Review Film Di Sini Ada Yang Mati (2013)

Suka atau tidak suka, ranah film horor Indonesia ternyata dikuasai oleh karya-karya Nayato Fio. Baik yang menggunakan nama asli maupun nama samaran seperti Chiska Doppert, Koya Pagayo, dan Ian Jacobs. Setelah me-review “Hantu Kuburan Tua” dan “Takut: Tujuh Hari Bersama Setan”, saya sebenarnya sudah ingin istirahat sejenak dari karya-karya beliau. Namun apa daya, dari deretan judul horor lokal yang ada di Hooq yang belum saya tonton, hampir semuanya masuk ke dalam portofolio yang bersangkutan. Jadilah, “Di Sini Ada Yang Mati” saya pilih. Bukan apa-apa, posternya terlihat paling niat dan meyakinkan. Apakah filmnya juga dibuat dengan niat serta punya cerita yang meyakinkan? Simak sinopsis dan review singkatnya di bawah ini. Cekidot!

Sinopsis Singkat

poster disiniadayangmati

Sarah (diperankan oleh Donita), Jasmine (diperankan oleh Marie Tatiana Sivek), dan Lidya (diperankan oleh Garneta Harun) pergi ke vila milik Christian (diperankan oleh Stuart Collin), kekasih Lidya, untuk merayakan 10 tahun persahabatan mereka. Alih-alih bisa bersenang-senang, ketiganya justru dihantui oleh penampakan hantu wanita yang seolah terus memburu mereka dimanapun berada. Belum ditambah dengan sikap Chris yang terkadang terlihat aneh. Apa yang sebenarnya terjadi? Apa pula hubungannya dengan adanya ruangan yang tidak boleh dibuka?

Tanggal Rilis: 21 Februari 2013
Durasi: 65 menit
Sutradara: Koya Pagayo
Produser: Firman Bintang
Penulis Naskah: TB Ule Sulaeman, Ery Sofid
Produksi: Mitra Pictures, BIC Production
Pemain: Donita, Stuart Collin, Garneta Harun, Marie Tatiana Sivek

Review Singkat

WARNING! Tulisan di bawah ini mengandung SPOILER!!!

Belum apa-apa film “Di Sini Ada Yang Mati” sudah bikin dahi saya mengkerut. Lidya sebelumnya digambarkan tidak bisa menghubungi Christian untuk memberitahu kapan dia datang ke villanya. Ajaibnya, sebelum Lidya dkk tiba, Christian terlihat bersiap-siap, bahkan lantas menyambutnya di teras.

Untungnya, dari segi cerita, saya tidak menemukan hal lain yang patut dipertanyakan. Soal make up yang selalu rapi serta pakaian yang sering tidak masuk akal (misal: rok panjang untuk pergi ke air terjun) rasanya bukan urusan naskah skenario lagi.

Dari gerak gerik karakter Chris semenjak Lidya datang mungkin kita sudah bisa menebak bahwa ada sesuatu yang ia sembunyikan. Ditambah dengan adanya kamar, yang seperti di kebanyakan film sejenis, diwanti-wanti untuk tidak boleh dibuka. Tebakan tersebut tidak salah. Dan tentu saja ada hubungannya pula dengan kamar tersebut. Yap, itulah twist yang ditawarkan, klise dan bukan sesuatu yang bikin kita tercengang.

Dialog bisa dibilang hit and miss. Ada yang normal, ada juga yang ajaib.

Yang saya suka adalah adegan-adegan ‘action‘-nya. Koya Pagayo alias Nayato Fio cukup kreatif di bagian ini dengan memasukkan beberapa barang rumah tangga sebagai media bertarung. Mulai dari tabung gas LPG hingga tabung pemadam kebakaran. Boleh diapresasi, asal mampu mengabaikan sebuah pertanyaan besar, kenapa semua barang itu, termasuk kapak dan palu, bisa digeletakkan begitu saja di dalam toilet yang merangkap sebagai gudang.

Yang jadi masalah utama adalah sesi penampakan alias jump scare. “Di Sini Ada Yang Mati” sepertinya adalah cikal bakal lahirnya “Takut: Tujuh Hari Bersama Setan“. Keduanya sama-sama mengumbar jump scare, walau untuk kuantitasnya film ini masih kalah lebay.

Beberapa memang ada yang kreatif dan bikin kaget. Tangan diblender misalnya. Tapi sebagian besar begitu begitu saja dan terus menerus diulang. Bosan dan makin lama jadi garing. Apalagi jurus volume digeber tiba-tiba tetap jadi andalan.

Tangan berdarah-darah menyentuh pundak dari belakang. Pas ditoleh tangannya hilang. Sebagian dilanjutkan dengan munculnya hantu dari depan.
Hantu seliweran di belakang, pas ditoleh hantunya hilang tapi pindah seliweran di depan.
Berjalan diikuti hantu atau berpapasan dengan hantu.

Itu top 3-nya. Tiga besar momen yang diulang-ulang maksud saya, bukan yang berkesan.

Secara individu, hanya Stuart Collin sebagai Christian yang penampilannya lumayan. Yang lain biasa saja. Apalagi sama sekali tidak timbul chemistry yang menandakan bahwa ketiga karakter wanita yang ada telah berteman selama 10 tahun.

Dan ngomong-ngomong soal 10 tahun, saking asyiknya berusaha menakut-nakuti, penulis dan/atau sutradara sepertinya lupa bahwa tujuan Sarah, Jasmine, dan Lydia pergi ke villa adalah untuk merayakan 10 tahun persahabatan mereka. Nyatanya? Selama di villa tidak pernah sekali pun mereka berkumpul bersama. Kalau tidak sibuk sendiri-sendiri ya cuma tidur-tiduran saja. Apa maksudnya coba?

Penutup

Walau misterinya terlalu dangkal sehingga twist mudah ditebak, cerita yang tidak hancur-hancur amat serta beberapa adegan jump scare yang oke patut untuk diapresiasi. Namun demikian, apa mau dikata, pujian yang ada tidak sebanding dengan sisi negatif yang diusung film “Di Sini Ada Yang Mati”. Hal-hal di luar logika serta jump scare berlebihan menghasilkan pengalaman menonton film horor yang tidak menyeramkan sama sekali. 3/10.

rf disiniadayangmati

Leave a Reply