Pengalaman Mandi Bareng Di Sento Jepang

Menjajal langsung pemandian umum di Jepang sudah menjadi rencana utama saya dalam itinerari backpacking ke Jepang yang berakhir kemarin. Sayangnya, untuk menuju onsen tidak memungkinkan karena lokasinya yang rata-rata berada di luar kota, sementara target kunjungan perdana saya ke negeri Sakura adalah memuaskan diri di trio kota ‘turis’ (Tokyo, Kyoto, dan Osaka) sebelum suatu saat nanti kembali ke sana dan menjelajah wilayah-wilayah yang anti-mainstream, seperti Hiroshima dan Fukushima. Oleh karena itu, pilihan satu-satunya adalah sento, pemandian umum dengan air panas buatan, yang masih bisa ditemui di beberapa sudut kota besar, meski semakin lama jumlahnya semakin berkurang karena tergerus oleh perkembangan jaman.

Ada tiga sento yang sempat saya datangi: Jakutsuyu di daerah Asakusa (Tokyo), area public bath Hotel Capsule Net Omotenashi no Oyado (Tokyo), serta Namba Onsen / なんば温泉 (Osaka). Di Kyoto sebenarnya ada satu sento yang terletak (agak) dekat Tomato Guest House tempat saya menginap, namun karena baru tahu setelah tiba kembali di hostel, mager juga sih kalau harus balik lagi ke TKP. Dingin banget euy soalnya di Kyoto 🙁

Oh ya, ini bukan untuk pertama kalinya saya bugil bareng bersama pria-pria tidak dikenal. Sebelum Jepang, saya sudah pernah mencoba pemandian umum di Malaysia dan Kamboja. Tapi public bath di kedua negara tersebut (juga Singapura dan Thailand) punya perbedaan mendasar jika dibandingkan dengan onsen maupun sento di Jepang (dan Korea). Detilnya nanti saya ceritakan di bagian akhir artikel ini.

Jakutsuyu Sento

Agak tricky untuk menemukan pemandian umum ini, karena letaknya yang berada di dalam sebuah gang kecil. Tapi jika sudah tahu ancer-ancernya, sebenarnya cukup mudah untuk menuju ke sana. Paling gampang adalah dengan mencari gerai McDonalds yang ada di ujung gang (perhatikan peta di bawah). Selanjutnya tinggal menyusuri jalan kecil di samping McDonalds hingga sampai pada papan berwarna hijau yang ada di depan sebuah gang. Belok kiri dan Jakotsuyu Sento ada di ujung gang tersebut.

jakotsuyu ancer

Papan hijau

Berbekal referensi yang sudah saya baca sebelum berangkat ke Jepang, saya tidak kagok lagi saat melewati pintu masuk pemandian air panas ini. Setelah melepas sepatu dan memasukkannya ke dalam loker yang telah disediakan, saya langsung menggunakan vending machine yang ada di samping loker untuk memilih ‘menu’ tiket yang tersedia. Biaya HTM adalah ¥460, yang kabarnya sudah merupakan standar dari Tokyo Sento Association. Tapi karena tidak membawa perlengkapan apa-apa, saya memilih menu tambahan, yaitu paket peralatan mandi seharga ¥140. Setelah dua lembar tiket keluar dan memperoleh uang kembalian, saya menuju ke ruang ‘resepsionis’ dan menyerahkan kedua lembar tiket tersebut pada seorang ibu-ibu berumur 45 tahunan. Sebagai gantinya, ia memberikan sebuah kantong yang berisikan handuk, pencukur jenggot, sikat gigi, dan odol, serta mmepersilahkan saya untuk masuk ke ruang ganti.

By the way, karena (sayangnya) ini bukan pemandian campur, ruang ganti pria dan wanita terpisah ya. Jadi kalau teman-teman mampir ke sini jangan sampai salah masuk, hehehe. Ruang ganti pria ada di kiri dan ruang ganti wanita ada di sebelah kanan.

