Dongeng Motivasi: Cabi Belajar Berenang

Cerita ini saya tulis pada tanggal 14 Desember 2007. Setelah mendapat respon yang cukup baik dari beberapa cerita fabel dan fan fiction yang saya tulis pada waktu itu, saya memutuskan untuk mencoba naik kelas dengan menggarap tema yang lebih serius. Dongeng berikut merupakan bagian pertama dari seri dongeng “Petualangan Rufi Rusa” yang mengambil tema besar mengenai arti kehidupan kita. Saya belum bisa banyak berkomentar di bagian perdana ini karena tokoh utamanya sendiri belum muncul, hehehe. Apapun itu, selamat menikmati, ya 🙂

Oh ya, sekedar informasi, beberapa part dari dongeng ini telah mengalami sedikit modifikasi. Yang pertama adalah teman-teman bebek si Cabi. Awalnya, saya menggunakan 3 karakter baru, yaitu Ciplak, Cipluk, dan Ciplik Bebek. Di sini saya ubah ke Poka dan Beka Bebek yang sudah eksis sebelumnya di cerita “Misteri Kotak Hitam Bu Beri“.

Modifikasi kedua adalah posisi air terjun. Di cerita aslinya, bendungan berada di selatan hutan sementara air terjun di sebelah utara. Di sini saya ubah menjadi sebaliknya, agar lebih sesuai dengan gambaran denah hutan yang ada dalam pikiran saya, hehehe.

Perkenalan Karakter

Karakter utama dalam dongeng motivasi kali ini adalah Libi dan Cabi.

Libi, musang jantan berusia remaja menjelang dewasa (hampir 20 tahun kalau disamakan dengan umur manusia). Sudah terkenal punya sifat licik dan suka menipu / memanfaatkan binatang lain. Tinggal bersama ibunya di sisi timur hutan, dekat Danau Leka.

Cabi, babi jantan. Masih ABG, sepantaran dengan Poka dan Beka Bebek. Badannya gemuk dan kakinya pendek. Hobi makan banyak. Rajin belajar, rajin menabung, dan rajin membantu babi tuanya. Tinggal bersama ayah ibunya di tengah hutan.

Karakter pendukung dalam cerita berikut, baik yang ikut tampil maupun hanya disebutkan namanya, adalah bu Gembul, Poka, Beka, Soni, dan Eli.

Bu Gembul, babi betina dewasa, ibu Cabi. Berprofesi sebagai babi rumah tangga. Sangat menyayangi Cabi.

Poka, bebek jantan ABG. Kakak Beka. Tinggal terpisah dengan keluarganya di sebuah rumah kecil di dekat sungai.

Beka, bebek betina ABG. Tinggal berdua bersama kakaknya.

Soni, semut jantan, terkuat dalam kelompoknya. Tinggal di pinggir hutan bagian utara, dekat Tempat Pembuangan Sampah (TPS).

Eli, elang betina dewasa. Tinggal bersama pasangannya, Bolang, di area Bukit Timur. Hobinya terbang berkeliling hutan sambil ngegosip bersama mpok Nur Nuri.

Cabi Belajar Berenang

Sudah 3 jam 20 menit lebih Cabi duduk termangu di pinggir sungai KaliAja. Ia sibuk mengamati kedua temannya — Poka dan Beka Bebek — yang sedang berenang.

Iri.

Ingin rasanya ia juga ikut menceburkan diri ke sungai yang dingin dan jernih itu, dan ikut berenang dengan gaya kupu-kupu, mengejar bebek-bebek tersebut. Selama ini orang babi tuanya hanya mengajarkan cara untuk berguling-guling di lumpur dengan baik dan benar. Gak pernah sekalipun mereka menyinggung masalah berenang.

“Lagi ngapain Bi?”, sapa Libi si Musang yang tiba-tiba muncul dari balik batu.

“Itu”, jawab Cabi sembari menghela nafas dalam-dalam, “aku ingin bisa berenang seperti bebek-bebek itu.”

“Apalagi itu, si Poka”, lanjutnya. Hidungnya diarahkan ke arah Poka Bebek. “Ia bahkan bisa berenang hanya dengan menggunakan paruhnya.”

Libi terdiam. Berpikir. Sejenak kemudian matanya berkilau dan senyumnya tersungging.

“Mau aku ajarin berenang? Aku jago loh, waktu SD aja juara berenang tingkat kecamatan.”

Cabi menoleh ke arah Libi. Secercah harapan hadir di benaknya.

“Sungguh? Kamu sungguh-sungguh mau mengajari aku berenang?”, tanya Cabi tak percaya. Ekor pendeknya yang ikal mulai berputar-putar. Tanda ia sedang kegirangan.

“Yo’i”, jawab Libi dengan gaya sok gaul. “Tapi gak gratis, bos. Sekali belajar biayanya 2 juta rupiah. Itu belum termasuk ongkos transportasi, akomodasi, dan PPN.”

Cabi mencoba mengingat-ingat deretan angka di buku tabungannya. Sejak kecil, tiap hari ibunya selalu memberikan uang jajan. Dan sebagian dari uang tersebut selalu ia sisihkan dan ia tabung untuk biaya kuliah nanti. Cita-citanya adalah berkuliah dan menjadi lulusan UNBIT (UNiversitas BabI Teladan) agar ayah dan ibunya bangga.

“Baiklah, aku setuju!” jawab Cabi. Keinginan muliannya dalam sekejab tergerus oleh nafsu dan hasratnya untuk bisa berenang. Seperti kedua temannya.

