Rekap Sinopsis The Legend Of The Blue Sea Episode 17 & Preview Episode 18 (12 Januari 2017)

Di rekap sinopsis The Legend Of The Blue Sea (TLOTBS) episode sebelumnya, Heo Joon-Jae (Lee Min-Ho) akhirnya bertemu dengan ibunya, Mo Yoo-Ran (Na Young-Hee), setelah sekian lama terpisah. Dari Yoo-Ran, Joon-Jae dkk mendapat informasi mengenai sosok Kang Ji-Hyun yang selama ini mereka cari, yang ternyata adalah Kang Seo-Hee (Hwang Shin-Hye), ibu tiri Joon-Jae sendiri. Menyadari ada yang tidak beres, Joon-Jae meminta bantuan Jo Nam-Doo (Lee Hee-Joon) dan Tae-O (Shin Won-Ho) untuk menyusup masuk ke rumah ayahnya, Heo Gil-Joong (Choi Jung-Woo), dan mengajaknya pergi. Sayangnya, Gil-Joong terlalu percaya pada Seo-Hee sehingga menolak mentah-mentah permintaan Joon-Jae. Sementara itu, Sim Chung (Jun Ji-Hyun) yang ditugaskan oleh Nam-Doo untuk menemui Heo Chi-Hyun (Lee Ji-Hoon) agar tidak segera pulang ke rumah malah bertemu dengan Ma Dae-Young (Sung Dong-Il). Apa yang kira-kira akan terjadi selanjutnya di sinopsis drama Korea Remember the Blue Sea episode 17 kali ini?

Sinopsis Episode 17

Sesuai dengan ancaman Sim Chung, Dae-Young kini benar-benar kehilangan semua ingatannya. Ia kebingungan bisa berada di atas sana, juga sama sekali tidak ingat selama ini sudah beberapa kali membunuh. Dengan panik, Dae-Young mengeluarkan pisau dari balik sakunya. Sim Chung memegangi tangan Dae-Young dengan erat hingga pisau itu terjatuh. Dampaknya, Sim Chung kembali melihat saat-saat dimana Sae Hwa dan Dam Ryung dulu terbunuh hingga dadanya terasa sakit. Dae-Young memanfaatkan kesempatan itu untuk kabur meninggalkan Sim Chung.

Joon-Jae kembali mencoba mengajak ayahnya untuk meninggalkan rumah dan ikut dengannya, namun dengan tegas ayahnya menolak. Dengan langkah gontai, Joon-Jae melangkah keluar dari kamar Gil-Joong. Sudah ada Nam-Doo menunggunya di depan pintu. Tak lama mereka pun berpamitan dengan asisten rumah tangga di sana. Gil-Joong sendiri terlihat termenung sembari menahan tangis.

Seo-Hee tiba di tempat pertemuan yang digagas Ahn Jin-Joo (Moon So-Ri). Dengan tenang, Jin-Joo yang mengetahui kehadiran Seo-Hee menyambutnya.

“Aku sengaja tidak mengundangmu hari ini karena khawatir kamu akan merasa tidak nyaman,” ujar Jin-Joo. “Itu sebabnya aku tidak mengundangmu.”

“Kenapa? Kenapa aku akan merasa tidak nyaman?” tanya Seo-Hee heran. “Apa yang ingin kamu katakan?”

Jin-Joo merespon dengan memanggil seseorang masuk ke dalam. Dan Seo-Hee pun terkejut karena yang masuk adalah Yoo-Ran, sudah dengan mengenakan pakaian yang anggun.

Sim Chung tiba di rumah. Dalam hati ia berucap bahwa ia senang berada di rumah Joon-Jae karena bisa merasakan kehangatan di sana.

“Tapi jika aku tetap tinggal di sini, aku rasa aku tidak bisa tetap berada di sampingmu,” lanjut Sim Chung (masih dalam hati).

Tahu rahasianya bakal dibongkar, Seo-Hee memutuskan untuk pulang. Jin-Joo mencegahnya dan memintanya untuk mendengarkan terlebih dahulu alasan mereka semua berada di sana. Dan tanpa berlama-lama, Jin-Joo membeberkan semua tentang Yoo-Ran kepada ibu-ibu sosialita yang hadir di sana, termasuk bahwa ia akhirnya bisa bertemu kembali dengan anaknya setelah berpisah sekian lama.