Sama seperti di pemandian umum mana pun, langkah pertama yang saya lakukan adalah membuka seluruh pakaian dan meletakkannya ke dalam salah satu loker di ruang ganti. Yang belum terbiasa bisa menggunakan handuk untuk menutupi ‘anu’ masing-masing, tapi untuk orang Jepang sendiri sepertinya sudah tidak lagi malu-malu kucing dan dengan santai bersliweran tanpa pusing menjaga burungnya agar tidak lepas :p

Kegiatan-kegiatan selanjutnya tidak perlu dijelaskan secara detil. Secara keseluruhan, fasilitas yang disediakan oleh Jakotsuyu ini cukup lengkap dan pantas jika banyak yang merekomendasikannya. Ruang loker luas dan ada hair dryer yang bisa digunakan secara gratis. Fasilitas bath tub dan sauna-nya pun bervariasi. Bahkan ada yang semi terbuka, yang sayangnya tidak sempat saya coba pada saat itu.

Ada kejadian seru yang mungkin tidak akan terlupakan. Saat sedang asyik berendam, tiba-tiba si ibu penjaga masuk dengan santainya dan mencari salah seorang bapak-bapak di sana. Jika tidak salah memahami percakapan mereka, sepertinya istri si bapak-bapak tersebut sudah usai mandi dan ingin pulang, sehingga si ibu penjaga itu masuk dan memberitahunya. Yang menarik, semua pria yang ada di dalam tempat pemandian tetap woles saat ibu penjaga tersebut masuk dan tetap ada yang bersliweran di sekelilingnya dengan telanjang.

Di saat berganti pakaian untuk pulang, ada pula kejadian lain. Atau lebih tepatnya disebut tragedi. Salah seorang pengunjung, kakek-kakek, yang baru masuk, tanpa sengaja bagian belakang kepalanya terantuk pintu loker miliknya sendiri dengan keras. Ia sampai terduduk di lantai saking menahan kesakitannya. Berhubung level bahasa Jepang saya juga masih minim, saya cuma bisa mendoakan yang terbaik untuk kakek tersebut sembari melihat pengunjung lain menanyakan kondisinya. Semoga baik-baik saja ya, kek….

Public Bath Hotel Capsule Net Omotenashi no Oyado

Hari terakhir di Tokyo saya gunakan untuk mencicipi hotel kapsul, salah satu daya tarik Jepang yang membuat mayoritas turis penasaran. Meski harganya di atas rata-rata, Capsule Net Omotenashi saya pilih bukan tanpa alasan. Selain terletak di tengah-tengah Ameyoko Market, hotel ini menyediakan fasilitas public bath dan perpustakaan manga alias buku komik Jepang!

Public bath Capsule Net Omotenashi sendiri terletak di lantai basement dan terbuka untuk umum. Tapi tenang saja, bagi tamu hotel, kita bisa menggunakannya secara gratis. Bedanya, kita tidak mendapatkan loker di ruang ganti, sehingga barang-barang berharga sebaiknya disimpan terlebih dahulu di loker kamar sebelum ber-mandi-mandi-ria. Tempat ini juga ternyata cukup ramai di malam hari. Saya yang hendak berendam sebelum tidur terpaksa membatalkan niat begitu melihat banyak orang di dalam pemandian umum hotel ini. Padahal waktu itu jam menunjukkan hampir pukul 12 malam loh.

Nah, sebagai gantinya, saya mencicipi public bath Capsule Net Omotenashi pada shift pagi alias sesaat setelah bangun tidur. Tidak sepi-sepi amat rupanya, karena sudah ada 5-6 orang di sana. Fasilitasnya sendiri tidak jauh berbeda dengan Jakotsuyu, hanya saja, tersedia air minum gratis (kurang tahu apakah teh atau air putih biasa) serta meja rias yang lebih luas dengan jumlah pengering rambut yang lebih banyak. Baik sabun dan shampo juga telah disediakan. Recommended lah jika ingin merasakan beberapa sensasi khas negara Jepang sekaligus di satu tempat.

