Review Film Dreadout (2018)

Walau tidak memainkan gamenya sampai tamat, saya cukup antusias menantikan kehadiran film “Dreadout” yang memang diadaptasi dari sebuah game berjudul sama. Karena saat film ini dirilis saya sedang berada di Bandung, saya sampai bela-belain nonton di kota tersebut, tidak menunggu pulang ke Surabaya, hehehe. Kali ini, untuk keperluan membuat review di situs ini, saya menontonnya sekali lagi. Penasaran juga, kira-kira penilaian saya terhadap film ini dulu dengan sekarang bakal berbeda atau tetap sama. Mau tahu jawabannya? Cekidot sinopsis dan reviewnya di bawah ini.

WARNING! Tulisan di bawah ini mengandung SPOILER!!!

Sinopsis Singkat

poster dreadout

Untuk meningkatkan popularitas di media sosial, Jessica (diperankan oleh Marsha Aruan), Beni (diperankan oleh Irsyadillah), Dian (diperankan oleh Susan Sameh), Alex (diperankan oleh Ciccio Manassero) dan Erik (diperankan oleh Jefri Nichol) memutuskan untuk melakukan penelusuran ke sebuah apartemen terbengkalai yang terkenal berhantu. Agar bisa masuk, mereka mengajak Linda (diperankan oleh Caitlin Halderman) yang kebetulan kenal dengan penjaga apartemen tersebut, Heri (diperankan oleh Mike Lucock).

Di dalam, dengan alasan tidak mendapat sinyal, Jessica mengajak masuk ke area apartemen yang diberi pembatas segel polisi. Di sana mereka memasuki sebuah kamar yang konon pernah menjadi TKP pembunuhan dan menemukan sejumlah perkamen dengan gambar dan tulisan Kawi kuno. Tanpa disangka Linda bisa melihat tulisan rahasia dalam salah satu perkamen dan membacanya.

Sebuah portal yang berupa kolam air tiba-tiba terbuka, menyeret mereka masuk ke dalam. Beni, Dian, Alex, dan Erik berhasil keluar. Namun tidak dengan Jessica dan Linda.

Di alam gaib, Linda mendapati bahwa kilatan kamera flash dari ponselnya bisa membunuh hantu. Ia pun berjalan hingga tiba di sebuah pendopo. Ada Jessica di sana, disekap oleh hantu wanita berkebaya putih. Dengan sebuah keris, Linda membunuh hantu tersebut dan membuat saudarinya, hantu wanita berkebaya merah murka. Untungnya Linda berhasil kabur dan melewati portal.

Jessica tiba-tiba muncul dari kolam portal. Nyatanya itu bukan dirinya yang asli, melainkan sudah dirasuki oleh wanita berkebaya merah. Jessica lantas menyerang teman-temannya, mengakibatkan satu per satu dari mereka, termasuk dirinya sendiri, masuk kembali ke alam gaib.

Di alam gaib terungkap bahwa Beni sebenarnya mengincar keris yang diambil oleh Linda. Ia adalah bagian dari sebuah organisasi gelap yang dulunya sempat menyekap Linda dan ibunya. Saat itu ayah Beni memaksa agar ibu Linda membaca tulisan di perkamen untuk membuka portal. Sebelum itu terjadi, polisi masuk dan menembak mati ayah Beni.

Bersusah payah Linda dkk akhirnya bisa kembali dengan selamat. Kecuali Beni yang terlalu bernafsu mendapatkan keris sehingga tidak sempat melewati portal.

Tanggal Rilis: 3 Januari 2019
Durasi: 95 menit
Sutradara: Kimo Stamboel
Produser: Edwin Nazir, Kimo Stamboel, Hye Rim Oh, Justin Kim, Kwonsik Kim, Yeonu Choi, Wida Handoyo
Penulis Naskah: Kimo Stamboel
Produksi: GoodHouse Production, CJ Entertainment, MM2 Entertainment, Sky Media, Nimpuna Sinema, Lyto
Pemain: Caitlin Halderman, Jefri Nichol, Marsha Aruan, Irsyadillah, Susan Sameh, Ciccio Manassero

Review Singkat

Yang bagusnya dulu.