“Aku sudah bilang kepadamu,” ujar Yoo-Ran, “Aku akan pastikan untuk menemukan Heo Joon-Jae dan mengembalikan semuanya ke tempat asalnya. Tunggulah.”

“Selamat,” respon Seo-Hee berbasa-basi, “Aku sungguh tersentuh kamu berhasil menemukan putramu, tapi mengembalikan putramu ke tempat asalnya tidak akan mudah. Tempat itu sudah hilang.”

“Apa?” tanya Yoo-Ran kaget.

“Kamu mungkin belum mendengarnya,” lanjut Seo-Hee, “tapi, beberapa waktu lalu, suamiku, terkait dengan properti domestik dan luar negeri, saham, harta, segalanya, ia sudah melegalisir wasiatnya dan memberikan semuanya untukku dan Chi-Hyun. Kamu tahu bahwa jika ia mundur maka orang yang akan mewarisi posisinya adalah Chi-Hyun, bukan? Aku akan mengingat dengan baik wajah semua orang yang ada di sini hari ini. Saat kalian menjalani hidup kalian, berharaplah kalian tidak akan pernah membutuhkan bantuanku.”

Dengan penuh kemenangan Seo-Hee beranjak dari tempat duduknya dan pergi meninggalkan yang lain. Yoo-Ran masih tetap terdiam, sementara Jin-Joo terus mengomeli chairman Heo yang bisa-bisanya menjadi boneka dari Seo-Hee.

Dalam perjalanan pulang, Seo-Hee menghubungi Dae-Young. Ia jadi kebingungan menanggapi Dae-Young yang tidak hanya tidak mengenalnya, melainkan juga tidak ingat siapa dirinya sebenarnya.

Tiba di rumah, Chi-Hyun segera masuk ke kamar Gil-Joong. Ia menanyakan apakah ada orang yang mendatanginya, namun Gil-Joong membantah, berdalih bahwa ia tadi sedang tertidur. Meski tahu ayahnya berbohong, Chi-Hyun memilih untuk tidak mengkonfrontasinya. Namun ia jadi makin kesal begitu tahu bahwa sistem keamanan telah dimatikan oleh Joon-Jae dkk saat mereka datang ke sana sehingga sama sekali tidak ada bukti kedatangan mereka.

Sementara itu, di rumah Joon-Jae, Tae-O menyerahkan dokumen-dokumen yang ia peroleh dari laptop Gil-Joong, termasuk dokumen surat wasiatnya yang telah dinotaris. Tae-O yang sudah membacanya memastikan bahwa memang Gil-Joong telah menyerahkan semua hartanya pada Chi-Hyun.

“Sepertinya kamu sudah benar-benar disingkirkan,” respon Nam-Doo. “Kenapa aku yang merasa lemas?”

“Tidak ada bukti bahwa ayahnya telah memeriksa wasiatnya,” ujar Joon-Jae.

“Apa maksudmu?” tanya detektif Hong Dong-Pyo (Park Hae-Soo).

“Ayahku.. ayahku telah kehilangan hampir seluruh penglihatannya,” jawab Joon-Jae.

“Kalau begitu kenapa kamu tidak membawanya keluar?” tanya detektif Hong kesal.

“Ia bilang ia tidak bisa mempercayaiku. Karena aku seorang penipu,” jawab Joon-Jae lirih.

Joon-Jae lantas menyerahkan barang-barang yang ia ambil dari rumah. Mulai dari jarum suntik, obat-obatan Gil-Joong, hingga foto bunga berwarna ungu yang ada di meja.

“Nordic Wolfsbane?” ujar Nam-Doo saat melihat foto tersebut.

“Apa?” tanya Joon-Jae.

“Itu disebut juga racun ibu tiri. Di jaman Romawi, ibu tiri menggunakan bunga ini untuk membunuh putra kerajaan di saat memperebutkan kekuasaan,” jelas Nam-Doo.