Review selengkapnya mengenai hotel Capsule Net Omotenashi no Oyado dapat dibaca di sini. Atau klik di sini untuk cek harga terbaru dan booking kamar di hotel tersebut di Agoda.Com.

Namba Sento

Sesuai namanya, Namba Sento ini terletak di area Namba. Rasanya sekitar 200 meter saja dari komplek mall Namba City yang lumayan bikin pegel kalau dikelilingi itu. Tempatnya cukup ramai, sepertinya karena memang populer bagi penduduk sekitar. Atau bisa jadi karena strategis lokasinya. Sayangnya, pemandian umum ini tidak terlalu bersahabat bagi turis atau warga asing yang tidak bisa berbahasa Jepang maupun membaca tulisan kanji karena selain semua penjelasan tertulis dalam bahasa Jepang, pria penjaga resepsionis pun bersikap acuh dan cuek. Di sini juga belum menggunakan vending machine, jadi setelah menyimpan sepatu ke dalam loker, saya dengan pede menyerahkan uang sejumlah ¥440 (sesuai dengan angka yang tertera di tembok), berasumsi bahwa itu adalah biaya penggunakan sento. Dan ternyata benar.

Apesnya, saya lupa bahwa pada saat itu saya tidak membawa perlengkapan mandi. Ditambah dengan setelah sedikit mengintip dari ruang ganti, pemandian umum ini tidak menyediakan sabun dan shampoo. Untuk keluar lagi dan ‘menyewa’ perlengkapan mandi kurang tahu caranya (plus jaim karena tadi sudah masuk dengan pedenya), akhirnya saya putuskan untuk show must go on, mandi tanpa sabunan dan menggunakan bandana sebagai handuk, hehehe.

Dibandingkan dua sento sebelumnya, Namba Sento termasuk yang paling matre. Tidak hanya soal sabun dan shampoo yang tidak diberikan cuma-cuma, penggunaan hair dryer pun dikenakan charge sebesar ¥100 untuk durasi 2 menit. Daripada harus keluar uang lagi, saya memilih untuk mengeringkan rambut dengan menggunakan kipas angin yang untungnya bisa digunakan secara gratis. Yah bakal keterlaluan namanya kalau sampai kipas angin juga harus bayar…

Info selengkapnya baca di sini.


Secara keseluruhan, merasakan tiga sento dengan tiga ‘setting’ yang berbeda memberikan saya pengalaman tersendiri. Walau demikian, satu hal yang sama adalah sikap warga Jepang sendiri yang memang menganggap rutinitas mandi bersama adalah sebagai kegiatan biasa dan bukan hal yang tabu. Sebagai penduduk yang terkenal memegang teguh masalah etika, kita juga tidak perlu khawatir bakal diperhatikan dengan pandangan menghakimi saat berada di sana. Mau seperti apa bentuk burung badan kita, penduduk Jepang tidak mempermalasahkannya selama kita menjaga etika dan aturan penggunaan sento.

Ini yang berbeda dengan pemandian umum di negara lain. Di negara lain, seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand, pemandian umum telah menjadi ajang sosialisasi bagi kaum gay. Tidak hanya sekedar mencari kenalan, yang mencari kenikmatan di dalam tempat-tempat tersebut pun cukup banyak. Oleh karena itu, jika memutuskan untuk mencoba merasakan pemandian umum di negara-negara tersebut, sebaiknya kita menjaga diri, jangan sampai secara tidak sengaja memancing respon dari mereka. Bisa berabe nantinya 🙂

Apakah saya bakal mandi bareng di sento lagi jika kembali ke Jepang suatu hari nanti? Mungkin tidak, karena yang saya lakukan hanya sebatas ingin merasakan aktivitas penduduk lokal di negara-negara yang saya kunjungi. Tapi kalau pilihannya adalah onsen, jawabannya adalah iya. Apalagi jika mix onsen, hehehe.

pengalaman mandi sneto

Leave a Reply