Pertama adalah efek CGI-nya. Secara keseluruhan sangat bisa dinikmati. Hanya ada miss di satu dua adegan.

Kedua adalah desain hantunya. Baik pocong berclurit maupun kakak beradik kebaya merah dan putih. Semuanya keren. Bahkan wanita berkebaya merah di sini bisa dibilang salah satu penggambaran hantu terbaik di film horor lokal.

Ketiga adalah petunjuk akan adanya sekuel atau kisah lanjutan yang disempalkan di bagian akhir (credit scene). Selain bikin penasaran, adegan ekstra ini sebenarnya juga menjelaskan kenapa keberadaan Beni sebagai bagian dari organisasi tidak terlalu dijelaskan di “Dreadout”.

Keempat adalah akting para pemainnya. Meski didominasi aktor dan aktris muda, nyatanya hampir semua berakting di atas rata-rata. Marsha Aruan termasuk yang sangat pantas diberi acungan jempol.

Nah, sekarang kekurangannya.

Yang jelas paling terasa adalah dari segi cerita. Pemilihan cerita usang tentang sekelompok remaja haus popularitas dan kemudian melakukan penelusuran di tempat terbengkalai tanpa persiapan adalah sebuah keputusan bodoh. Sangat anti-klimaks dengan cerita yang diusung oleh game aslinya.

Ya, kabarnya film “Dreadout” ini adalah prekuel dari game yang bersangkutan. Namun bukan berarti boleh menggunakan latar cerita yang pasaran dan membosankan seperti itu.

Kimo, sang penulis naskah dan sutradara, sepertinya juga kesulitan mengembangkan alur cerita. Beberapa bagian lagi-lagi terasa membosankan dan berulang. Reaksi Linda saat melihat hantu selalu saja terbengong-bengong. Tidak gercep. Padahal dari awal ia sudah tahu lensa flash kamera di ponselnya ampuh untuk mengusir mereka. Filler untuk sekedar menambah durasi tayang mungkin.

Saya pribadi tidak ada masalah dengan cara Linda mengalahkan hantu. Kan sudah dari gamenya dikonsepkan seperti itu. Yang bikin geregetan adalah ketika Beni yang tertinggal di alam lain bisa melakukan video call dengan ibunya. Sesuatu banget.

Juga momen saat Linda masih sempat-sempatnya ngeberesin buku-bukunya ketika dikejar hantu. Di sekolah ia pasti siswi yang rajin, gemar menabung, dan suka menolong.

Apa buku-buku tersebut gak basah secara Linda berulangkali melewati kolam air yang menjadi portal alam gaib? Entahlah. Sepertinya hanya Kimo yang tahu.

Yang jelas, momen-momen dragging yang ada membuat film ini terasa nanggung. Pengalaman menonton jadi tidak maksimal. Lagi seru-serunya, eh ada aja kelakuan karakter yang dipertanyakan. Giliran kelihatan nyantai, eh kok tiba-tiba jadi tegang.

Penutup

Sebagai film Indonesia pertama yang diangkat dari sebuah game, “Dreadout” tampil tidak terlalu mengecewakan. Ceritanya memang berbeda dengan yang ada di game karena ini adalah prekuel. Sayangnya, ada beberapa bagian cerita yang patut dipertanyakan. Termasuk juga adanya beberapa adegan yang terasa dragging dan membuat pengalaman menonton kurang maksimal. Di sisi lain, film ini punya desain hantu berwujud manusia paling keren yang pernah saya tonton. 7/10.

Catatan: review serta rating bersifat subyektif dan berdasarkan preferensi pribadi

rf dreadout

Leave a Reply