“Jika itu benar Nordic Wolfsbane,” timpal detektif Hong, “Beberapa tahun lalu di Jepang, begitu juga di negara kita, ada beberapa insiden dimana orang merebus bunga ini untuk membunuh orang.”

Mendengar semua itu, Joon-Jae meminta agar detektif Hong bisa segera mengeluarkan surat penahanan pada Seo-Hee karena sekarang mereka sudah punya bukti. Detektif Hong berjanji akan secepatnya mendapatkan surat tersebut.

Seo-Hee menemui Dae-Young yang sedang meringkuk di sebuah gang. Saat melihat Seo-Hee, sepotong ingatan Dae-Young kembali — saat dimana pertama kali dulu ia bertemu dengan Seo-Hee.

Joon-Jae masuk ke kamar dan mendengar suara musik keras dari kamar Sim Chung. Saat ditanya, Sim Chung malah mengusirnya pergi karena ia sengaja melakukan itu karena ia harus memikirkan sesuatu tapi tidak ingin Joon-Jae mendengar suara hatinya. Joon-Jae menyanggupi dan akan menjauh dari sana demi Sim Chung. Ia lalu memeluk Sim Chung.

“Tapi kamu sungguh tidak apa-apa, bukan? Jantungmu sepertinya berdetak dengan normal,” tanya Joon-Jae.

“Pergilah,” respon Sim Chung sembari mendorong tubuh Joon-Jae menjauh.

Sepeninggal Joon-Jae, Sim Chung kembali menyalakan musik keras-keras. Joon-Jae sendiri memutuskan untuk tidur di sofa ruang tengah. Ada Nam-Doo di sana. Begitu tahu Sim Chung mengusir Joon-Jae pergi karena hendak memikirkan sesuatu, Nam-Doo yakin ada sesuatu.

“Apakah kamu tidak tahu artinya ketika wanita mengatakan ia harus memikirkan sesuatu? Dengan kata lain, aku tahu kesalahanmu. Itu artinya, si pria melakukan kesalahan. Wanita berpikir apa yang akan ia lakukan dengan pria tersebut, apakah hendak langsung ‘menghukum mati’ atau ‘mencambuknya beberapa kali’.”, jelas Nam-Doo.

“Apakah benar itu artinya?” tanya Joon-Jae.

“Tentu. Kamu yakin kamu tidak berbohong atau menyembunyikan sesuatu darinya?” tanya Nam-Doo balik.

Joon-Jae terdiam mendengar pertanyaan Nam-Doo.

Di dalam mobil, Seo-Hee menanyakan hal-hal apa saja yang sudah diingat oleh Dae-Young.

“Kang Ji-Hyun, Angel Orphanage, dan orang-orang yang aku tidak kenal. Mayat-mayat yang aku tidak ketahui,” jawab Dae-Young. “Aku bisa mendengar jeritan orang-orang tapi aku tidak tahu kenapa mereka melakukan itu padaku.”

“Dengarkan aku,” respon Seo-Hee, “Aku tidak tahu kenapa ingatanmu jadi seperti ini, tapi Ma Dae-Young adalah Ma Dae-Young.”

“Ma Dae-Young? Orang seperti apa dia?”

“Orang yang harus melakukan balas dendam.”

“Balas dendam?” tanya Dae-Young sembari tertawa kosong karena tidak percaya.

“Kamu tidak ingat? Dunia mengabaikanmu. Dunia hanya bahagia dengan diri mereka sendiri. Sejak kamu lahir, sudah pernahkah kamu sungguh bahagia? Kamu telah menjalani hidup seolah-olah kamu selalu sedang dihukum. Itu sebabnya kamu membalas dendam pada dunia yang telah mengabaikanmu. Kamu selalu melakukan apa yang harus kamu lakukan.”

“Jadi, kamu bilang bahwa, orang-orang itu… aku sungguh membunuh mereka? Aku tidak ingat apapun.”

