Review Film Ghostbuser: Misteri Desa Penari (2021)

Bioskop di Surabaya akhirnya sudah boleh beroperasi kembali. Sayangnya, film horor Indonesia yang tayang saat ini hanyalah “Asih 2”, yang rilis di bulan Desember lalu. Padahal saya berharap bisa langsung menonton judul-judul baru seperti “Jangan Sendirian”. Yah, untungnya, ada “Ghostbuser” yang baru saja hadir eksklusif di platform Disney+ Hotstar. Apakah bisa jadi pelipur lara? Simak jawabannya melalui sinopsis dan review singkat di bawah ini, ya.

WARNING! Tulisan di bawah ini mengandung SPOILER!!!

Alur Cerita / Sinopsis Singkat

cover ghostbuser

cover ghostbuser

Sigit (diperankan oleh Tora Sudiro) adalah seorang indigo. Ia bisa melihat hantu, namun tidak bisa berkomunikasi dengan mereka.

Suatu hari, Sigit melihat seorang ibu-ibu penjual jamu menjadi korban tabrak lari sebuah mobil sedan. Tanpa disangka, malam harinya, ibu-ibu penjual jamu tersebut yang mengaku bernama Ningsih (diperankan oleh Annette Edoarda), mendatangi Sigit dalam wujudnya yang masih muda. Anehnya, kali ini Sigit bisa berbicara dengan hantu Ningsih. Sejak itu Ningsih pun mengikuti Sigit.

Ditekan masalah ekonomi, Sigit mendapat ide dari temannya untuk membuat bisnis pengusiran hantu dengan memanfaatkan keberadaan Ningsih. Ia lalu mengajak dua sahabatnya, Genjing (diperankan oleh Gary Iskak) dan Alexandra (diperankan oleh Wulan Guritno). Sama halnya dengan Sigit, mereka berdua juga bisa melihat hantu namun tidak bisa berkomunikasi dengan mereka.

Usaha yang diberi nama Ghostbuser tersebut semakin lama semakin sukses. Banyak yang menggunakan jasa mereka.

Hingga akhirnya, dalam sebuah misi, tanpa sengaja mereka berhadapan dengan pengemudi mobil yang menabrak Ningsih. Walau arwahnya sudah tidak lagi penasaran, Ningsih memutuskan untuk tetap membantu Ghostbuser.

Tanggal Rilis: 9 April 2021
Durasi: 1 jam 25 menit
Sutradara: Girry Pratama & Tora Sudiro
Produser: Girry Pratama & Soflintasia
Penulis Naskah: Sigit Sulistyo
Produksi: Lingkar Film, Open Door Films
Pemain: Tora Sudiro, Wulan Guritno, Gary Iskak, Opi Bachtiar, Annette Edoarda

Review Singkat

Click bait judul artikel ❌
Click bait judul film ✅

Entah siapa yang punya ide murahan dengan menyelipkan ‘desa penari’ di dalam judul film “Ghostbuser” ini. Nyatanya, adegan yang berkaitan dengan desa penari hanya berlangsung tidak lebih dari 5 menit.

Tapi jika teman-teman menyangka itu adalah satu-satunya dosa dari film ini, maaf saja, tebakan tersebut salah. Lagi-lagi, nyatanya, nyaris tidak ada hal benar di sepanjang durasi.

Dari segi ceritanya dulu.

“Ghostbuser” terlihat seperti potongan footage pendek yang masing-masing berdurasi kurang dari 5 menit dan asal digabungkan saja menjadi satu. Sebagian adegan yang ada tidak memiliki benang merah dengan adegan sebelum atau sesudahnya. Asal lompat seenak jidat.

Seperti adegan Alex menemukan jaket Sigit di mobil lalu mendatangi kos-kosan Sigit dan mengembalikan jaket tersebut. Setelah itu ya sudah, gak ada kelanjutannya.

Atau adegan Sigit, Genjing, Alex, dan Ningsih pergi berlibur. Yang ditunjukkan hanya mobil parkir, mereka keluar, berdiri di pinggir tebing, dan berdialog selama mungkin sekitar 1-2 menit, dan that’s it. Adegan selanjutnya sudah berpindah lagi.

Saya yakin jika adegan-adegan yang gak berfaedah semacam dua di atas dihapus, durasi film ini mungkin tinggal tersisa seperempatnya saja.

Rentetan dialog jadi poin kedua yang patut digarisbawahi. Bukan karena bagus. Sebaliknya, garing, membosankan, dan tidak meyakinkan. Komedinya pasaran dan mudah ditebak. Tersenyum pun akhirnya bukan karena lucu, melainkan karena cringe.

Terakhir adalah eksekusinya secara keseluruhan. Termasuk akting para pemainnya.

Nuansa low budget benar-benar terasa. Mulai dari efek CGI yang ala kadarnya hingga penampakan hantu yang bermodal bedak tebal. Saya curiga di sini para bintang besar yang terlibat juga dibayar ala kadarnya. Atau mungkin malah belum dibayar sama sekali. Pasalnya, sulit dipercaya nama-nama sekelas Wulan Guritno, Tora Sudiro, dan Gary Iskak berakting sedemikian amatirnya.

Lucunya, bahkan ada satu dua kesempatan dimana pemain pendukung jelas melihat ke arah kamera untuk menunggu aba-aba sebelum mulai berbicara.

Penutup

“Ghostbuster” adalah film horor yang mencoba berkomedi, walau pada akhirnya the joke is on them. Tidak seram, tidak lucu, dan yang paling fatal, tidak layak untuk ditonton. Beruntung mereka memilih untuk menggunakan Disney+ Hotstar sebagai jalur distribusi. Setidaknya (mungkin) sudah balik modal dari pembelian hak siar. Seandainya ada di bioskop, pasti tidak butuh waktu lama untuk turun layar.

0/10. Kalau bisa diberi nilai negatif, skornya bakal -10. Tonton saja jika teman-teman sedang benar-benar ada waktu luang. Bahkan jika teman-teman merasa sedang ada waktu luang, pastikan lagi berulang-ulang. Apa pun itu bentuknya, aktivitas lain SELAIN menonton film ini jauh lebih bermanfaat. Percaya deh.

Catatan: review serta rating bersifat subyektif dan berdasarkan preferensi pribadi

rf ghostbuser

Leave a Reply