Beberapa saat kemudian mereka berdua pun kembali ke rumah masing-masing setelah berjanji untuk berkumpul kembali di tempat yang sama tiga hari lagi.


Bu Gembul gelisah. Ia kepikiran dengan kata-kata anaknya, Cabi, tadi pagi yang mengatakan kalau siang ini ia mulai kursus berenang bersama Libi Musang. Bagaimana tidak khawatir apabila reputasi Libi yang super licik itu sudah menjadi rahasia umum bagi seluruh penghuni hutan.

Tidak tahan lagi, akhirnya Bu Gembul memutuskan untuk pergi ke sungai KaliAja, ke tempat yang diberitahukan oleh Cabi tadi pagi. Sesampainya di sana ia terlonjak kaget dan hampir terguling jatuh ke sungai, seandainya saja ia tidak berpegangan ke dahan pohon rambutan yang ada tepat di sampingnya.

Ya, pemandangan yang ia lihat adalah si Cabi, anaknya, sedang asyik bermain-main di tengah sungai dengan menggunakan ban pelampung yang diikatkan ke pohon beringin di tepi sungai. Libi sendiri sedang berleha-leha di bawah pohon tersebut sambil mendengarkan iPod.

“Apa-apaan ini?!”, teriak Bu Gembul.

Libi terlonjak. Kerasnya volume iPod-nya ternyata masih kalah dengan volume suara Bu Gembul yang sedang emosi.

Buru-buru ia mematikan iPod, melepas earphone, dan memasukkan keduanya ke dalam saku celananya. Ia mendatangi Bu Gembul sambil berusaha tersenyum manis.

“Ya, ada apa Bu Gembul?”

“Kata Cabi, kamu mau mengajari anakku berenang. Mana buktinya? Kalau hanya menggunakan pelampung seperti itu, Soni Semut juga bisa.”, omel Bu Gembul.

Libi melirik sepintas ke arah Cabi yang masih asik bermain air. Namun belum sempat ia membuka mulutnya untuk memberikan penjelasan, bu Gembul sudah melanjutkan omelannya ke jilid dua.

“Aku tidak mau tahu. Pokoknya sekarang, kamu harus ikut nyemplung juga ke sungai, dan ajari Cabi berenang yang benar.”

Libi mendesah pelan. “Mati aku”, gumamnya, “aku kan gak bisa berenang.”

“Tapi bu…”

Libi membatalkan niatnya untuk membantah saat melihat Bu Gembul memungut sebatang dahan pohon dengan ukuran XL di tanah. Ia merinding membayangkan kepalanya digetok dengan menggunakan dahan tersebut.

Dengan langkah gontai ia berjalan menuju sungai dan masuk ke dalam air. Susah payah, ia akhirnya bisa mencapai tengah sungai, tempat dimana Cabi sedang mempraktikkan ilmu si Poka, berenang dengan menggunakan moncong.

Tiba-tiba terdengar suara gemuruh dari arah utara sungai. Keras. Memekakkan telinga.

Ketiganya terkaget-kaget. Namun kekagetan tersebut langsung berubah menjadi kepanikan saat Eli Elang melesat di langit dengan cepat sambil berteriak, “AWASSSS!!!! BENDUNGAN AMBRUKKK!!!! CEPAT MENYINGKIR DARI SUNGAIIIII!!!!”

Tanpa buang waktu, Bu Gembul langsung meraih tali pelampung Cabi dan sekuat tenaga menariknya ke pinggir sungai.

“Ayo Cabi, dorong tubuhmu ke sini”, teriaknya, memberi semangat agar Cabi cepat tiba di pinggir sungai.

Libi panik. Untuk bertahan mengapung di air saja ia sudah kewalahan, apalagi kalau sekarang harus buru-buru berenang ke pinggir. Tangannya menggapai-gapai, mencoba keberuntungan, siapa tahu bisa meraih ban pelampung Cabi.

Tapi usahanya sia-sia.

Gemuruh terdengar semakin dekat dan arus air mulai bergerak semakin deras.

Bu Gembul yang sudah berhasil menyelamatkan Cabi segera melemparkan ban pelampung tersebut ke arah Libi.

“Pegang pelampung itu Libi! Aku akan menarikmu!”

Sayang, lemparan ban tersebut agak kurang tepat sasaran. Ban jatuh dua meter dari posisi Libi berada. Dengan kepanikan yang makin melanda, Libi berusaha keras untuk meraih ban tersebut.

1 meter lagi.

80 cm lagi.

50 cm lagi.

20 cm lagi.

5 cm lagi.

BYARRRRR!!!! Gelombang air deras muncul dengan tiba-tiba, menyeret tubuh Libi yang sudah hampir menggapai ban.

“Tolongggg!!!!”, teriaknya.

Bu Gembul dan Cabi terpaku. Mereka tidak tahu harus berbuat apa. Keduanya hanya bisa terdiam melihat tubuh kurus Libi yang terombang-ambing arus sungai, melaju ke arah air terjun yang ada sekitar 1km di depan.

bersambung…

Moral Cerita

Pesan moral yang bisa diambil dari cerita ini adalah:

“Jika ingin menuntut ilmu, tuntutlah dari orang yang memang terbukti pintar dan menguasai ilmu tersebut.”

Arsip publikasi pertama tulisan ini bisa dicek di: https://web.archive.org/web/20110809025555/http://dongengmotivasi.com/cabi-belajar-berenang.htm

petualangan rufirusa

Leave a Reply