“Kamu selalu bilang kamu tidak ingat. Kamu punya masalah dengan amarahmu. Jika sedang kambuh, mungkin kamu tidak mengingatnya. Jangan khawatir. Seperti biasanya, aku akan selalu berada di sampingmu. Kepada siapa kamu harus balas dendam, aku akan memberitahumu,” ujar Seo-Hee.

Dae-Young tersenyum menyeringai.

Hari berlalu. Joon-Jae masuk ke kamar Sim Chung dan mengajaknya sarapan. Saat Sim Chung membuka mata, Joon-Jae ternyata sudah menggunakan headset yang ia setel musik keras-keras. Dengan cara itu, Joon-Jae menjamin ia tidak akan bisa mendengar suara hati Sim Chung.

Di dapur, Nam-Doo dan Tae-O keheranan melihat tingkah Joon-Jae. Apalagi Tae-O, mengingat headset itu adalah miliknya. Namun Joon-Jae berdalih bahwa ia sedang sakit tenggorokan dan batuk-batuk, sehingga ia sengaja memutar musik keras-keras dengan headset agar telinganya tidak terganggu oleh suara batuknya sendiri.

“Orang cerdas seharusnya berpikir kenapa tenggorokannya sakit,” gumam Nam-Doo dengan tatapan aneh ke arah Joon-Jae.

Atasan detektif Hong ternyata menolak untuk mengeluarkan surat penahanan mengingat detektif Hong mendapatkan berbagai barang bukti tersebut dengan cara ilegal. Detektif Hong terus berusaha meyakinkannya karena berdasarkan bukti yang ada, sudah jelas Seo-Hee yang berada di balik hilangnya penglihatan Gil-Joong. Namun tetap saja atasannya menolak karena apapun itu, pengadilan tidak akan bisa menerima barang bukti yang diperoleh dengan cara di luar aturan.

Sambil mengawasi rumah Gil-Joong, detektif Hong memberitahu Joon-Jae bahwa ayahnya perlu segera menjalani operasi mata. Tae-O sendiri masih berusaha untuk melacak saksi dan pengacara yang melegalisir surat wasiat Gil-Joong.

Sementara itu, seperti biasa Seo-Hee memberikan obat pada Gil-Joong. Namun kali ini, tanpa disangka Gil-Joong tidak meminumnya, melainkan membuangnya ke tempat sampah. Rupanya Gil-Joong memikirkan apa yang sebelumnya dikatakan oleh Joon-Jae tentang istrinya. Yang ia tidak sadari, pada saat itu Seo-Hee masih mengawasinya dari sudut kamar.

Yoo-Ran membesuk sekretaris Nam di rumah sakit. Istri sekretaris Nam lega bahwa akhirnya Yoo-Ran bisa bertemu dengan Joon-Jae. Sebaliknya, Yoo-Ran yakin bahwa keajaiban akan datang dan sekretaris Nam bisa segera terbangun dari komanya.

Dengan menyamar sebagai investor, Nam-Doo mendatangi aquarium tempat dulu Sim Chung sempat berada di sana. Sambil berbasa-basi, ia menanyakan berapa harga putri duyung asli kepada manajer aquarium. Meski tidak yakin putri duyung sungguh ada, manajer tersebut menjawab harganya bisa mencapai ribuan juta won. Tanpa disangka, meski belum mendapatkan kembali ingatannya yang dihilangkan oleh Sim Chung, beberapa potongan ingatan yang sudah kembali, butir mutiara di kamar Sim Chung, serta hasil mencuri dengar saat Sim Chung berbicara dengan Joon-Jae di kolam renang beberapa hari lalu membuat Nam-Doo yakin bahwa Sim Chung adalah putri duyung. Ia pun tersenyum senang mendengar jawaban si manajer.

Sim Chung mengundang Yoo-Na (Shin Rin-Ah) dan teman gelandangannya ke kamarnya. Dengan suara hati, ia memberitahu Yoo-Na bahwa ia mungkin akan segera pergi dan sengaja mengundang mereka untuk mengucapkan selamat tinggal. Sim Chung lalu mengatakan bahwa baginya Yoo-Na bagaikan kakaknya sendiri sedang teman gelandangannya baginya adalah gurunya. Teman gelandangan Sim Chung jadi malu mendengarnya, karena ia merasa justru Sim Chung yang sudah berbuat baik kepadanya karena mau mendengarkan perkataannya, tidak seperti orang-orang lain yang memandangnya dengan jijik.

