suka memakan binatang seperti jangkrik. Dikisahkan pula ia pernah berpacaran dengan Samien (Ati Cancer), gadis desa tetangganya. Sumanto dikeroyok pemuda desa saat berpacaran, dan sejak itu ia berpikir untuk mendapat ilmu kebal. Dia lalu berguru pada Ki Sirat (Sujiwo Tejo). Syaratnya ia harus memakan sejumlah mayat. Melakukan pertapaan dan menahaan diri dari godaan seperti bidadari (Della Puspita). Kemudian Sumanto merantau ke Lampung, menjadi buruh perkebunan. Di tempat ini, ia sempat berhadapan dengan penjahat yang memaksanya menyerahkan uang. Karena terpaksa, Sumanto menebas perut sang penjahat hingga tewas. Mayat penjahat itu lalu dimakannya.

Kebiasaan ini berlanjut saat Sumanto pulang ke desanya, hingga diketahui warga dan ditangkap polisi. Lili yang ingin melengkapi laporannya, mencari Ki Sirat. Namun, Lili selalu dintai keberderaannya karena mengincar seseorang. Hingga Lili diajak Ki Sirat ke tempat sunyi dan diancam akan dibunuh, karena laporannya bisa menyeretnya ke pengadilan. Namun sayangnya, Lili lolos dari ancaman dan menyelesaikan laporannya.

Tanggal Rilis: 27 Mei 2004
Durasi: 1 jam 43 menit
Sutradara: Christ Helweldery
Produser: Shanker RS BSc, Chand Parwez Servia
Penulis Naskah: Rahmat Takdir, Taufik Daraming Tahir, Naryono
Produksi: Starvision Plus
Pemain: Jeremias Nyangoen, Farah Diana, Aty Cancer, Sujiwo Tejo, Della Puspita, Anna Tairas, Chandra Louis, Akbar, Citra Gema, M. Tompoh

Review Singkat

WARNING! Tulisan di bawah ini mengandung SPOILER!!!

Tidak banyak film kanibalisme yang punya cerita rapi dan menarik. Sayangnya, “Kanibal Sumanto” bukan termasuk salah satu di antaranya. Model bercerita yang menggunakan narasi justru beberapa kali menimbulkan kebingungan karena tidak sinkron dengan adegan yang dimunculkan di layar. Alur juga terasa melompat-lompat dengan kasar sehingga agak sulit memahami jalannya cerita.

Kendati demikian, ada dua hal yang menjadikan film ini sangat layak untuk ditonton.

Pertama, akting Jeremias Nyangoen sebagai Sumanto yang sangat luar biasa. Saya tidak tahu bagaimana sosok Sumanto yang asli, tapi setidaknya untuk karakter yang bersangkutan di dalam film ini, Jeremias tampil dengan meyakinkan. Potret seorang pemuda desa yang lugu namun salah jalan akibat desakan keadaan jelas tersampaikan.

Kedua, adegan-adegan yang berbau kanibalisme. Meski kurang berani menampilkan adegan sadis (dari segi visual) dalam hal potong memotong tubuh manusia, tapi adegan makan kecoak, ular, dan tokek (entah asli atau tidak) membayarnya. Ada juga aktivitas memotong p3nis walau hanya ditunjukkan sekilas (mungkin agar lolos sensor).

Tapi, yah, balik lagi. Dengan cerita yang kurang solid, pada akhirnya saya seperti hanya menonton potongan-potongan cerita yang coba dirangkai menjadi satu tanpa ada benang merah yang jelas. Terlebih di bagian ending, atau lebih tepatnya 15 menit terakhir, yang terasa sekali dibuat dengan terburu-buru. Padahal akting Sujiwo Tejo sebagai Ki Sirat sudah sedemikian creepy-nya. Terbuang sia-sia gegara eksekusi yang kurang matang.

Penutup

Saya bisa memahami naskah skenario yang tidak rapi karena biar bagaimanapun kisah yang diangkat cukup sensitif, terutama bagi keluarga korban Sumanto. Hasilnya mungkin bisa lebih baik jika tidak memaksakan menggunakan kisah maupun nama yang bersangkutan sebagai pengangkat minat masyarakat untuk menonton film “Kanibal Sumanto”. Jujur saya belum banyak punya referensi film kanibalisme asal Indonesia. Tapi untuk judul awal di genre tersebut, apa yang dihadirkan oleh “Kanibal Sumanto” cukup menghibur. 5/10.

Catatan: rating bersifat subyektif dan berdasarkan preferensi pribadi

rf kanibalsumanto

Leave a Reply