“Sepertinya ini karena penampilanku yang seperti ini,” ujar teman Sim Chung.

“Tidak peduli seperti apa penampilanmu, bagiku kamu adalah pelatih hidup yang hebat. Tidak sengaja bertemu denganmu adalah sebuah keberuntungan,” respon Sim Chung.

Sim Chung lantas memeluk mereka berdua.

Si-A mengajak Joon-Jae untuk bertemu di sebuah cafe. Setelah sempat membahas tentang ibu Joon-Jae, Si-A akhirnya mengungkapkan perasaannya pada Joon-Jae.

“Aku sangat menyukaimu. Tidak sebagai teman, tapi sebagai seorang pria. Selama 7 tahun aku lebih banyak melihat punggungmu daripada matamu. Dan aku bukannya tidak tahu siapa yang ada di hatimu sekarang. Aku menyukaimu, jadi aku akan menunggu,” ujar Si-A.

“Kamu bilang kamu akan menunggu?” tanya Joon-Jae.

“Pada akhirnya, bukan Nona Chung harus pergi? Aku tahu bahwa ia wanita yang aneh, unik, charming, dan menyenangkan. Namun begitu, aku tidak percaya ia adalah orang yang akan tetap berada di tempatnya. Jadi…”

“Jangan tunggu aku,” potong Joon-Jae, “Chung tidak akan pergi kemana-mana. Ia akan terus berada di sampingku. Bahkan jika Chung pergi ke suatu tempat, aku akan mengikutinya, jadi jangan tunggu aku, Si-A. Mulai dari sekarang, jangan lagi melihat punggungku, dan carilah pria baik yang mana kamu bisa melihat ke dalam matanya. Aku seharusnya mengatakan ini lebih cepat, jadi aku minta maaf.”

Si-A menundukkan kepalanya. Air matanya mulai menetes.

Tiba di rumahnya, Joon-Jae mendapati Chi-Hyun sudah menunggu di depan gang.

“Kenapa kamu ada di sini lagi?” tanya Joon-Jae.

“Karena kamu sudah datang ke rumahku,” jawab Chi-Hyun. “Seperti tikus, tidak kurang.”

Joon-Jae merespon dengan meninju wajah Chi-Hyun. Chi-Hyun hendak membalasnya, namun Joon-Jae bisa menghindar dan kembali memukulnya.

“Kenapa? Kenapa kamu datang ke rumahku? Apakah kamu mencoba untuk menemui ayah kita? Joon-Jae, ayah mengatakan padaku bahwa ia memilih untuk tidak menemui putranya si penipu. Ia mengatakan bahwa sebagai putranya, aku sendiri sudah cukup!” ujar Chi-Hyun.

“Tutup mulutmu!” respon Joon-Jae sembari mencengkeram kerah jas Chi-Hyun.

“Kenapa? Apa aku mengatakan sesuatu yang salah? Bahwa kamu adalah penipu adalah benar seperti yang kamu tahu.”

“Kenapa kamu tidak memberitahuku bahwa kondisi mata ayah seperti sekarang ini?”

“Aku yakin aku sudah memberitahumu. Yang tidak menghiraukannya adalah kamu.”

“Fakta bahwa itu adalah ulah ibumu?” tanya Joon-Jae tanpa basa-basi. “Apakah kamu tidak tahu dari awal semuanya adalah perbuatan ibumu? Apakah kamu membiarkannya berlanjut meski sudah mengetahuinya? Kenapa?! Kamu bilang ia adalah ayah pertama yang kamu miliki, jadi kenapa kamu melakukan itu?”

“Lepaskan aku,” ujar Chi-Hyun.

“Hentikan ibumu sekarang juga,” balas Joon-Jae. “Buatlah ia menghentikan semuanya yang ia coba lakukan kepada ayahku. Aku sudah datang untuk tahu, dan aku tidak akan membiarkannya lagi. Jika ini berlanjut lebih jauh lagi, kamu dan ibumu akan mati. Aku akan memastikan itu terjadi.”

Joon-Jae menutup ancamannya dengan mendorong Chi-Hyun menjauh. Saat ia melangkah pergi, Chi-Hyun memberitahunya bahwa Sim Chung menemuinya.

“Kamu mengirimnya kepadaku agar kamu bisa menyelinap ke rumahku?” sindir Chi-Hyun. “Untuk membuatku tetap di tempat? Kamu pikir kamu ada di posisi untuk melindungi seseorang?”

Joon-Jae tidak menghiraukannya dan kembali melanjutkan langkahnya.

Joon-Jae masuk ke kamar Sim Chung dan meminta Sim Chung untuk menceritakan semuanya yang ia tidak ingin agar Joon-Jae mendengarnya. Kali ini Sim Chung memberitahunya, tentang Joon-Jae yang telah berbohong tentang akhir kisah Dam Ryung dan Sae Hwa.

“Pada akhirnya kita mati: kamu karenaku,” ujar Sim Chung, “dan aku karenamu.”.

“Itu… darimana…”

Sim Chung melanjutkan ceritanya bahwa ia mengetahui hal tersebut dari Dae-Young saat sedang menghapus ingatannya.

“Aku jadi tahu arti dari mimpi buruk yang kamu takutkan,” tambah Sim Chung. “Kamu masih ingin mengambil jalur yang sama meski sudah tahu itu akan berulang.”

“Aku bilang tidak. Siapa bilang itu akan berulang?” dalih Joon-Jae. “Itu tidak akan terjadi.”

“Aku seharusnya tidak datang. Maka tidak akan ada yang dimulai kembali.”

“Jadi? Kamu menyesalinya? Bertemu denganku, datang ke sini, dan kita jadi bersama?”

“Aku tidak menyesalinya. Bagaimana aku bisa menyesalinya.”

“Aku juga sama. Meski sudah mengetahui semua itu, aku sama sekali tidak menyesalinya. Bertemu denganmu adalah bukan sesuatu yang bisa aku sesali tidak peduli bagaimanapun aku melihatnya.”

“Aku takut kamu akan mati karenaku,” ujar Sim Chung lirih.

“Jika, maksudku adalah seandainya, apa yang kamu takutkan benar terjadi, hatimu harus terus berdetak. Kamu seharusnya sudah tahu ini dari sekarang, bahwa meskipun aku tidak lagi berada di sampingmu, faktanya aku akan terus mencintaimu,” respon Joon-Jae sembari membelai lembut rambut Sim Chung.

Si-A menelpon Tae-O dan tanpa basa-basi langsung memarahinya karena sudah memberi saran untuk mengungkapkan perasaannya pada Joon-Jae. Mau tidak mau Tae-O menemuinya, yang saat ini sedang berada di sebuah tempat karaoke, menyanyikan lagu patah hati sambil menangis.

“Hei, Tae-O, apakah kamu juga menderita seperti ini? Apakah kamu juga begitu sedih seperti ini? Bagiku… aku merasa sakit seolah jantungku sedang dirobek-robek. Aku sungguh-sungguh menyukainya sekian lama,” ujar Si-A.

Tae-O tetap terdiam. Ia lalu duduk di samping Si-A dan memeluknya sembari menepuk pundaknya.

Malam hari Gil-Joong terbangun. Tidak mendapati Seo-hee di tempat tidur, ia pun berjalan keluar. Tiba-tiba ia mendengar Seo-hee berbicara dengan seseorang. Perlahan Gil-Joong menghampiri dan mencoba mencuri dengar. Di saat itu, Seo-Hee ternyata sedang meminta Dae-Young untuk sementara tinggal di basement, sekaligus untuk menjaga Gil-Joong agar tidak membuat kontak dengan siapapun. Mendengarnya, Gil-Joong buru-buru kembali ke kamarnya agar tidak ketahuan. Apes baginya, kakinya terantuk anak tangga sehingga Seo-Hee curiga. Gil-Joong akhirnya memang bersembunyi di balik sofa, namun karena tidak bisa melihat dan hanya asal bersembunyi, Seo-Hee bisa melihat keberadaannya.

Kejadian saat itu kebetulan terekam oleh detektif Hong yang sedang berjaga di luar rumah Gil-Joong bersama rekannya. Ia memutarkan rekaman suara Seo-Hee pada Joon-Jae dkk karena ia sendiri tidak tahu siapa yang saat itu diajak bicara oleh Seo-Hee.

“Ma Dae-Young,” ucap Sim Chung tiba-tiba saat Seo-Hee mengungkit lawan bicaranya yang tidak ingat apa-apa. “Itu Ma Dae-Young. Ia tidak bisa mengingat apapun saat ini.”

“Apa yang kamu bilang tidak bisa ia ingat?” tanya Nam-Doo.

“Siapa dirinya, atau perbuatan buruk apa yang telah dilakukannya sejauh ini,” jawab Sim Chung.

“Kenapa kamu bilang ia tidak bisa mengingat semua itu?” tanya detektif Hong.

Tidak mau detektif Hong curiga pada Sim Chung, Joon-Jae memotong pembicaraan dan mengalihkan pembahasan pada surat penahanan.

“Aku yakin kita akan mendapatkannya besok pagi,” jawab detektif Hong.

Gil-Joong mematikan ponselnya lalu menyembunyikannya di bawah tempat tidur. Seo-Hee masuk sesaat kemudian, dan memberikan obat serta air minum pada Gil-Joong. Ia juga memberitahu Gil-Joong bahwa ia akan pergi sejenak karena ada urusan.

“Seo-Hee, sejak kamu bertemu denganku, apakah ada momen dimana kamu mencintaiku?” tanya Gil-Joong.

“Aku tidak pernah punya momen dimana aku tidak mencintaimu,” jawab Seo-Hee.

Mengira Seo-Hee sudah pergi, seperti sebelumnya Gil-Joong membuang obat yang diberikan dan hanya meminum air yang ada di gelas. Dan sama seperti sebelumnya, Seo-Hee masih berada di sana mengawasi Gil-Joong. Bedanya, kali ini ia terlihat menahan senyum saat Gil-Joong meminum air di gelasnya.

Dalam perjalanan, Seo-Hee menghubungi Chi-Hyun dan mengajaknya untuk minum bersama. Sadar ada yang tidak beres, Chi-Hyun yang juga sedang dalam perjalanan menolaknya dan meminta sekretarisnya untuk segera mengantarkannya ke rumah.

Di rumah, Gil-Joong kesakitan seraya memegangi jantungnya. Air minum yang disediakan oleh Seo-Hee ternyata berisi racun. Mati-matian ia berusaha untuk meraih ponselnya dan kemudian menghubungi Joon-Jae. Sayangnya, Joon-Jae yang masih sibuk rapat dengan detektif Hong sama sekali tidak mengetahui ponsel di kamarnya berdering.

Karena panggilannya tidak diangkat, Gil-Joong pun meninggalkan pesan suara.

Chi-Hyun tiba di rumah dan mendapati Dae-Young sedang membuang vas-vas bunga yang berisikan bunga Nordic Wolfsbane. Semakin yakin ada yang tidak beres, Chi-Hyun bergegas menuju ke kamar ayahnya. Sementara itu, Joon-Jae akhirnya mengecek ponselnya. Begitu mendengar pesan suara dari ayahnya yang meminta maaf kepadanya dan mengakui kesalahannya, ia langsung pergi menuju ke rumahnya.

Setibanya di rumah ayahnya, sudah ada sebuah mobil ambulans di sana. Tiga orang petugas kemudian keluar sambil membawa seseorang yang tertutup kain dengan tandu. Perlahan Joon-Jae membuka penutup kain tersebut dan ia langsung lemas melihat wajah ayahnya di sana.

Salju pun lalu turun mengiringi tangisan Joon-Jae.

[wp_ad_camp_1]

Preview Episode 18

Berikut ini adalah preview eps 18 dari drakor Legend Blue Sea:

=== belum tersedia ===

» Sinopsis Episode 18 Selengkapnya

sinopsis legendbluesea 17

Leave a Reply